Menuju konten utama

Hakim Vonis Bersalah Tapol Papua, Amnesty: Negara Gagal Hormati HAM

Presiden Joko Widodo pernah membebaskan lima tapol di awal kepemimpinannya. Kini ada puluhan tapol ditangkap.

Hakim Vonis Bersalah Tapol Papua, Amnesty: Negara Gagal Hormati HAM
Sidang putusan Tahanan Politik Papua, Hengky Hilapok di Pengadilan Negeri Balikpapan, Rabu (17/6/2020).foto/zoom PN Balikpapan

tirto.id - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan telah merampungkan sidang tujuh aktivis Papua, Rabu (17/6/2020).

Para terpidana yakni Buchtar Tabuni, Stevanus Itlay, Alexander Gobay, Agus Kossay, Hengky Hilapok, Feri Kombo dan Irwanus Urobmabin. Vonis mereka di bawah 1 tahun penjara.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid merespons putusan hakim.

“Kami sangat menyayangkan putusan pengadilan tersebut. Walau putusan jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa, tetap saja seharusnya tujuh tahanan nurani itu dari awal tidak ditangkap, dipenjara dan dituntut secara hukum," ucap Usman dalam keterangan tertulis.

Menurut dia, ketujuh pria itu seharusnya dibebaskan dan seluruh tuduhannya dihapuskan. Situasi pandemi kini juga menjadikan tahanan menjadi salah satu tempat rawan penyebaran COVID-19.

"Memenjarakan mereka tanpa adanya bukti kejahatan, bahkan hanya untuk satu malam, benar-benar bertentangan dengan hak asasi manusia," tutur Usman.

Usman menilai para aktivis Papua hanya mengikuti aksi protes damai terkait rasisme yang dialami saudara sebangsanya di Asrama Surabaya tahun lalu.

Dalam protes, mereka menggunakan hak sebagai warga negara untuk berekspresi, berkumpul dan mengemukakan pendapatnya untuk memprotes tindakan rasisme.

“Iktikad baik otoritas di negara ini sangat dinantikan, dasar hukumnya jelas sudah ada. Pasal 14 ayat 2 UUD 1945 telah mengatur tentang amnesti dan abolisi," kata dia.

Menurut dia, di era Presiden BJ Habibie, tahanan politik atau tahanan nurani Timor-Timur dibebaskan.

Presiden Jokowi sendiri bahkan membebaskan lima tahanan nurani Papua di awal periode pertama kepemimpinannya.

Putusan ini menunjukkan kegagalan negara untuk menghormati HAM, juga kegagalan pemerintah memenuhi janji melindungi kebebasan berekspresi.

"Bagaimana bisa mereka dijatuhi hukuman, sementara yang mereka lakukan dilindungi oleh hukum negara bahkan konstitusi?" tegas Usman.

Menurut dia. negara harus menghentikan kriminalisasi terhadap orang Papua dengan penggunaan pasal makar.

"Tidak seorang pun harus menderita perlakuan ini karena menghadiri demonstrasi secara damai," ucap dia.

Berikut daftar putusan putusan hakim dan perbandingan dengan tuntutan:

  1. Alexander Gobay divonis 10 bulan (tuntutan 10 tahun);
  2. Hengky Hilapok 10 bulan (5 tahun);
  3. Stefanus Itlay 11 bulan (15 tahun);
  4. Ferry Kombo 10 bulan (5 tahun);
  5. Agus Kossay 11 bulan (15 tahun);
  6. Buchtar Tabuni 11 bulan (17 tahun);
  7. Irwanus Uropmabin 10 bulan (5 tahun).

Pada saat pembacaan vonis di PN Balikpapan, aksi solidaritas Ibu Kota Provinsi Papua digelar oleh mahasiswa Universitas Cenderawasih dan Universitas Sains dan Teknologi Jayapura.

Mereka berencana untuk menggelar doa di Abepura, lokasi perkotaan di Jayapura, agar rekan-rekannya divonis bebas.

Aparat keamanan Indonesia mengadang massa, sehingga hanya bisa beraksi di kawasan Universitas Cenderawasih.

Mereka juga membacakan pernyataan sikap yang intinya meminta pemerintah membebaskan tanpa syarat tahanan politik korban rasisme di seluruh Indonesia.

"Pertama, kami harus melawan rasisme. Kedua, jika pasal makar dikenakan kepada pimpinan mahasiswa karena mengungkapkan pendapat di muka umum, berarti akan menjadi sejarah baru di Indonesia, dan kami akan sangat sakit," ujar Koordinator Lapangan Umum Ones Sama, ketika dihubungi Tirto, Rabu (17/6/2020).

Baca juga artikel terkait TAPOL PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali