tirto.id - Kasus prostitusi dialami oleh setiap negara. Ada negara yang memberikan legalitas melalui lokalisasi, dan terdapat pula negara yang melarangnya.
Di Indonesia, prostitusi menjadi hal terlarang untuk pelakunya hingga ke orang-orang yang mempermudah terjadinya prostitusi.
Prostitusi diambil dari bahasa latin "pro-stituere" yang bermakna membiarkan diri berbuat zina.
Pelaku umumnya perempuan yang kerap disebut pelacur yang kemudian diperhalus menjadi wanita tuna susila (WTS).
Prostitusi merujuk pada perzinahan dengan jalan menjual jasa pemuasan kebutuhan seksual dengan menyewakan tubuh.
Dikutip laman UKSW, prostitusi menurut jumlahnya terbagi atas protitusi yang beroperasi secara individual, dan prostitusi yang bekerja dengan bantuan organisasi dan sindikat sehingga lebih rapi.
Prostitusi individual dilakukan oleh pelakunya dengan menawarkan diri sendiri tanpa bantuan operator. Pekerja seks kerap ditemui mangkal di pinggir jalan, stasiun, atau secara online.
Sementara itu, prostitusi dengan bantuan organisasi dan sindikat bekerja melalui suatu sistem tertentu.
Berdasarkan tempat transaksinya, prostitusi ini dapat dilakukan melalui lokalisasi, penyediaan rumah panggilan dan terselubung di balik bisnis atau organisasi tertentu seperti salon kecantikan, panti pijat, dan sebagainya.
Pekerja seks dan operatornya akan berbagi hasil keuntungan saat terjadi transaksi.
Bunyi Isi Pasal 296 KUHP tentang Perbuatan Cabul
Di Indonesia, masalah prostitusi mendapatkan perhatian melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 296.
Unsur pidana kesusilaan dalam prostitusi ditujukan bagi subjek yang memiliki peranan langsung pada aktivitas tersebut.
Di dalamnya meliputi pekerja seks, mucikari, dan semua pihak yang terlibat dalam mempermudah urusan pelacuran.
Untuk lebih jelasnya terkait siapa saja subjek prostitusi dan ancaman hukumannya, berikut bunyi isi Pasal 296 KUHP mengenai pidana perbuatan cabul:
Pasal 296
Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.
Pekerja seks menjadi subjek langsung yang menawarkan prostitusi. Sementara jika ditambah kehadiran mucikari (germo), maka mucikari turut terlibat bertindak selaku perantara seks berbayar ini.
Mucikari selaku orang yang mempermudah perbuatan cabul seperti yang terdapat dalam isi Pasal 296 KUHP.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Dhita Koesno