tirto.id - Baru-baru ini di media sosial ramai narasi soal imbauan pakai masker lantaran ada sebaran virus "Amuba" yang menyerang perut. Virus itu disebut menyebabkan badan lemas dan berujung diare hingga menyerang fungsi jantung.
"Teman-2 saya mau ingetin, sepertinya kita sdh hrs mulai pakai masker kembali, ini tdk main-2, banyak banget org yg kena virus & tlh nyerang perut namanya "Amuba", RS penuhh loh hampir semua sakitnya sama," tulis salah satu unggahan Facebook, yakni dari akun Facebook "Budiyono".
Akun pengunggah juga menyertakan foto Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, lengkap beserta imbauannya untuk mengenakan masker.
Sampai Kamis (24/8/2023), unggahan yang beredar sejak Selasa (22/8/2023) ini memperoleh 8 tanda suka dan 1 komentar. Kendati reaksinya tak begitu ramai, narasi serupa juga diunggah akun Facebook lain, sebagaimana dapat dijumpai di sini dan di sini.
Klaim semacam ini tentu bisa menyulut kepanikan publik dan berpotensi menyesatkan sehingga penting untuk diperiksa.
Lantas, bagaimana faktanya?
Penelusuran Fakta
Tim Riset Tirto mula-mula mencari tahu tentang "virus Amoeba" dengan memasukkan kata kunci itu ke mesin pencarian Google. Dengan mencocokkan ciri-ciri gejala yang disebutkan dalam unggahan, kami menyimpulkan yang dimaksud dalam klaim adalah penyakit disentri amoeba.
Menukil artikel Halodoc yang sudah ditinjau dr. Rizal Fadli, disentri amoeba atau amebiasis adalah penyakit gastrointestinal yang berkembang ketika organisme yang disebut parasit memasuki usus. Parasitnya disebut Entamoeba histolytica yang menyebar melalui kotoran manusia.
Disentri amoeba umumnya tidak menimbulkan gejala. Namun, dalam beberapa kasus, gejala (bisa berupa mual, diare, kram perut, penurunan berat bedan, dan demam) dapat muncul 2—4 minggu setelah terinfeksi.
Untuk menjawab klaim soal imbauan pakai masker akibat kenaikan kasus disentri amoeba, Tirto melanjutkan penelusuran Google dengan kata kunci "disentri amoeba". Hasilnya, kami tak menemukan sumber resmi atau laporan dari media kredibel yang memberitakan adanya peningkatan kasus disentri amoeba.
Klaim ini juga sudah dinyatakan sebagai informasi yang salah oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, sejauh ini tidak ada laporan peningkatan kasus disentri amoeba hingga membuat rumah sakit penuh.
Imbauan untuk menggunakan masker akibat sebaran penyakit disentri amoeba juga dikatakan bukan bersumber dari Kemenkes.
"Ini disinformasi ya," kata Nadia dalam pesan singkat yang diterima Tirto,Kamis (24/8/2023).
Terkait imbauan menggunakan masker dari Luhut, konteksnya adalah untuk mengantisipasi dampak polusi udara. Imbauan tersebut dikhususkan bagi warga DKI Jakarta.
Dilansir dari CNN Indonesia, Luhut menegaskan warga harus patuh apa yang diputuskan oleh pemerintah mengenai dampak polusi. Jika tidak, kata Luhut, maka semua orang yang akan menjadi korbannya.
"Jadi sekarang harus kita wajibkan masker lagi, terutama teman-teman polisi, harus sudah pakai masker," ungkapnya kepada wartawan di Kantor Kemenko Marves, dikutip CNN Indonesia, Jumat (18/8/2023).
Kualitas udara Jakarta belakangan memang kerap berada dalam kategori tidak sehat. Tirtomelaporkan pada awal Agustus Jakarta sempat menduduki peringkat teratas dunia untuk kota dengan kualitas udara paling buruk.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta yang dilakukan, narasi seputar imbauan memakai masker akibat peningkatan kasus disentri amoeba itu bersifat salah dan menyesatkan (false and misleading).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menyatakan narasi ini merupakan disinformasi. Sejauh ini tidak ada laporan peningkatan kasus disentri amoeba hingga membuat rumah sakit penuh.
Menyoal imbauan menggunakan masker dari Menko Marves Luhut, konteksnya adalah untuk mengantisipasi dampak polusi udara. Imbauan tersebut dikhususkan bagi warga DKI Jakarta.
==
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Periksa Data, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.
Editor: Shanies Tri Pinasthi