Menuju konten utama

Hujan Kritik & Harapan Sapa Pansel KPK, Integritas Amat Dinanti

Saut Situmorang mengatakan, kini masyarakat hanya tinggal menanti tanggung jawab moral para anggota Pansel KPK.

Hujan Kritik & Harapan Sapa Pansel KPK, Integritas Amat Dinanti
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

tirto.id - Pemerintah akhirnya resmi menetapkan 9 nama anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK) periode 2024-2029. Nama-nama yang dipilih menjadi anggota Pansel KPK tak jauh berbeda dengan yang sebelumnya beredar dan dikritik kelompok masyarakat sipil. Unsur pemerintah disebut terlalu mendominasi dan dikhawatirkan mengganggu independensi kerja Pansel KPK.

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, M Yusuf Ateh, didapuk menjadi ketua Pansel KPK. Posisi Wakil Ketua diisi oleh Rektor IPB, Arief Satria. Anggotanya terdiri dari Ivan Yustiavandana, Nawal Nely, Ahmad Erani Yustika, Y Ambeg Paramarta, Elwi Danil, Rezki Sri Wibowo, dan Taufik Rachman.

Eks Komisioner KPK periode 2015-2019, Saut Situmorang, memandang kini masyarakat hanya tinggal menanti tanggung jawab moral para anggota Pansel KPK. Saut tidak ingin mengkritik orang per orang anggota pansel terpilih, kendati demikian ia menyayangkan proses pembentukan yang dilakukan pemerintah. Saut menegaskan, partisipasi publik merupakan faktor penting dalam pemberantasan korupsi.

“Memerlukan sembilan orang [pansel] yang bebas konflik kepentingan, dan memahami UU pemberantasan korupsi, dan rusaknya keadaan pemberantasan korupsi saat ini. Kalau mereka memahami itu ya silakan saja, kita tak mengkritik individu,” kata Saut kepada reporter Tirto, Kamis (30/5/2024).

Sebelumnya, Saut bersama beberapa mantan pimpinan KPK lainnya sempat menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kriteria Pansel KPK yang perlu diperhatikan pemerintah. Menurut Saut, dia tidak heran dengan cara kerja pemerintah yang minim mendengar aspirasi publik. Saut mengingatkan, pansel harus lebih berintegritas dibandingkan dengan para calon pimpinan KPK dan calon Dewas KPK.

Saut mengingatkan, kerja pansel harus mau mendengarkan aspirasi masyarakat. Hal itu setidaknya parameter integritas paling minimal yang harus dimiliki. Saut percaya kebajikan orang banyak bakal lebih kuat dibandingkan hanya mengandalkan pandangan pribadi dari sembilan anggota pansel.

“Untuk menyensor, mempressing, dan menyaring orang kan harus ada saringan yang tepat. Kalau bolong-bolong saringannya semua bakal masuk, maka bolong juga mentalnya, bolong integritasnya,” ujar Saut.

Indeks persepsi korupsi Indonesia

Pekerja membersihkan gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/4/2024). Berdasarkan Transparency International skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2023 di angka 43 dengan peringkat 115 atau merosot dari tahun sebelumnya di peringkat 110. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.

Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo, menyatakan bahwa dengan diumumkannya nama anggota Pansel KPK maka dimulailah proses seleksi pimpinan KPK. Pansel memang diproyeksikan langsung tancap gas menjaring calon pimpinan dan Dewas KPK bulan depan.

Menurut Yudi, harus dicamkan oleh pansel bahwa mereka akan menyeleksi pimpinan KPK ketika keadaan lembaga antirasuah itu sedang tidak baik-baik saja. Masalah korupsi dan krisis integritas yang melanda KPK, serta kontroversi yang dominan dibanding prestasi pemberantasan korupsi telah membuat kepercayaan publik menurun drastis.

Pansel diminta tak segan-segan mencoret calon pimpinan KPK yang sejak awal seleksi sudah terdeteksi sebagai orang yang bermasalah dan mendapat reaksi negatif publik, dengan rekam jejak buruk. Sebab tanpa keberanian itu, kata dia, pansel hanya akan menjadi cap stempel normatif saja dalam seleksi pimpinan KPK.

“Pansel [periode] sebelumnya yang meloloskan hingga tahap akhir Firli Bahuri walau [saat itu] mendapat penolakan publik dan akhirnya terbukti ketika menjadi ketua KPK malah menjadi tersangka korupsi,” ujar Yudi kepada Tirto.

