Menuju konten utama

Hal yang Perlu Diketahui di Balik Larangan Diskon & Iklan Sufor

Kebijakan pelarangan diskon dan iklan susu formula perlu diikuti dengan edukasi masalah ASI agar kebijakan tidak membawa dampak buruk.

Hal yang Perlu Diketahui di Balik Larangan Diskon & Iklan Sufor
Ilustrasi HL Susu Formula

tirto.id - Bagi Astuti, larangan produsen atau distributor susu formula (sufor) melakukan promosi dan memberi potongan harga memicu dilema baru. Satu sisi, ia sepakat bahwa tujuan pemerintah mengatur larangan tersebut adalah mendukung pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayi. Di sisi lain, ada beberapa kasus ibu memiliki keterbatasan ASI.

"Ini kebijakan dilema. Karena ada ibu yang memang memiliki keterbatasan mungkin dari sisi produksi ASI," kata wanita berusia 35 tahun itu kepada Tirto, Rabu (31/7/2024).

Sebagai ibu menyusui, wanita akrab disapa Tuti itu menginginkan pemberian ASI bagi bayinya yang masih berumur 10 bulan. Ia ingin agar anak yang masih kecil bisa mendapatkan ASI eksklusif hingga berumur 2 tahun.

Namun, apa daya, produksi ASI-nya akhir-akhir ini tidak begitu produktif. Mau-tidak-mau, salah satu cara untuk menyiasati kebutuhan susu bayi dengan menggunakan susu formula. Ia khawatir rencana penghapusan diskon berimbas pada pengeluaran yang lebih besar.

"Kalau rencana penghapusan diskon itu akan tambah beban, khususnya ibu-ibu yang alami kesulitan produksi ASI," imbuh dia.

Dalam perspektif lain, Lidya Julita Sembiring, mengaku tidak keberatan dengan adanya larangan promosi dan pemberian potongan harga bagi susu formula. Dalam kacamata Lidya, ketiadaan diskon ini akan memicu ibu menyusui untuk memaksimalkan produksi ASI-nya daripada harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli susu formula.

"Sebenarnya tidak apa-apa sih nggak dikasih diskon. Setidaknya jadi yang membeli itu betul-betul ibu yang tidak bisa memberikan ASI. Di sisi lain, kalau tidak ada diskon ibu-ibu akan berusaha untuk memaksimalkan ASI-nya," ujar Lidya yang juga merupakan ibu menyusui, kepada Tirto, Rabu (31/7/2024).

Untuk diketahui, aturan yang melarang produsen atau distributor susu formula melakukan promosi dan memberi potongan harga tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Larangan ini, menjadi salah satu usulan Kementerian Kesehatan.

PP yang terbit pada Jumat (26/7/2024) itu dengan spesifik menunjukkan komitmen pemerintah mendukung pemberian ASI eksklusif kepada bayi. Sementara dalam hal ibu tidak bisa memberikan ASI eksklusif, maka diharapkan bisa mencarikan donor ASI.

Di sisi lain pada Pasal 29 disebutkan ibu dapat memberikan susu formula pada bayi bila tidak dapat memberi air susu atau menemukan donor ASI. Namun, penggunaan susu formula diatur sangat ketat.

"Dalam memberikan susu formula bayi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, tenaga medis dan tenaga kesehatan wajib memberikan peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan penyajian susu formula bayi kepada ibu dan/atau keluarga yang memerlukan susu formula bayi," tulis Pasal 30 PP Kesehatan.

Semua Ibu Mampu Menyusui

Ahli Gizi Masyarakat sekaligus Dokter, Tan Shot Yen, mengatakan sejatinya semua ibu mampu menyusui. Hanya saja ketika masa kehamilan kebanyakan ibu-ibu tidak mau belajar.

“Itu gunanya ada konsel laktasi,” ujar Tan kepada Tirto, Rabu (31/7/2024).

Mengutip dari Halodoc, konselor laktasi adalah tenaga profesional keperawatan yang membantu para ibu baru dalam usahanya untuk menyusui sang buah hati. Spesialis ini juga memberikan pendidikan prenatal dan persiapan untuk orang tua yang sedang menjalani masa kehamilan.

Seorang konsultan laktasi dapat membantu ibu yang baru melahirkan tetapi mengalami masalah terkait menyusui bayi. Hal itu antara lain pasokan ASI yang tidak maksimal, bayi kesulitan mengalami kenaikan berat badan, sedang mencoba menemukan posisi menyusui yang tepat, terutama setelah operasi sesar, bayi menolak menyusu, menyusui tanpa henti yang membuat tubuh lelah, sakit saat menyusui dan lainnya.

Tan menjelaskan bahwa ASI diproduksi dengan tiga tahapan. Tahap pertama adalah laktogenesis atau 12 minggu sebelum kelahiran di mana kelenjar susu sudah siap untuk mampu menghasilkan ASI.

