Menuju konten utama

Pemutihan Iuran BPJS: Kebijakan Afirmatif atau Risiko Baru?

Rencana pemutihan tunggakan BPJS Kesehatan bagi peserta tidak mampu disambut positif, namun regulasi dan mekanisme teknis diharapkan adil dan transparan.

Pemutihan Iuran BPJS: Kebijakan Afirmatif atau Risiko Baru?
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyampaikan paparannya terkait Pengelolaan Program dan Keuangan BPJS Kesehatan tahun 2024 di Ballroom BPJS Kesehatan, Jakarta, Senin (14/7/2025). Dalam paparannya, Ali Ghufron Mukti menyampaikan bahwa kepesertaan program JKN BPJS Kesehatan telah mencapai 278,1 peserta atau 98,45 persen sepanjang tahun 2024. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU

tirto.id - Pemerintah berencana melakukan pemutihan atau penghapusan tunggakan iuran peserta BPJS Kesehatan. Kebijakan yang tengah digodok ini akan menyasar peserta BPJS Kesehatan yang dianggap tidak mampu membayar tunggakan tagihan iuran kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menyatakan pihaknya sangat berterima kasih atas perhatian dan dukungan Pemerintah terhadap penyelenggaraan program JKN. Sebagai badan hukum publik yang diberi amanah mengelola Program JKN, BPJS Kesehatan mengaku siap untuk menjalankan segala keputusan yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat selaku regulator.

Menurutnya, BPJS Kesehatan akan menjalankan rencana penghapusan tunggakan iuran jika landasan regulasi serta aturan teknisnya sudah disusun. Hingga Jumat (17/10/2025), payung hukum dan aturan pelaksanaan rencana ini belum diungkap oleh pemerintah maupun legislator.

"Saat ini belum ada regulasi pasti yang mengatur mengenai mekanisme penghapusan atau pemutihan tunggakan iuran JKN," ujar Rizzky kepada wartawan Tirto, Jumat (17/10).

Karenanya saat ini, kata Rizzky, peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) berstatus non-aktif dialihkan status kepesertaannya menjadi peserta segmen Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) atau PBI Pemerintah Daerah. Namun sesuai regulasi yang ada, lanjut Rizzky, tagihan iuran peserta demikian ketika berstatus peserta PBPU tetap tercatat sebagai piutang atau tunggakan.

"Jika ke depan akan ada regulasi yang mengatur mekanisme penghapusan tunggakan iuran JKN, BPJS Kesehatan siap melaksanakan regulasi tersebut sesuai tupoksi kami," ucap Rizzky.

Diberitakan Tirto sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengatakan pembahasan rencana pemutihan tunggakan iuran peserta BPJS masih belum tuntas. Dia menyebut pihaknya masih merumuskan aturan ihwal teknis pemutihan yang akan dilakukan.

“Nanti kami atur [teknisnya]. Masih belum tuntas,” kata Cak Imin usai menghadiri acara Mandaya Awards Kemenko PM, di Ballroom Plaza Jamsostek, Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025). Cak Imin dengan yakin menyebut aturan penghapusan tunggakan ini akan segera diumumkan.

“Tunggu tanggal mainnya,” ucap dia.

Konpers Muhaimin Iskandar di acara Mandaya Awards Kemenko PM

Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Abdul Muhaimin Iskandar dalam konferensi pers acara Mandaya Awards Kemenko PM di Ballroom Plaza Jamsostek, Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025). tirto.id/Rahma Dwi Safitri

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengatakan bahwa tunggakan iuran BPJS Kesehatan yang rencananya akan dihapus pemerintah mencapai Rp7,691 triliun. Tetapi ia menyebut kebijakan penghapusan ini tidak berlaku bagi seluruh peserta JKN yang menunggak, melainkan hanya kelompok tertentu yang dinilai tak mampu membayar tunggakan iuran.

Ghufron menjelaskan, sebagian besar tunggakan iuran peserta BPJS Kesehatan yang akan diputihkan merupakan tunggakan lama dengan rentang waktu lebih dari dua tahun. Namun demikian, sistem perhitungan BPJS selama ini memang hanya membatasi akumulasi tunggakan maksimal dua tahun.

“Enggak-enggak [semua], istilahnya itu, terutama yang kan besok masih dirapatin. Paling tidak itu yang dulu itu dia sektor informal, kan, ada kesulitan. Terus sudah masuk PBI (Penerima Bantuan Iuran). Masih utang, kan?” kata Ghufron di Hotel Grand Mercure, Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025).

Rencana penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan ini setidaknya membawa harapan bagi sejumlah peserta JKN yang tidak mampu melunasi piutang iuran lama mereka. Misalnya Acih (33), warga Kabupaten Bogor, yang mengaku antusias mendengar rencana Pemerintah menghapus tunggakan iuran peserta BPJS Kesehatan bagi kelompok kurang mampu.