Pada seleksi pimpinan KPK 2019, pegawai KPK membuat petisi untuk menolak pencalonan Firli Bahuri yang dinilai sebagai calon pimpinan yang bermasalah. Ketika masih menjadi Deputi Penindakan KPK, Firli terindikasi melanggar kode etik sebelum dikembalikan ke Polri. Namun pansel tetap meloloskan Firli hingga tahap akhir.

Firli akhirnya menjadi Ketua KPK, namun kini sudah dicopot karena berbagai masalah yang membelitnya. Dia berulang kali bermasalah secara etik, dan kini sudah menjadi tersangka dalam pusaran kasus korupsi di Kementerian Pertanian.

Dua pimpinan KPK lain yang terpilih pada periode Firli juga bermasalah secara etik. Mereka adalah Lili Pintauli Siregar, yang mengundurkan diri karena terjerat masalah etik. Sementara saat ini, komisioner KPK Nurul Ghufron, juga tengah menghadapi persoalan etik dengan Dewas KPK.

Dominasi Unsur Pemerintah

Peneliti Indonesi Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menilai dominasi unsur pemerintah dalam keanggotaan pansel penting untuk dikritik. Pasalnya, dengan dominasi pemerintah itu justru timbul syak wasangka di masyarakat dengan dugaan pemerintah ingin cawe-cawe atau intervensi proses penjaringan komisioner dan dewas KPK mendatang.

"Belajar dari kerja pansel 2019 lalu. Kami mendesak pansel bekerja secara transparan dan akuntabel. Jangan sampai ada hal-hal yang ditutup-tutupi dari masyarakat,” kata Kurnia kepada reporter Tirto.

Kurnia juga menyayangkan sikap pemerintah yang begitu molor dalam membentuk pansel KPK. Dia mengingatkan, pada periode ini, tugas pansel akan lebih berat karena juga menyeleksi calon Dewas KPK. Maka dibutuhkan waktu yang cukup untuk menjaring calon pimpinan dan Dewas KPK.

“ICW berharap pansel benar-benar mempertimbangkan rekam jejak calon pimpinan maupun dewan pengawas KPK, di mana bukan cuma terpaku pada rekam jejak hukum, tapi juga rekam jejak etik,” sebut Kurnia.

ICW mendesak agar Pansel KPK dapat mengedepankan nilai-nilai integritas selama proses penjaringan. ICW meminta agar ada kepatuhan menyerahkan LHKPN, bagi penyelenggara negara aktif dan mantan penyelenggara negara yang terjaring sebagai calon pimpinan KPK selama proses seleksi administrasi.

“Maka ketika penyelenggara negara atau mantan penyelenggara tidak patuh LHKPN maka mereka harus dicoret sejak awal seleksi,” tegas Kurnia.

Dia mengingatkan, pansel harus jeli untuk tidak memproses calon komisioner dan Dewas KPK yang membawa kepentingan kelompok. Seperti calon komisioner dan Dewas KPK yang memiliki kepentingan dengan satu warna partai politik tertentu.

Selain itu, pansel diharapkan jemput bola dengan mendaftar nama-nama calon pimpinan dan Dewas KPK yang dinilai layak. Mereka harus sosok yang mempunyai integritas, keberanian, dan rekam jejak baik dalam masalah korupsi.

“Dengan kondisi carut-marut di KPK baik dalam penegakan hukum dan tata kelola kelembagaan, tidak mudah meminta seseorang mendaftar sebagai pimpinan atau Dewas KPK,” ungkap Kurnia.

Gedung KPK

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). tirto.id/Andrey Gromico

Sementara itu, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, tidak memiliki banyak optimisme bahwa pansel saat ini dapat menghasilkan pimpinan KPK yang independen, bersih, berintegritas, profesional, dan mampu mengembalikan marwah KPK dari keterpurukan. Sebabnya, kata dia, konfigurasi pansel KPK didominasi oleh unsur pemerintah.

“Sehingga yang lebih terlihat adalah kepentingan pemerintah daripada kepentingan masyarakat. Tentu antara kepentingan pemerintah dan kepentingan masyarakat belum tentu sejalan,” kata Zaenur kepada reporter Tirto, Kamis.

