Menuju konten utama

Isu People Power hingga Perang Dagang Bikin IHSG Bergerak Negatif

Vice President Samuel Sekuritas Muhammad Alfatih mengatakan, para investor menanti hasil perhitungan pilpres sehingga mereka memilih melakukan aksi wait and see.

Isu People Power hingga Perang Dagang Bikin IHSG Bergerak Negatif
ILUSTRASI. Karyawan melintas di dekat layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (12/3/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,20 persen atau 12,66 poin ke level 6.353,77. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso.

tirto.id - Pilpres 2019 yang digelar pada 17 April, masih menyisakan masalah bagi iklim investasi. Saling klaim kemenangan antara kedua kubu, bikin investor semakin ragu mengalirkan modalnya ke pasar investasi Indonesia.

Jelang pengumuman hasil perhitungan resmi pemilihan presiden oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Rabu, 22 Mei 2019, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak negatif. Ini tercermin dalam pembukaan perdagangan Senin (20/5/2019) pagi.

Pada pukul 09.00 atau saat perdagangan saham dibuka, IHSG berada di 5.816. Lebih rendah dari posisi penutupan Jumat (17/5/2019). pekan lalu. IHSG bahkan kembali terperosok 15 menit setelah perdagangan dibuka ke posisi 5.769.

Saat penutupan perdagangan pada Jumat lalu, IHSG berkurang 1,16 persen atau 68,87 poin ke 5.826. Angka ini cukup bikin investor pasar modal pusing mengingat laju IHSG sebelumnya tengah berada dalam tren penguatan hingga tembus level 6.500 sejak awal Januari 2019.

IHSG memang tengah berada pada tren pelemahan sepanjang pekan ini. Mengutip data perdagangan idx.co.id, pada akhir pekan sebelumnya, atau Jumat (10/5/2019), IHSG masih ditutup di posisi 6.209. Namun, sepanjang pekan lalu (13 hingga 17 Mei 2019), terus mengalami pelemahan.

Dalam perdagangan Senin, 13 Mei 2019, misalnya, IHSG ditutup melemah ke level 6.135. Kemudian pada Selasa, 14 Mei 2019 IHSG turun ke level 6.071. Begitu pula pada Rabu, 15 Mei 2019, IHSG anjlok ke posisi 5.980.

Belum berhenti sampai di situ, pelemahan terus terjadi, Kamis 16 Mei 2019, IHSG turun ke level 5.895. Kemudian kondisi ini semakin buruk pada Jumat 17 Mei 2019, IHSG ditutup pada angka 5.826.

Penurunan IHSG dalam sepekan terakhir jatuh sangat dalam sebesar 6,16 persen ke level 5.826,87 dari 6.209,12 pada penutupan pekan lalu. Nilai kapitalisasi pasar juga anjlok sebesar 6,15 persen menjadi Rp6.629,63 triliun dari Rp7.064,09 triliun pada penutupan pekan lalu.

Dari data tersebut, rata-rata nilai transaksi anjlok Rp7,74 triliun dari Rp9,04 triliun atau terjadi penurunan sebesar 14,38 persen.

Vice President Samuel Sekuritas Muhammad Alfatih mengatakan, hal itu terjadi karena para investor memang tengah menanti hasil perhitungan pilpres sehingga mereka memilih melakukan aksi tunggu atau wait and see.

Menurut Alfatih, para investor bukan semata-mata menunggu hasilnya, tapi lebih kepada apakah akan ada gejolak atau tidak usai KPU RI mengumumkan hasil pilpres secara resmi.

"Kalau masalah 22 Mei itu paling yang akan ditunggu adalah seberapa gejolak yang terjadi. Kalau kita lihat, kan, 2014 itu juga hanya gejolak kecil, kemudian hanya selesai dengan masalah konstitusi. Kan, kalau masalah yang sekarang ada nuansa people power dan sebagainya," kata Alfatih saat dihubungi reporter Tirto, Ahad (19/5/2019).

Namun, kata Alfatih, tak hanya sentimen politik Pilpres yang membuat IHSG jeblok. Menurut dia, selain soal ribut hasil Pilpres, faktor eksternal, seperti perang dagang Cina vs Amerika Serikat juga jadi pemicu pelemahan IHSG di dalam negeri.

"Itu [politik di dalam negeri] salah satu. Tapi yang kuat itu trade war [perang dagang Cina AS],” kata Alfatih.

Hal senada juga diungkapkan Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Utama. Ia mengatakan, di luar hasil Pilpres, faktor lain yang membuat IHSG jeblok adalah memanasnya perang dagang Cina vs AS jilid II.

“US-Cina trade war (perang dagang AS-Cina). Dan perlambatan ekonomi dunia,” kata dia saat dihubungi reporter Tirto.

Nafan memprediksi, dalam beberapa hari ke depan fluktuasi nilai IHSG masih akan terjadi seiring masih kuatnya pengaruh sentimen yang ada. Sebab, sudah sepekan terakhir perang dagang antara Cina vs AS jilid II memanas.

Hal itu berawal dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang kembali menaikkan tarif impor produk Cina ke AS dari 10 persen menjadi 25 persen. Kondisi ini diperparah dengan adanya rencana dari Cina untuk membalas kenaikan tarif impor yang ditetapkan pada negaranya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz & Mufti Sholih