tirto.id - Kuasa hukum Nadiem Makarim, Hotman Paris, sempat saling balas argumen terkait pembuktian kerugian negara yang tidak harus lewat laporan hasil pemeriksaan. Ia mencecar pandangan Ahli hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, yang dihadirkan dalam sidang praperadilan eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, pada kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022.
Awalnya, Suparji mengatakan bahwa pembuktian kerugian keuangan negara dalam suatu kasus dugaan korupsi tidak harus melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
“Nah pembuktian [kerugian keuangan negara] dengan apa? Dengan saksi, dengan surat, atau kemudian dengan ahli. Tidak ada sebuah perintah secara jelas dalam konteks alat bukti berupa unsur kerugian keuangan negara itu adalah berupa LHP,” kata Suparji dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (8/10/2025).
Suparji berpandangan bahwa meskipun bukti kerugian keuangan negara tidak harus dibuktikan melalui LHP, tetapi kerugian itu tetap harus bisa dihitung secara pasti.
“LHP itu tidak ada sebuah keharusan secara pasti, tetapi yang terpenting bahwa kerugian keuangan negara tadi itu sudah dapat dihitung,” jelasnya.
Hotman lantas mencecar pernyataan Suparji. Hotman menyebut ada hampir 20 putusan pengadilan negeri, termasuk salah satunya Putusan Nomor 5 Tahun 2018 Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian, menyatakan bahwa dalam kasus tindak pidana korupsi harus ada bukti permulaan berupa laporan hasil audit perhitungan keuangan negara.
“Saya bacakan di sini bahwa syarat mutlak, syarat mutlak dari dua alat bukti permulaan yang cukup, ya, harus ada laporan hasil audit perhitungan keuangan negara,” kata Hotman di persidangan.
Hotman pun bertanya ke Suparji, apakah ia setuju dan pernah mengetahui terkait ketentuan yang sudah tercantum di dalam putusan sejumlah pengadilan negeri itu. Sejumlah putusan pengadilan negeri itu bahkan disebut Hotman sudah dijadikan alat bukti oleh timnya dalam sidang praperadilan menghadapi pihak Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Alat bukti permulaan, kaitannya dengan tindak pidana korupsi, salah satu harus surat laporan hasil audit perhitungan keuangan negara, yang dalam hal ini bisa BPKP atau BPK, pernah lihat nggak putusan-putusan seperti ini?” tanyanya kepada Suparji.
Suparji lalu menjawab dengan mengatakan bahwa di Indonesia, suatu putusan hukum tidak terikat dengan putusan lainnya. Ia pun merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa unsur kerugian negara dalam tindak pidana korupsi tidak harus dibuktikan lewat LHP.
“Dalam konteks putusan Mahkamah Konstitusi, bahwa tidak ada salah satu unsur untuk menyatakan keuangan negara itu harus LHP. Yang terpenting adalah nyata barang pasti dan kemudian dapat dihitung,” kata Suparji.
“Ahli menghormati putusan tersebut, tetapi ahli punya pendapat yang lain bahwa LHP bukan sebuah keharusan untuk menyatakan unsur kerugian keuangan negara,” tambahnya.
Hotman kembali bertanya, lantas bagaimana sebuah kerugian keuangan negara bisa dihitung kalau tidak ada laporan seperti LHP yang mendasari penetapan adanya kerugian keuangan negara itu.
Sedangkan menurut Suparji, adanya kerugian keuangan negara bisa ditetapkan melalui keputusan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), maupun keterangan dari keuangan negara.
“Ketika sudah ada ahli-ahli yang menghitung tadi itu, bahkan ada mekanisme BPKP yang misalnya surat-menyurat, ekspos, dan sebagainya, maka sudah memenuhi representasi dari unsur pemenuhan tentang kerugian keuangan negara,” tutur Suparji.
Meski begitu, Suparji tak menampik bahwa apabila tidak ditemukan bukti penghitungan kerugian negara pada suatu kasus tindak pidana korupsi, maka bisa jadi penetapan tersangka dalam kasus itu tidak sah.
Pernyataannya itu disambut ucapan terima kasih dari Hotman. Ia menegaskan bahwa dalam kasus yang saat ini menimpa Nadiem, memang belum ada kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh kliennya itu.
“Terima kasih, memang di sini, kasus ini, belum ada [kerugian negara] pak,” tutup Hotman.
Sebagai informasi, Nadiem resmi mendaftarkan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada Selasa (23/9/2025). Nadiem mengajukan gugatan karena menolak penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus pengadaan Chromebook pada program digitalisasi Kemendikbudristek 2019–2022. Sidang perdana digelar sejak Jumat (3/10/2025).
Nadiem Makarim adalah salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan chromebook di Kemendikbudristek. Dia menjalani hukuman di Rutan Salemba cabang Kejari Jaksel.
Sementara itu, empat orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus ini. di antaranya adalah eks Staf Khusus Mendikbudristek, Jurist Tan; mantan konsultan teknologi Warung Teknologi Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; eks Direktur SMP Kemendikbudristek, Mulyatsyah (MUL); dan eks Direktur SD Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih. Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (15/7/2025).
Penulis: Naufal Majid
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































