Menuju konten utama

Di Balik Upaya Gerindra Usung Budi Djiwandono di Pilgub Jakarta

Upaya mendorong Budi Djiwandono maju ke Pilkada Jakarta adalah bukti Prabowo maupun Jokowi bersaing dalam mencari kekuasaan.

Di Balik Upaya Gerindra Usung Budi Djiwandono di Pilgub Jakarta
Budisatrio Djiwandono bersama Prabowo Subianto. instagram/budidjiwandono

tirto.id - Partai Gerindra mulai serius dalam mengusung kader mereka di Pilkada DKI Jakarta. Nama Budi Djiwandono mulai didorong untuk menduduki kursi Jakarta 1.

Keseriusan tersebut nampak dari unggahan Budi Djiwandono disandingkan dengan dua tokoh dalam dua poster berbeda. Pertama, Budi disandingkan dengan pesohor sekaligus pemilik RANS Entertainment, Raffi Ahmad.

Kedua, keponakan presiden terpilih Prabowo Subianto itu disandingkan dengan anak Presiden Jokowi sekaligus Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep. Dalam poster Budi dengan Kaesang di media sosial, poster itu diunggah langsung oleh Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.

Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani, tidak memungkiri niatan Gerindra mengusung Budi di Pilkada DKI Jakarta. Budi diyakini mampu memimpin provinsi yang akan berulang tahun pada Juni 2024 mendatang.

"Budi Djiwandono adalah salah satu kandidat yang sedang kita matangkan untuk bisa memimpin daerah Jakarta," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Menurut Muzani, Budi memiliki visi ekonomi yang bagus serta tingkat pergaulannya bagus. Budi juga sudah malang-melintang di legislatif. Selain itu, Budi memiliki kepekaan terhadap masyarakat Jakarta.

"Kemudian memiliki pergaulan yang cukup bagus dan punya visi ekonomi yang matang. Sehingga menurut kami beliau memiliki kemampuan untuk bisa memimpin Jakarta lebih baik lagi dan memiliki kepedulian terhadap masyarakat dan rakyat Jakarta," ucap Muzani.

Pengusungan Budi tentu menjadi titik terang Partai Gerindra untuk melangkah menuju kontestasi Pilgub DKI Jakarta. Dalam rapat pada April 2024 lalu, Gerindra memang ingin mengusung kader mereka dalam Pilkada DKI Jakarta di luar nama Anies Baswedan selaku petahana maupun Ahmad Riza Patria yang sempat menjadi wakil Anies.

"Secara umum hasil rapat koordinasi nasional Partai Gerindra itu mengamanatkan para kader internal menjadi calon gubernur, calon bupati maupun calon wali kota," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/4/2024) kala itu.

Budi Satrio Djiwandono

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Budi Satrio Djiwandono saat diwawancara awak media di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Kamis (26/10/2023). Tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama

Wakil Ketua DPR RI itu mengatakan saat ini, partainya tengah menyiapkan data para kader yang akan maju dalam kontestasi untuk diserahkan kepada DPP. Namun, Gerindra tak menutup ruang mengusung tokoh lain di luar internal dengan melihat situasi dan kondisi di lapangan.

"Untuk calon lain yang di luar internal tentunya akan kita lihat juga apa namanya bagaimana kemudian situasi dan kondisi di daerah masing-masing terhadap kader internal di Partai Gerindra," tutur Dasco.

Lantas apa motif di balik upaya Gerindra mengusung Budi Djiwandono maju memperebutkan kursi DKI 1?

Analis politik Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, justru melihat upaya memajukan Budi sebagai upaya untuk meregenerasi partai.

"Saya pikir ditunjuknya Budi karena memang Gerindra sedang menyiapkan regenerasi politiknya, salah satunya lewat Budi," kata Arifki, Kamis (30/5/2024).

Arifki belum bisa memastikan koalisi yang akan mendukung Budi maju Pilkada. Namun, ia menilai pengusungan Budi tergolong berat karena pertarungan di Jakarta cukup keras dengan nama-nama yang sudah ada.

