Menuju konten utama

Ibu Mahasiswa Unud yang Tewas Jatuh Sempat Rasakan Firasat Buruk

Wakil Dekan III FISIP Unud, I Made Anom Wiranata, mengungkap bahwa TAS telah memiliki masalah kesehatan mental sejak duduk di bangku SMP.

Ibu Mahasiswa Unud yang Tewas Jatuh Sempat Rasakan Firasat Buruk
Sidang organisasi mahasiswa (ormawa) yang digelar oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FISIP Unud melalui akun Instagram resminya, Kamis (16/10/2025). tirto.id/Sandra Gisela

tirto.id - Polisi mengungkap bahwa ibu dari TAS (22) sempat merasakan firasat yang kurang baik karena anaknya mengalami perubahan berperilaku. Diketahui, TAS merupakan mahasiswa Universitas Udayana (Unud) yang meninggal dunia setelah melompat dari Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unud, Rabu (15/10/2025).

"Ada perubahan perilaku, di mana terkadang anaknya bersikap aneh, bahkan pernah jalan kaki ke kampus sendiri sehingga saksi [ibu korban] datang ke Bali untuk menemani korban selama kuliah di Bali," ungkap Kepala Seksi Hubungan Masyarakat (Kasi Humas) Polresta Denpasar, Kompol I Ketut Sukadi, dalam keterangannya, Jumat (17/10/2025).

Berdasarkan pendalaman polisi, saksi berinisial NKGA (21) menerangkan bahwa dia melihat korban datang dari arah pintu lift dengan menggendong tas ransel dan memakai baju putih ke lantai 4 kampus pada pukul 08.30 WITA. Korban terlihat seperti sedang panik dan melihat-lihat situasi sekitar kampus.

"Korban duduk di kursi panjang yang terletak di sebelah barat kelas. Namun, karena saksi tidak mengenalnya, maka [korban] tidak dihiraukan dan melanjutkan berbincang dengan rekannya," terang Sukadi.

Setelahnya, pada pukul 09.00 WITA, saksi berinisial MAW (48) mendengar suara seperti benda terjatuh dan bergegas untuk menuju sumber suara. Saksi melihat korban sudah tergeletak di halaman depan pintu lobby. Saksi lantas mengangkat dan mengantar korban ke RSUP Prof. Ngoerah menggunakan kendaraan dinas dekan.

Sementara itu, Wakil Dekan III FISIP Unud, I Made Anom Wiranata, mengungkap bahwa korban telah memiliki masalah kesehatan mental sejak duduk di bangku SMP. Hal tersebut disampaikan Anom dalam sidang organisasi mahasiswa (ormawa) yang digelar oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FISIP Unud melalui akun Instagram resminya, Kamis (16/10/2025).

"Saudara T ini, menurut penuturan ibunya, memiliki masalah kesehatan mental. Sejak SMP, saudara T mendapatkan penanganan medis dari konselor, ada terapinya. Lalu sampai dengan SMA, yang bersangkutan menolak untuk mendapat terapi lanjutan ketika masuk ke Udayana. Kami tidak mengetahui penyebabnya, tetapi itu yang terjadi," ungkap Anom.

Anom mengungkap bahwa dari keterangan teman sekelasnya, TAS mendapat dukungan untuk kondisi mentalnya. Dia mengeklaim tidak ada tindakan perundungan yang menyebabkan korban meninggal dunia. Akan tetapi, perilaku bullying tersebut justru muncul di sosial media setelah peristiwa tersebut.

"Bahwa saudara T tidak meninggal karena bullying. Tidak pernah. Jadi itu bukanlah kejadian yang menyebabkan yang bersangkutan meninggal dunia. Itu [bullying] terjadi setelah jatuh," bebernya.

Perilaku perundungan di media sosial yang dimaksud Anom terlihat dari beberapa tangkapan layar yang diviralkan ke media sosial. Dalam tangkapan layar tersebut, tampak beberapa mahasiswa melontarkan komentar bernuansa ejekan terhadap fisik korban dan kejadian meninggalnya korban.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Unit Komunikasi Publik Universitas Udayana, Ni Nyoman Dewi Pascarani, membenarkan bahwa kejadian di media sosial tersebut terjadi setelah korban meninggal dunia. Hal tersebut telah dikonfirmasi pihak Unud dalam rapat pembahasan bersama dengan pihak-pihak terkait.

"Dengan demikian, ucapan nirempati yang beredar di media sosial tidak berkaitan atau menjadi penyebab almarhum menjatuhkan diri dari lantai atas gedung FISIP. Hasil rapat bersama dengan pihak-pihak terkait akan diteruskan kepada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPK) Unud untuk dilakukan penyelidikan dan penanganan lebih lanjut," kata Dewi dalam keterangannya, Jumat.

Dewi juga mengatakan, Unud mengecam keras segala bentuk ucapan, komentar, atau tindakan nirempati, perundungan, kekerasan verbal, maupun tindakan tidak empatik, baik di dunia nyata atau ruang digital. Hal tersebut juga dianggap bertentangan dengan nilai Tri Dharma Perguruan Tinggi dan etika akademik universitas.

"Universitas akan mengambil langkah tegas kepada mahasiswa yang terlibat, sekaligus memperkuat sosialisasi tentang etika komunikasi publik dan penggunaan media sosial yang bertanggung jawab. Setiap bentuk kekerasan, perundungan, atau tindakan yang mencederai martabat sivitas akademika akan diproses sesuai dengan peraturan universitas yang berlaku," tambahnya.

Baca juga artikel terkait KESEHATAN MENTAL atau tulisan lainnya dari Sandra Gisela

tirto.id - Flash News
Kontributor: Sandra Gisela
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Siti Fatimah