tirto.id - Ahli hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, berpandangan bahwa proses penyelidikan terhadap mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbudristek) Republik Indonesia, Nadiem Makarim, sudah benar secara hukum dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022 oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Ahli berpendapat bahwa proses penyelidikan [terhadap Nadiem] tadi telah sesuai dengan hukum acara yang berlaku,” ujar Suparji saat dihadirkan sebagai ahli hukum pidana oleh pihak Kejagung dalam sidang praperadilan Nadiem melawan Kejagung, yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (8/10/2025).
Sebelumnya, pihak Kejagung menerangkan bahwa tim penyelidik telah melakukan penyelidikan terhadap kasus yang menimpa Nadiem secara profesional. Setelah itu, tim penyelidik lalu menyampaikan hasil penyelidikan kepada Direktur Penyidikan Kejagung, dan melakukan ekspos bersama.
“Pertanyaan saya sederhana. Apakah rangkaian itu bagian dari rangkaian proses yang dilakukan untuk penyidik, maupun penyelidik, melakukan konsep di KUHAP itu, [telah menjalankan] konsep, prinsip, yang dikatakan profesional, kehati-hatian, seperti itu?” tanya seorang tim hukum dari Kejagung.
Suparji menjawab, tindakan yang dilakukan oleh tim penyelidik Kejagung sudah sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang saat ini berlaku. Menurutnya, tim penyelidik Kejagung sudah mengumpulkan berbagai keterangan pihak terkait dan juga alat bukti yang relevan. Oleh karena itu, kesimpulan yang didapatkan oleh Kejagung dinilai Suparji sudah objektif.
“Ada sebuah kesimpulan yang dilakukan secara objektif, karena dilakukan melalui proses gelar perkara tadi, atau ekspos,” tuturnya.
Pihak Kejagung juga menanyakan apakah langkah Kejagung untuk terlebih dahulu mengumpulkan alat bukti baru menetapkan tersangka sebagai langkah yang benar.
“Yang dilakukan penyelidik adalah mencari alat bukti dulu baru menetapkan tersangka, bukan menetapkan tersangka dulu baru mencari alat bukti. Benar seperti itu ahli?” tanya tim Kejagung.
Suparji menyebut, langkah itu sudah benar karena penyidik memang harus terlebih dahulu mencari alat bukti yang dapat membuat suatu perkara menjadi terang benderang dalam tahapan penyidikan.
Supardji menambahkan, penetapan tersangka baru dilakukan setelah penyidik berhasil mengumpulkan alat bukti yang memenuhi syarat penetapan tersangka. Suparji menekankan, penyidik tidak bisa melakukan penetapan tersangka sebelum mengumpulkan alat bukti.
“Itu lah rangkaian yang dilakukan oleh penyidik ketika memasuki fase penyidikan dan kalau itu sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka telah mematuhi prosedur dan administrasi yang benar,” tegasnya.
Sebagai informasi, Nadiem resmi mendaftarkan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada Selasa (23/9/2025). Gugatan itu diajukan karena ia menolak penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus pengadaan Chromebook pada program digitalisasi Kemendikbudristek 2019–2022. Sidang perdana digelar sejak Jumat (3/10/2025).
Nadiem Makarim adalah salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan chromebook di Kemendikbudristek. Dia menjalani hukuman di Rutan Salemba cabang Kejari Jaksel.
Sementara itu, empat orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus ini antara lain eks Staf Khusus Mendikbudristek, Jurist Tan; mantan konsultan teknologi Warung Teknologi Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; eks Direktur SMP Kemendikbudristek, Mulyatsyah (MUL); dan eks Direktur SD Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih. Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (15/7/2025).
Penulis: Naufal Majid
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