Dia mengingatkan, KPK merupakan lembaga yang independen sehingga seharusnya pansel juga merupakan orang-orang yang memiliki independensi. Zaenur menantang pansel agar berani bekerja dengan menonjolkan integritas untuk membuktikan bahwa keraguan publik tak terbukti.

“Yang harus diperjuangkan oleh pansel yaitu menolak bentuk intervensi dari pihak manapun. Kalau itu bisa dilakukan maka pansel punya kemungkinan untuk bisa membuktikan bahwa pansel tidak seperti yang saya katakan,” ujar dia.

Zaenur mendesak agar pansel bisa bebas dari intervensi dan kepentingan politik. Pansel KPK juga tidak boleh membuat sistem kuota untuk anggota polisi dan jaksa. Komisioner KPK harus individu yang terbaik, yang tidak punya cacat etik dan independen dari kepentingan politik.

“Karena kepolisian dan kejaksaan justru yang harus di-trigger oleh KPK untuk menjadi lebih baik lagi, sehingga tidak jeruk makan jeruk,” tegas Zaenur.

Ketua IM57+, M Praswad Nugraha, menilai komposisi Pansel KPK saat ini menunjukan bahwa Presiden Jokowi memang mengharapkan agar KPK terus menurun kinerjanya. Hal tersebut terindikasi dengan tidak adanya nama anggota pansel yang selama ini memahami dan memberikan catatan kritis terhadap Pimpinan KPK terpilih.

“Bahkan, apabila ditelusuri, perlu dipertanyakan sikap anggota pansel pada saat revisi UU KPK dan pemilihan pimpinan pada tahun 2019,” ujar Praswad kepada Tirto.

Pansel diminta berani merekomendasikan calon pimpinan KPK yang layak, dan bukan malah mengakomodir pesanan berbagai pihak. Keberadaan berbagai data dan informasi seperti laporan keuangan sampai laporan masyarakat tidak akan berguna ketika pada akhirnya calon yang direkomendasikan pansel KPK didasarkan negosiasi dan lobi politik.

“Kami menyarankan, kita membuat langkah antisipatif untuk kembali mengawal Pimpinan KPK bermasalah. Langkah ini penting karena tidak ada gunanya mengharapkan hasil pemilihan yang pasti akan bermasalah,” kata Praswad.

Pansel Harus Independen

Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, menyatakan pihaknya berharap anggota pansel terpilih dapat bekerja secara optimal dan independen dengan melepas kepentingan-kepentingan, selain kepentingan pemberantasan korupsi yang efektif. KPK meyakini, pansel terpilih memahami problematika pemberantasan korupsi saat ini, sekaligus tantangan-tantangan ke depannya.

“Termasuk kebutuhan penguatan regulasi atau pun kelembagaannya, agar fungsi-fungsi pemberantasan korupsi bisa lebih berdampak nyata bagi masyarakat,” ujar Ali dalam keterangannya.

Pansel juga diharapkan proaktif menyerap berbagai saran, masukan, dan aspirasi masyarakat, sebagai pihak yang akan merasakan manfaat dari pemberantasan korupsi itu sendiri. Sekaligus korban sesungguhnya dari praktik-praktik korupsi selama ini.

“Harapan ini tentunya selaras dengan visi Indonesia emas 2045, untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maju, adil, makmur dan sejahtera,” sebut Ali.

Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, menegaskan penetapan nama ketua dan anggota Pansel KPK sudah sesuai dengan aturan PP Nomor 4 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengangkatan Ketua dan Dewan Pengawas KPK.

“Disitu disebutkan ketuanya dari unsur pemerintah pusat. Jadi anggotanya atau anggota panselnya ada 9 orang, 5 dari unsur pemerintah pusat dan 4 dari unsur masyarakat. Jadi saya kira itu saja yang bisa saya sampaikan melanjutkan dari apa yang tadi sudah disampaikan oleh bapak presiden saat beliau di Sumatera Selatan,” ujar Pratikno di Kantor Kemensesneg, Jakarta, Kamis.

Dirinya mengklaim nama-nama Pansel KPK yang telah ditetapkan saat ini, merupakan hasil masukan dari berbagai unsur lapisan masyarakat. Pratikno mengungkapkan bahwa Jokowi menunjuk Pansel KPK sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Masukan banyak sekali, tapi kan sudah diterapkan unsur pemerintah pusatnya 5, non pemerintahnya 4, jadi posisinya pas,” kata dia.

Baca juga artikel terkait KPK atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Hukum
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Anggun P Situmorang