tirto.id - Sejumlah warga di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, ramai-ramai mengeluh ke Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Sleman melalui media sosial. Aliran air ke rumah mereka terganggu selama berhari-hari.
Pemilik akun Twitter @Niko_satia dan @widi_suratno, misalnya, mengaku aliran air ke rumah sudah terganggu sejak Ahad (29/12/2019) pukul 18.00. Warga Kecamatan Depok itu lantas berharap PDAM bisa segera mengatasi persoalan tersebut.
Keluhan warga direspons PDAM Sleman sehari kemudian. Menurut mereka, aliran air terganggu karena "intensitas pemakaian yang tinggi hotel dan pusat perbelanjaan."
Mereka lantas memberi solusi yang justru merepotkan warga: "Sebaiknya menampung air terlebih dahulu di luar jam puncak (06-09 pagi & 15-21 sore) sebelum digunakan."
Jawaban PDAM Sleman tersebut direspons sinis masyarakat. Elanto Wijaya, pemerhati lingkungan yang sempat bergabung dalam gerakan warga 'Jogja Ora Didol', mengatakan jawaban tersebut adalah bukti kalau PDAM Sleman terlalu memprioritaskan pelaku usaha.
"Seharusnya diprioritaskan hak konsumen kategori rumah tangga, tetapi ini justru lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan air kategori niaga," kata Elanto kepada reporter Tirto, Selasa (31/12/2019).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2017, hotel berbintang di Kabupaten Sleman memang paling banyak ada di Kecamatan Depok. Total, terdapat 19 hotel berbintang dan 33 hotel nonbintang.
BPS juga mencatat di Kecamatan Depok terdapat 103 minimarket, 16 supermarket atau hypermarket, dan 2 pusat perbelanjaan.
Direktur PDAM Sleman Dwi Nurwata mengatakan Kecamatan Depok memang merupakan kawasan pusat perniagaan. Ia juga mengakui pelanggan kategori mal dan hotel paling banyak berada di Depok.
"Hotel banyak di Depok karena di Sleman itu hampir semua kegiatan niaga ada di Depok," kata Dwi kepada reporter Tirto, Selasa (31/12/2019).
Persentase pelanggan hotel dan mal sebenarnya tidak banyak, kata Dwi. Dari 37 ribu pelanggan PDAM, hanya 3 persen pelanggan yang berasal dari kategori hotel dan mal. Namun, libur Natal dan Tahun Baru membuat konsumsi air dalam sepekan terakhir meningkat drastis.
Kondisi itu diperparah dengan adanya kemarau panjang, sehingga debit air tidak banyak.
"Hujan baru beberapa hari ini, sehingga belum berpengaruh terhadap penambahan debit air. Kami juga melakukan pembersihan instalasi produksi dan pendalaman sehingga sempat mengganggu distribusi air," katanya.
Memang Bikin Rentan Krisis Air
Peneliti Penanggulangan Bencana dari Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta Eko Teguh Paripurno menegaskan bahwa pembangunan hotel, mal, dan sejenisnya di Yogyakarta rentan memicu krisis air.
Ini adalah kesimpulan dari riset yang pernah Eko lakukan. Ia menemukan bahwa sejak 2006, seiring dengan semakin banyaknya pembangunan, permukaan air tanah terus menurun 15-50 sentimeter per tahun.
Eko mengatakan warga Yogyakarta makin susah menjangkau air tanah. Banjir pun jadi ancaman serius saat musim hujan lantaran berkurangnya daerah resapan air untuk pembangunan hotel.
Beberapa kasus yang pernah mencuat ke permukaan adalah pembangunan Fave Hotel di Miliran dan Hotel 1O1 di Gowongan. Keduanya pernah membuat sumur warga mengering.
Dalam kasus Fave Hotel, sumur warga yang mengering jumlahnya puluhan. Sedangkan dalam kasus hotel 1O1, ada lebih dari 35 kepala keluarga yang sumurnya mengering.
Kondisi itu diperparah tingkah nakal sejumlah hotel yang mengabaikan aturan.
Survei Lembaga Ombudsman Swasta Yogyakarta pada 2014 lalu menemukan ada 10 dari 23 hotel--yang mereka survei secara acak--yang melanggar Perda 2/2012. Hotel-hotel ini tidak memiliki ruang terbuka hijau dan daerah resapan air yang memadai.
Menurut perda tersebut, semua bangunan di Yogyakarta harus memiliki ruang terbuka hijau dan daerah resapan air. Pasal 40 menyebutkan, setiap bangunan seluas 60 meter persegi harus dilengkapi minimal 1 sumur resapan dengan diameter 1 meter sedalam 4 meter. Selain itu, halaman gedung tidak boleh diplester atau dikonblok.
Atas semua ironi ini, Elanto Wijaya meminta pemda untuk "tidak memberikan izin hotel, mal, dan apartemen dengan mudah," sebagai solusi jangka panjang.
"Perhotelan, mal, dan apartemen itu membutuhkan banyak air untuk dikonsumsi, sementara ketersediaan air tanah di DIY saja terbatas," Elanto memungkasi.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Ringkang Gumiwang