Ibu rumah tangga itu mengaku kepesertaan JKN miliknya memang belum diaktifkan kembali karena masih memiliki tunggakan iuran. Sebagai peserta kelas 2, Acih sempat kesulitan membayar tagihan iuran BPJS Kesehatan keluarganya. Dalam satu titik, ia memutuskan untuk berhenti membayar iuran sehingga kepesertaannya tidak aktif.

"Jadi kalau benar ada program dihapus utangnya bagus banget buat bisa diaktifin lagi yang kemarin ngutang," ujar Acih kepada wartawan Tirto, Jumat (17/10).

Sementara Novesal (27), justru baru saja melunasi piutang tunggakan iuran kepesertaan JKN keluarganya yang mencapai hampir Rp2 juta karena menunggak dan terkena denda. Ia berharap ke depan peserta yang menunggak pembayaran iuran, bisa melakukan pengajuan keringanan atau bahkan pemutihan tunggakan.

Menurut Novesal, untuk membayar tunggakan iuran yang besar, cukup menyulitkan karena harus mengukur skala prioritas keuangan. Namun di sisi lain, ia masih ingin menikmati layanan BPJS Kesehatan.

"Jadi program pemutihan bagusnya juga dilihat ke seluruh kelas peserta, jangan sampai dipukul rata bahwa kelas ini mampu, yang ini enggak," kata Novesal kepada Tirto, Jumat (17/10).

Bagaimana agar rencana pemutihan tunggakan BPJS ini tepat sasaran?

Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Rio Priambodo, menyatakan rencana pemerintah menghapus tunggakan iuran BPJS Kesehatan patut didukung. Bagi Rio, ini merupakan kabar baik untuk peserta agar bisa mengakses kembali fasilitas layanan kesehatan di Indonesia dengan biaya terjangkau.

Selain itu, momentum penghapusan tunggakan juga diharapkan memantik kembali peserta lama untuk kembali aktif membayar iuran rutin tanpa terbebani utang. Jika terlaksana sesuai tujuan, maka rencana ini juga akan berdampak pada penguatan keuangan BPJS Kesehatan.

"Hal ini menjadi momentum bagi para peserta bisa membayar kepesertaan tanpa ada beban tunggakan masa lalu," ujar Rio kepada wartawan Tirto, Jumat (17/10). Rio menilai pemutihan iuran BPJS Kesehatan bagi peserta kurang mampu merupakan bentuk keberpihakan Pemerintah terhadap hak jaminan sosial dan kesehatan masyarakat.

Sebagaimana amanat konstitusi yang menjadi prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yakni mandat Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) dalam UUD 1945.

"Ke depan pemerintah bisa meningkatkan pengawasan kepatuhan peserta terhadap iuran pembayaran BPJS Kesehatan," terang Rio.

Sementara itu, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Mahesa Paranadipa Maykel, menyatakan rencana pemutihan tunggakan iuran peserta JKN merupakan terobosan kebijakan yang sangat strategis dan progresif. Mahesa memandang manfaat rencana ini sangat besar dalam mempercepat capaian Cakupan Kesehatan Semesta (UHC) dan menegakkan keadilan sosial.

Target utamanya, kata Mahesa, pemutihan iuran ini dapat mengaktifkan kembali hak kesehatan bagi sekitar 23 juta jiwa masyarakat yang terputus kepesertaannya karena kendala ekonomi. Terutama peserta sektor informal yang tergolong masyarakat miskin dan sudah berkategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) namun tetap terbebani utang lama.

"Langkah afirmatif ini juga akan memperkuat basis kepesertaan dan prinsip gotong royong JKN secara keseluruhan," ujar Mahesa kepada wartawan Tirto, Jumat (17/10).

Kendati begitu, Mahesa mengingatkan soal risiko keakuratan data dalam menjalankan rencana pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan ini.

BPJS Kesehatan apresiasi faskes berkomitmen

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti memberikan sambutan saat pemberian penghargaan fasilitas kesehatan berkomitmen di Jakarta, Kamis (9/10/2025). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

Menurutnya, risiko ini dapat dimitigasi dengan penerapan kebijakan yang selektif, terukur, dan didukung upaya penegakan disiplin pembayaran yang lebih ketat setelah proses pemutihan terlaksana. Ia mengaku kajian mendalam dan komprehensif saat ini sedang berjalan dan memang menjadi prasyarat mutlak sebelum kebijakan diimplementasikan.

DJSN termasuk yang terlibat aktif dalam Tim Pembahasan Antarkementerian untuk memastikan kebijakan pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan berbasis analisis teknokratik yang kuat. Proses krusial yang tengah dilakukan, kata Mahesa, meliputi proses verifikasi dan perhitungan data secara cermat.

"Seperti yang disampaikan oleh Mensesneg Prasetyo Hadi, termasuk menelusuri tunggakan yang muncul akibat perubahan status atau migrasi peserta antar kelas lama. Kami fokus memastikan kesehatan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan, sehingga keberlanjutan program tetap terjamin," tutur Mahesa.

Agar pemutihan berjalan adil, terukur, dan tidak membebani sistem BPJS Kesehatan, regulasi harus mengatur secara ketat tiga aspek utama.