Tahap kedua laktogenesis, yakni hingga 72 jam pasca persalinan permulaan ASI mulai diproduksi. Dalam tahap ini Inisiasi Menyusu Dini (IMD) menjadi penting untuk keberhasilan menyusui selanjutnya bagi ibu menyusui. Ia pun mengatakan, wajar jika ASI menetes saat menyusui. Ia beralasan, lambung bayi baru lahir hanya sebesar kelereng. Tetesan berharga itu disebut sebagai kolostrum atau menjadi perlindungan pertama bayi semacam antibodi. ASI baru mengalir deras di hari ketiga setelah melahirkan.

“Ini momen genting saat ibu yang tidak paham menjadi galau dan terjebak susu formula,” imbuh Tan.

Selanjutnya atau tahap ketiga adalah galactopoiesis atau pengawetan ASI. Pada tahap ini, ASI mulai memproduksi banyak. Semakin sering bayi menyusu, maka semakin banyak juga produksi ASI dihasilkan karena hormon prolaktin dan oksitosin berperan dalam proses ini.

“Maka ibu baru perlu belajar tentang peletakan yang baik, sebab manusia tidak bisa mengandalkan naluri dan insting untuk keberhasilan menyusui. Semua ibu mampu menyusui hanya saja ketika masih hamil, tidak belajar," tutur dia.

Respons YLKI dan Pengusaha

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Sujatno, menilai penerbitan PP 28/2024 ini perlu diapresiasi meski ada pro-kontra. Ia beralasan kebijakan kesehatan ini masuk akal jika melihat tujuan utama dari terbitnya PP tersebut.

"Kebijakan ini untuk lebih mengoptimalkan dalam pemanfaatan ASI eksklusif pada anak-anak," kata dia kepada Tirto, Rabu (31/7/2024)

Agus menuturkan, pemberian diskon merupakan salah satu bentuk kegiatan pemasaran yang lazim digunakan produsen untuk meningkatkan jumlah konsumen. Karena iming-iming diskon tersebut, dapat menarik minat konsumen membeli, dengan demikian menghambat pemberian ASI secara eksklusif.

Di sisi lain, penggunaan tenaga medis, kader kesehatan dan tokoh masyarakat sebagai influencer dalam mempromosikan susu formula sebagai pengganti ASI juga tidak diperkenankan. Ia menuturkan, pemasaran yang meluas ini meningkatkan pembelian pengganti ASI dan dengan demikian berpotensi menghalangi para ibu untuk menyusui secara eksklusif sebagaimana direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.

Sejalan dengan laporan WHO pada 2022, perusahaan susu formula membayar platform media sosial dan influencer untuk mendapatkan akses langsung ke ibu hamil dan ibu-ibu di saat-saat paling rentan dalam hidup mereka. Industri susu formula global yang bernilai sekitar 55 miliar dolar AS, menargetkan ibu-ibu baru dengan konten media sosial yang dipersonalisasi yang sering kali tidak dikenali sebagai iklan.

Laporan WHO berjudul cakupan dan dampak strategi pemasaran digital untuk mempromosikan pengganti ASI, telah menguraikan teknik pemasaran digital yang dirancang untuk memengaruhi keputusan yang dibuat keluarga baru tentang cara memberi makan bayi mereka.

Melalui berbagai alat seperti aplikasi, grup dukungan virtual atau 'klub bayi', influencer media sosial berbayar, promosi dan kompetisi, serta forum atau layanan saran, perusahaan susu formula dapat membeli atau mengumpulkan informasi pribadi dan mengirimkan promosi yang dipersonalisasi kepada ibu hamil dan ibu baru.

Pemasaran yang meluas ini meningkatkan pembelian pengganti ASI dan berpotensi menghalangi para ibu untuk menyusui secara eksklusif sebagaimana direkomendasikan oleh WHO.

“Fakta bahwa perusahaan susu formula kini menggunakan teknik pemasaran yang lebih kuat dan licik untuk mendongkrak penjualan mereka tidak dapat dimaafkan dan harus dihentikan," kata Dr Francesco Branca, Direktur Departemen Nutrisi dan Keamanan Pangan WHO.

Sementara dari sisi pengusaha, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Juan Permata Adoe, memastikan anggotanya akan mengikuti semua aturan yang berlaku. Selama memang tujuan dari pemerintah itu baik yakni mendorong pemberian ASI eksklusif.

"Kita ngikut saja, kan dalilnya agar meningkatkan ASI ekslusif. Kita cuman melihat kebijakan itu ada positifnya," ujar Juan saat ditemui di Jakarta, Selasa (30/7/2024).

Juan mengatakan, produsen susu formula sudah memiliki hitung-hitungan dalam pemberian diskon selama ini. Diskon pun diberikan untuk susu-susu yang sudah mendekati kedaluwarsa. Oleh karenanya, pengusaha berharap pemerintah menyediakan susu formula yang memiliki kualitas bagus.

"Kalaupun nanti misalnya susunya nggak habis dan expired itu otomatis ditarik, enggak lagi kasih diskon-diskon gitu. Memang enggak bisa,” kata dia.

Baca juga artikel terkait RPP KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Andrian Pratama Taher