Menuju konten utama

Cara Mengatasi Gangguan Mental Pada Remaja dan Ciri-cirinya

Ciri atau gejala gangguan mental di antaranya adalah kerap merasa sedih hingga susah berkonsentrasi.

Cara Mengatasi Gangguan Mental Pada Remaja dan Ciri-cirinya
Ilustrasi stres. foto/istockphoto

tirto.id - Kesehatan mental menjadi bagian penting bagi kesehatan. WHO mendefinisikan sehat sebagai keadaan fisik, mental, dan sosial yang lengkap sejahtera, serta bukan semata karena ketiadaan penyakit atau kelemahan tertentu. Dengan demikian, kesehatan mental tidak terpisahkan dengan kesehatan fisik dan perilaku.

Saat seseorang memiliki kesehatan mental, maka dalam dirinya terdapat rasa sejahtera. Kesejahteraan ini terlihat dari kemampuannya mengatasi tekanan hidup yang normal pada berbagai situasi, dapat bekerja produktif dan menghasilkan, hingga bisa memberikan kontribusi pada komunitasnya.

Hanya saja, kadang mental tidak selamanya bisa dijaga kesehatannya. Seseorang bisa mengalami gangguan kesehatan atau mental illness. Gangguan ini dapat terjadi pada siapa pun dan di usia berapa pun, termasuk remaja yang sedang mencari jati diri.

Pengertian gangguan mental dan cirinya

Mengutip laman Ubaya, American Psychiatric Association (APA) mendefinisikan gangguan mental sebagai kondisi kesehatan yang melibatkan perubahan emosi, pemikiran, atau perilaku. Perubahan tersebut bahkan dapat terjadi dari kombinasi ketiga unsur tersebut.

Saat mengalami gangguan mental, seseorang cenderung mengalami kesulitan atau memiliki masalah yang mengganggu fungsi kegiatan sosial, pekerjaan, hingga aktivitas keluarga. Keadaan ini sangat memengaruhi cara penderitanya dalam merasa, berpikir, berperilaku, dan berinteraksi dengan orang lain.

Berikut beberapa gejala yang dapat dilihat yaitu:

- Kerap merasa sedih.

- Susah berkonsentrasi.

- Ketakutan atau kekhawatiran berlebihan atau perasaan terus merasa bersalah- Perubahan mood yang drastis.

- Menarik diri dari teman dan lingkungan sosial.

- Kelelahan, energi menurun, atau mengalami masalah tidur.

- Tidak mampu mengelola stres atau masalah sehari-hari.

- Paranoid, delusi, dan halusinasi.

- Tidak mampu memahami situasi dan orang-orang.

- Kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol secara berlebihan, hingga menggunakan narkoba.

- Perubahan besar pada kebiasaan makan- Perubahan pada dorongan seksual.

- Marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan- Sering merasa tidak berdaya atau putus asa.

- Berpikir untuk bunuh diri.

Menyitir laman EGSA UGM, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyebutkan, remaja berusia 15 tahun ke atas yang menunjukkan gejala depresi dan kecemasan mencapai 6,1 persen atau setara 11 juta orang. Lalu, usia remaja 15-24 tahun yang mengalami depresi menembus 6,2 persen.

Sisi buruknya, saat seseorang mengalami depresi berat, maka memiliki risiko tinggi untuk menyakiti diri sendiri (self harm) sampai bunuh diri. Sebab, kasus bunuh diri umumnya dipicu depresi dan kecemasan. Ada pun jumlah kasus bunuh diri Indonesia sudah menembus 10.000 kasus, atau sebanding dengan terjadi kasus bunuh diri setiap satu jam.

Sementara itu, jenis depresi yang sering dialami usia remaja berkaitan dengan tekanan dalam urusan akademik, perundungan, urusan internal keluarga, dan masalah ekonomi. Pencegahannya bisa dilakukan melalui pengelolaan stres.

Tips mengatasi gangguan mental pada remaja

Mengutip Yankes Kemenkes, gangguan mental dapat terjadi sesekali saja. Tapi, pada orang tertentu, mungkin dapat berlangsung lama atau kronis. Perlu digarisbawahi, gangguan mental adalah kondisi mental yang dapat disembuhkan oleh para ahli di bidangnya.

Beberapa saran berikut ini mungkin berguna untuk mengatasi gangguan mental yang dialami remaja:

1. Dorong mereka untuk mau berbagai perasaannya

Orang tua perlu mendekati anaknya untuk menjadi teman berbagi. Meluangkan waktu lebih sering untuk mengobrol dengan anak, membantu mereka untuk terbuka dengan perasaannya sehingga tidak ada masalah mengganjal yang dapat membuat stres.

2. Luangkan waktu untuk menyemangati mereka

Masa remaja artinya anak-anak mulai belajar untuk mandiri. Mereka memerlukan ruang untuk dunianya sendiri. Orang tua dapat memberikan dukungan pada mereka dengan mengarahkan upaya kemandirian itu agar tetap di jalur yang benar.

Di samping itu, tidak ada salahnya orang tua turut membantu menyelesaikan masalah mereka ketika frustrasi. Pencarian solusi tersebut dilakukan dengan diskusi sembari menasihati, dan bukan pemaksaan kehendak.

3. Belajar saling mengendalikan diri saat berkonflik dengan anak

Orang tua dan anak pastikan akan mengalami konflik dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, saat usia anak sudah remaja, mereka mungkin akan lebih menggunakan perasaan dan ego mereka.

Saat situasi sedang memanas, baiknya masing-masing pihak saling meredakan emosi terlebih dahulu. Bahas solusi dari konflik ketika pikiran sudah dingin sehingga didapatkan diskusi yang sehat. Dari sini anak pun turut belajar untuk mengendalikan stresnya.

4. Perhatikan pula diri sendiri

Ada kalanya sudah kewalahan untuk mengatasi perilaku anak remajanya yang sulit dikendalikan. Jika sudah demikian, giliran orang tua untuk menarik nafas agar tidak terjebak dengan stres. Barangkali sudah waktunya mencari bantuan orang lain seperti psikiater untuk mengatasi gangguan mental pada anak.

Baca juga artikel terkait LIFESTYLE atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Nur Hidayah Perwitasari