Pertama, kriteria sasaran pemutihan harus sangat selektif dengan memprioritaskan peserta yang secara faktual terbukti tidak mampu (termasuk peserta sektor informal yang kini telah menjadi PBI), meskipun verifikasi data dilakukan di semua kelas untuk mengidentifikasi sasaran lebih tepat.

Selanjutnya, Mahesa menilai rencana pemutihan tunggakan harus diatur sebagai diskresi yang bersifat once in a lifetime, diikuti dengan pengaktifan bersyarat iuran bulan berjalan hanya bagi peserta non-PBI yang sudah dihapuskan tunggakannya. Langkah terakhir yakni Pemerintah dan BPJS Kesehatan harus memperkuat tata kelola JKN secara menyeluruh dan menegakkan sanksi administrasi secara konsisten bagi pihak yang tidak patuh setelah program pemutihan berjalan.

Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan program JKN berjalan sesuai koridor hukum dan berprinsip gotong royong.

Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menjelaskan, BPJS Kesehatan memang bukan badan sosial, melainkan badan hukum publik yang menyelenggarakan program jaminan kesehatan sosial bernama Program JKN. BPJS Kesehatan tidak beroperasi dengan pola donasi, sumbangan, atau kegiatan amal, tetapi menjalankan suatu sistem asuransi sosial.

Karenanya, terjadi sistem kontribusi iuran dari peserta dan pemberi kerja yang kemudian dikelola secara gotong royong untuk menjamin pelayanan kesehatan bagi seluruh peserta. Sebab itu, kata Rizzky, untuk menjaga Program JKN bisa berjalan berkesinambungan, diperlukan kesadaran dan kontribusi masyarakat untuk disiplin membayar iuran kepesertaan.

Menurut Rizzky, iuran kepesertaan JKN segmen PBPU atau mandiri per Semester I 2025 berada di angka 89,76 persen. Angka itu menunjukkan sebenarnya awareness dan willingness to pay dari masyarakat untuk membayar iuran kepesertaan JKN sudah cukup baik, hanya perlu lebih dioptimalkan. Adapun mayoritas peserta non-aktif dengan tunggakan iuran, tercatat sebesar 15,6 juta jiwa yang kebanyakan berstatus kelompok peserta mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).

"Terkait pemutihan tunggakan iuran, sebagaimana yang disampaikan sebelumnya, jika ke depan akan ada regulasi yang mengatur mekanisme penghapusan tunggakan iuran JKN, BPJS Kesehatan siap melaksanakan regulasi tersebut sesuai tupoksi kami," terang Rizzky.

Capaian kepesertaan JKN

Sejumlah warga antre untuk pemeriksaan kesehatan di Puskesmas Botania Batam, Kepulauan Riau, Kamis (26/6/2025). ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/rwa.

Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, menyatakan bahwa pihaknya mendukung rencana pemerintah terkait pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan. Menurut Robert, kebijakan ini bukan hanya soal penghapusan beban administrasi, melainkan juga merupakan upaya dalam pengembalian marwah jaminan sosial sebagai pelayanan publik yang menjamin sistem perlindungan humanis, inklusif, dan berkeadilan.

"Di tengah dinamika ekonomi saat ini, kita perlu mengapresiasi kebijakan penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan. Langkah ini menunjukkan bahwa jaminan sosial bukan sekadar kewajiban finansial, tetapi hak konstitusional setiap warga negara," kata Robert dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (17/10).

Robert menambahkan, Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Pasal 42 memang telah mengatur penyelesaian tunggakan iuran, tetapi tetap perlu dibuat aturan teknis yang lebih rinci agar mekanismenya jelas dan tidak menyimpang dari prosedur. Sebelum kebijakan ini dilaksanakan, Robert menekankan terdapat beberapa hal yang perlu disiapkan dan diperbaiki.

Pertama, pemerintah harus merumuskan tata kelola pemutihan tunggakan iuran yang adil dan transparan.

Ombudsman turut mendorong BPJS Kesehatan untuk lebih akuntabel dan proaktif dalam menginformasikan status kepesertaan. Menurutnya, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menjadi instrumen penting agar kebijakan pemutihan ini, dapat tepat sasaran, khusunya bagi peserta non-PBI yang kesulitan untuk melunasi tunggakan.

Selanjutnya, Robert berharap, BPJS Kesehatan dapat proaktif dalam melakukan reaktivasi kepesertaan BPJS kesehatan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga diminta memastikan ketersediaan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan. Yakni menyiapkan bantalan pembiayaan jaminan kesehatan dan memastikan fasilitas kesehatan tetap patuh pada regulasi dan memprioritaskan kualitas pelayanan.

"Pemerintah harus memastikan bahwa peserta yang iurannya dihapus benar-benar termasuk kelompok yang berhak. Hal ini penting untuk menjamin keadilan sosial bagi peserta yang selama ini rutin membayar iuran," jelasnya.

Baca juga artikel terkait BPJS KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News Plus
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Rina Nurjanah