tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatatkan penurunan penindakan kasus korupsi yang ditangani penegak hukum pada tahun 2024. Berdasarkan data yang ditemukan ICW, jumlah kasus yang ditangani aparat penegak hukum (APH) pada 2024 tercatat hanya 364 kasus, atau turun 54 persen dibanding tahun 2023.
"Ini tren penindakan kasus korupsi dari tahun 2020 sampai 2024 atau sejak 5 tahun terakhir, dapat kita lihat bahwasannya dari tahun 2020 hingga 2024 kasus yang ditangani oleh aparat penegak hukum merupakan terendah selama lima tahun ini," kata Staf Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Zararah Azhim Syah, dalam paparannya disaksikan melalui kanal Youtube Sahabat ICW, Selasa (30/9/2025)
Zararah mengatakan pada 2024, penindakan kasus rasuah berkurang drastis hingga sekitar 427 kasus dari jumlah 2023.
Selain itu, jumlah tersangka juga mengalami penurunan yang cukup drastis. ICW mencatat hanya 888 orang yang ditetapkan sebagai tersangka pada 2024, jauh lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 1.695 tersangka.
Zararah menilai salah satu faktor penyebab anjloknya angka penindakan ini adalah minimnya informasi yang disampaikan oleh aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan. Sehingga, katanya, membuat satuan kerja di tempat tersebut tak sama sekali melakukan penindakan penanganan korupsi.
"Salah satu faktor yang dapat kami deteksi adalah karena keterbatasan informasi yang disampaikan oleh aparat penegak hukum, sehingga kami menemukan banyak satuan kerja di kejaksaan maupun di kepolisian yang sama sekali tak melakukan penindakan kasus korupsi di tahun 2024," jelasnya
ICW merincikan satuan yang memiliki informasi yang minim sehingga diduga tidak menangani perkara korupsi di tahun 2024. Di antaranya, terdapat 6 Kejaksaan Tinggi, 292 Kejaksaan Negeri, 63 Cabang Kejaksaan Negeri, 14 Kepolisian Daerah, dan 445 Kepolisian Resor.
“Selain itu, dari total 200 penindakan perkara yang ditargetkan KPK pada tahun 2024, KPK hanya mampu menangani 48 perkara, dan terdapat 158 perkara yang belum ditangani oleh KPK,” katanya.
Selain itu, ICW menduga faktor lain penyebab turunnya kinerja APH adalah karena adanya kebijakan yang kontraproduktif dikeluarkan oleh Kejaksaan dan Kepolisian. Jaksa Agung dan Kapolri, katanya, mengeluarkan kebijakan untuk menunda penindakan korupsi yang melibatkan peserta pemilihan umum 2024.
“Padahal, sirkulasi elite merupakan arena yang potensi korupsinya sangat besar. Penindakan terhadap peserta pemilu seharusnya justru bisa menjadi filter, agar masyarakat tidak disuguhkan oleh calon-calon pemimpin yang kotor dan diduga terlibat korupsi,” tutur Zararah.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id


































