Menuju konten utama

ICW: Putusan MA Berpotensi Langgengkan Politik Dinasti Jokowi

ICW menilai putusan ini berpotensi memberikan karpet merah dan makin meluasnya tentakel dinasti Presiden Jokowi melalui pencalonan Kaesang.

ICW: Putusan MA Berpotensi Langgengkan Politik Dinasti Jokowi
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep menghadiri pertemuan dengan tokoh agama dan mahasiswa di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (19/11/2023). ANTARA FOTO/Jessica Wuysang/aww.

tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengubah syarat batas usia calon kepala daerah. ICW memandang langkah MA itu menambah daftar preseden buruk Pemilu 2024, karena mengotak-atik kandidasi yang terlalu berdekatan dengan periode pendaftaran bakal calon peserta pemilu.

Peneliti ICW, Seira Tamara mengatakan perubahan aturan tersebut menguntungkan pihak tertentu. Apalagi, putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, yang akan berusia genap 30 tahun pada Desember 2024, digadang-gadang akan maju dalam kontestasi Pilkada 2024.

"Seperti Putusan MK No. 90 kemarin yang menjadikan Gibran Rakabuming Raka dapat berkontestasi di Pemilu 2024," kata Seira dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (1/6/2024).

ICW menilai putusan ini sama-sama memberikan karpet merah dan makin meluasnya tentakel dinasti Presiden Jokowi melalui kandidasi Kaesang Pangarep selaku kepala daerah di akhir masa jabatannya sebagai kepala negara. Ketentuan mengenai syarat usia minimum merupakan bagian dari persyaratan administratif yang sejatinya memang harus dipenuhi pada masa pendaftaran sebelum pemilihan berlangsung.

Alih-alih secara eksplisit disebutkan penghitungan pada tahapan pemilihan pun. Seira menyatakan pembacaan UU Pemilu secara sistematis dan praktik ketatanegaraan Indonesia selama ini menunjukkan bahwa syarat usia merupakan syarat administratif di tahap pendaftaran.

"Dengan demikian, ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU 9/2020 yang mengatur batasan usia minimal yang terhitung sejak penetapan pasangan calon adalah hal yang sudah tepat," ucap Seira.

Seira mengatakan keberadaan substansi pasal dalam PKPU juga sudah sesuai dengan esensi dari Peraturan KPU yang memang perlu mengatur secara detail ketentuan pencalonan.

Bila melihat ketentuan lain, kata Seira, seperti syarat dalam pencalonan anggota legislatif, syarat usia minimal juga diatur untuk dipenuhi saat penetapan Daftar Calon Tetap (DCT), yang artinya sebelum pemilihan dilangsungkan.

"Dengan demikian, menjadikan ketentuan mengenai syarat usia minimal calon kepala daerah dihitung sejak masa pelantikan calon terpilih adalah hal yang tidak berdasar dan mengada-ada," tutur Seira.

ICW memandang putusan MA ini berdampak signifikan terhadap proses penyelenggaraan Pilkada 2024 ini. Sebab, diputus dengan durasi yang sangat kilat.

Putusan ini dinilai berdampak pada pertimbangan hukum yang sangat tidak memadai karena ketiadaan deliberasi yang matang antar para hakim.

Perkara yang diajukan Partai Garuda ini masuk ke MA pada 23 April 2024, didistribusikan kepada panel hakim yang akan memeriksa perkara 27 Mei 2024. Lalu, diputus pada 29 Mei 2024. Artinya, jelas Seira, dapat dikatakan bahwa perkara ini hanya diputus dalam kurun waktu tiga hari.

"Besar kemungkinan terdapat politisasi yudisial di balik perkara ini," kata Seira.

ICW menduga putusan MA ini merupakan bentuk perdagangan pengaruh antara Partai Garuda selaku pemohon uji materi sekaligus partai pengusung Prabowo-Gibran di Pemilu 2024, dengan Presiden Jokowi atau pun dengan Prabowo Subianto.

Sebab, apabila dilihat alur waktunya, tepat sehari sebelum putusan Nomor 23 P/HUM/2024 dibacakan, Sufmi Dasco Ahmad, selaku Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra, menyatakan dukungannya kepada Budisatrio Djiwandono selaku keponakan Prabowo, dan Kaesang Pangarep untuk turut serta sebagai calon peserta di Pilkada 2024 melalui akun media sosial pribadinya.

Menurut ICW, jangka waktu yang sangat berdekatan tersebut, sulit untuk menampik bahwa besar potensi permohonan uji materi yang diajukan ke MA tersebut memang telah di orkestrasi sedemikian rupa sebelumnya demi kepentingan elektoral dua individu tersebut.

"Pasca pemerintahan Prabowo-Gibran dilantik, perlu diperhatikan seperti apa “imbal jasa” yang nantinya akan diberikan kepada Partai Garuda atas keberhasilan permohonan ini di MA," tukas Seira.

Oleh karena itu, ICW mendesak Komisi Yudisial untuk mengawasi dan melakukan pengecekan terhadap putusan dan hakim MA yang memutus.

Sedangkan ICW meminta Komisi Pemilihan Umum agar tidak masuk ke lubang yang sama seperti pada Pemilu 2024 dan menolak untuk mematuhi putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 yang jelas-jelas merupakan orkestrasi untuk menyukseskan dinasti politik Presiden Jokowi yang tidak landasan hukum yang memadai.

ICW juga mendesak partai politik bersikap kritis dan tidak turut melanggengkan dinasti politik dengan tidak mencalonkan figur yang memiliki afiliasi kekerabatan dan kekeluargaan dengan presiden dan pejabat negara lainnya dalam kontestasi pilkada.

"Masyarakat untuk menentang secara masif keputusan dan manuver politik yang dilakukan semata-mata demi melanggengkan dinasti Presiden Joko Widodo," tutup Seira.

Perubahan syarat usia calon kepala daerah tersebut bermula dari permohonan Hak Uji Materi (HUM) oleh Ketua Umum Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda), Ahmad Ridha Sabanai, terhadap KPU.

MA mengabulkan permohonan tersebut dan memutuskan bahwa KPU harus mencabut Pasal 4 Ayat 1 Huruf d Peraturan KPU RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Maya Saputri