Sementara itu, analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, justru melihat bahwa upaya mendorong Budi adalah bukti Prabowo maupun Jokowi bersaing dalam mencari kekuasaan. Meski setiap pihak bisa maju pemilu, Dedi melihat sedang ada upaya pengerdilan usaha kaderisasi partai. Hal ini berpotensi akan berimbas pada kekalahan Gerindra.

"Tentu hak setiap warga negara ikut kontestasi, tetapi Gerindra cenderung menihilkan pengkaderan yang selama ini berlangsung, mereka punya tokoh semisal Ahmad Riza Patria yang terbukti mampu selesaikan tugas di Jakarta, seharusnya prioritaskan Ahmad Riza," kata Dedi, Kamis (30/5/2024).

"Gerindra potensial kehilangan peluang kemenangan jika memaksakan tokoh tidak populer, kecuali mereka punya jalan sebaik jalannya Jokowi," tambah Dedi.

Sosok Budi Djiwandono Belum Terlalu Kuat

Dedi pun menilai, Budi Djiwandono tidak cukup menarik di Jakarta. Namun, kejadian Gibran di kontestasi Pilpres yang juga tidak menarik dari sisi ketokohan tetap membuatnya lolos lewat sejumlah manuver politik, termasuk masalah proses pemilihan. Hanya dalam konteks ini, sosok Budi berbeda dengan Gibran karena ketokohannya kurang kuat. Oleh karena itu, Dedi menduga, upaya memajukan Budi tidak lepas dari skema transaksi politik.

"Bukan tidak mungkin ada skema tawar-menawar kekuasaan, penentuan pengusungan bersamaan dengan penyusunan kabinet, terlebih anggota KIM yakni PAN dan Golkar juga tidak punya kans usung kandidat sendiri. Dengan dalih tawar-menawar itu, koalisi memungkinkan terbentuk," kata Dedi.

Sementara itu, analis politik Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, menilai penempatan Budi tidak lepas dari pandangan Prabowo bahwa Jakarta menjadi penting. Menurut Ujang, Budi bisa diperhitungkan karena Pilkada berlangsung saat Prabowo menjadi presiden.

Selain itu, Ujang melihat sejumlah faktor lain Gerindra mengusung Budi daripada kader yang sudah lama di Jakarta seperti Riza Patria maupun Rahayu Saraswati. Pertama, Budi adalah tokoh muda yang secara penampilan menarik dan diyakini bisa menarik perhatian pemilih muda. Namun, poin utama adalah dukungan penguasa.

WAGUB DKI JAKARTA MEMBERESKAN RUANG KERJA JELANG PURNATUGAS

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria merapikan beberapa berkas dan buku di ruang kerjanya, Balai Kota Jakarta, Jumat (14/10/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/tom.

"Kalau saya sih melihatnya begini. Politik itu bukan hanya sekadar nama besar. Nama besar boleh populer, boleh berprestasi, boleh hebat, boleh punya kapasitas boleh dan itu memang harus. Tapi jangan lupa dukungan kekuasaan itu juga menjadi energi besar, energi yang kuat untuk memenangkan kandidat tertentu," tegas Ujang, Kamis (30/5/2024).

Ujang menilai, KIM kemungkinan akan mengikuti langkah Gerindra jika memang pengusungan Budi diikuti dengan nafsu kekuasaan. Ia beralasan, partai yang mendukung kekuasaan Prabowo-Gibran saat ini bisa saja tunduk dan harus mengusung Budi.

Lantas, bagaimana situasi politik ke depan jika Budi masuk gelanggang? Ujang belum tahu siapa pendamping yang tepat. Sampai saat ini, Gerindra terlihat masih mencoba-coba dengan menggandengkan Budi-Raffi maupun Budi-Kaesang.

Ia yakin Gerindra akan mencari komposisi popularitas, akseptabilitas dan elektabilitas tertinggi buat Budi maju Pilkada Daerah Khusus Jakarta. Namun, Ujang melihat koalisi yang muncul setidak-tidaknya akan ada 3 paslon, yakni 2 paslon partai dan 1 independen, tetapi tidka menutup kemungkinan semua kembali ke situasi lapangan.

"Semuanya masih dinamis. Semuanya masih berjalan. Semua masih bergerak. Semua masih bisa berubah," kata Ujang.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri