tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komite Pemantau Legislatif (Kopel) mendesak Kejaksaan Agung, untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan tahun 2020-2022 dengan nilai anggaran Rp9,9 triliun.
Peneliti ICW, Almas Sjafrina, mengatakan, ICW bersama Kopel pada 2021 lalu, telah mengendus adanya kejanggalan dalam pengadaan laptop tersebut.
"Kami saat itu mendesak agar Kementerian Pendidikan menghentikan dan mengkaji ulang rencana belanja laptop di tengah pandemi Covid-19 tersebut," kata Sjafrina dalam keterangan tertulis, yang dikutip Kamis (5/6/2025).
Dia menjelaskan dalam kajian pada 2021 lalu, ICW dan Kopel menilai bahwa pengadaan laptop dan sejumlah perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) lainnya, bukan kebutuhan prioritas pelayanan pendidikan di tengah pandemi Covid-19.
Kemudian, ICW dan Kopel menilai, penggunaan anggaran yang salah satunya bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik menyalahi Perpres No 123 tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik.
"Penggunaan DAK seharusnya diusulkan dari bawah (bottom-up), bukan tiba-tiba diusulkan dan menjadi program kementerian," ujarnya.
Katanya, pencairan DAK juga harus melampirkan daftar sekolah penerima bantuan, sedangkan saat itu, tak jelas bagaimana dan kepada sekolah mana, laptop akan didistribusikan.
"Rencana pengadaannya tidak tersedia dalam aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP). Alhasil, informasi pengadaan yang direncanakan dilakukan dengan metode pemilihan penyedia e-purchasing tidak banyak publik ketahui," ungkapnya.
Kemudian, dalam kajian tersebut, kata Sjafrina, ICW dan Kopel menilai, pemilihan laptop jenis choromebook sangatlah tidak tepat. Sebab, chrombebook hanya bisa digunakan saat jaringan internet tersambung.
Kata Sjafrina, jaringan di Indonesia belum merata, masih ada wilayah yang belum dapat mengakses internet terutama di wilayah 3T. Sehingga, katanya, menjadi pertanyaan, mengapa Menteri Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (2021-2024) Nadiem Makarim, memutuskan spesifikasi chromebook dalam lampiran Permendikbud No 5 Tahun 2021.
Kemudian, dia juga menyebut, spesifikasi berupa chromebook dan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) mempersempit persaingan usaha karena hanya segelintir perusahaan yang dapat menjadi penyedia.
"Penyedia potensial mengerucut hanya pada enam perusahaan, yaitu PT Zyrexindo Mandiri Buana (Zyrex), PT Supertone, PT Evercoss Technology Indonesia, Acer Manufacturing Indonesia (Acer), PT Tera Data Indonesia (Axio), dan PT Bangga Teknologi Indonesia (Advan)," katanya.
Sjafrina menyebut, kondisi penyedia yang terbatas bertentangan dengan semangat UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dia mengatakan, dengan adanya kejanggalan tersebut semakin menimbulkan pertanyaan mengapa Nadiem Makarim seolah memaksakan pengadaan chromebook tersebut. Katanya, Nadim terlihat kukuh bahwa pengadaan tesebut harus dilaksanakan.
Sjafrina memandang, pengadaan ini rentan dikorupsi dan gagal mencapai tujuan kebijakannya. Dia menyebut, pengadaan yang tidak sesuai kebutuhan dan terkesan dipaksakan kerap berangkat dari adanya permufakatan jahat dan berujung pada korupsi berbagai modus, seperti mark up harga, penerimaan kick back dari penyedia, hingga pungutan liar dalam proses distribusi barang.
"Permufakatan jahat terindikasi dari diabaikannya kajian tim teknis Kementerian Pendidikan yang menyebut OS Chrome tak cocok dengan program digitalisasi pendidikan yang menarget daerah lemah internet," ucapnya.
Kemudian, dia juga meragukan bahwa pihak yang potensial terlibat dalam kasus ini hanya berpusat pada staf khusus menteri. Sebagaimana penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung.
Dia mengatakan, Staf khusus tidak mempunyai kewenangan langsung dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Sehingga, pihak Kejaksaan Agung harus mencari pihak yang memerintahkan pengadaan laptop tersebut.
"Oleh karena itu, pihak lain dari pelaku pengadaan yang perlu diperiksa oleh penyidik Kejagung diantaranya yaitu PPK, kuasa pengguna anggaran, dan Nadiem Makarim selaku menteri atau pengguna anggaran," ujarnya.
Dia juga mengatakan bahwa pengadaan laptop ini merupakan salah satu program unggulan Kemendikbudristek saat itu. Sebab, pengadaan tersebut terlihat menjadi hal yang wajib dilaksanakan.
Oleh karena itu, Nadiem Makarim, kata Sjafrina, seharunya memperkuat aspek pengawasan internal agar pengadaan tidak terjebak pada korupsi.
Oleh karena itu, ICW bersama Kopel mendesak Kejaksaan Agung untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka menelusuri dugaan keterlibatan berbagai pihak yang berwenang dalam pengadaan, seperti PPK, kuasa pengguna anggaran, dan pengguna anggaran atau Menteri Nadiem Makarim.
Kejaksaan Agung juga diminta untuk memperjelas informasi dugaan korupsi laptop Kemendikbud, termasuk didalamnya mengenai bentuk korupsi hingga taksiran dugaan kerugian negara.
Dia juga meminta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah melakukan evaluasi dan mengumumkan kepada publik mengenai distribusi pengadaan laptop dan analisis atas hasil dan capaian program digitalisasi pendidikan 2019-2024.
"Terlepas dari menteri atau pimpinannya telah berganti- mempunyai kewajiban untuk melakukan evaluasi kebijakan dan akuntabilitas kepada publik," pungkasnya.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Bayu Septianto