tirto.id - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gerindra, Ahmad Muzani mengeklaim bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran akan berjalan efektif jika jumlah kementerian lebih dari 34.
Hal itu menjawab kekhawatiran publik tentang potensi ketidakefektifan pemerintahan hingga pemborosan jika memperbanyak kementerian/lembaga lewat revisi UU Kementerian Negara. Perlu diketahui, revisi UU Kementerian Lembaga akan mengubah jumlah kementerian dari maksimal 34 menjadi sesuai kebutuhan presiden.
"Justru harapannya bisa lebih efektif karena ada fokus dari kementerian yang tersentral di situ," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Muzani menuturkan, kehadiran banyak menteri akan membuat pemerintah lebih fokus dalam pelaksanaan program Prabowo-Gibran.
"Harapannya, kan, dengan penambahan menteri itu lebih fokus pada pelaksanaan program, lebih fokus pada penamaan program karena ada beberapa kementerian yang memang digabung, tapi kemudian dalam pelaksanaan di lapangan kementerian tersebut ada bidang-bidang yang tertinggal," ucap Muzani.
Wakil Ketua MPR RI itu mengatakan, Prabowo ingin menteri-menterinya lebih fokus kepada penanganan program, sehingga perlu adanya pemisahan kementerian. Namun ia tidak tahu jumlah kementerian yang dibutuhkan meski partai politik disebut sudah mengajukan nama menteri di kabinet Prabowo-Gibran.
"Memang jumlah keseluruhan memang bertambah dari yang sekarang, jumlahnya berapa saya enggak tahu persis," tutur Muzani.
Secara terpisah, Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi, memastikan bahwa batas jumlah kementerian dihapus demi memenuhi kebutuhan presiden.
"Kita tidak menulis angka.Jadi, semuanya tergantung kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas pemerintahan Mau kementeriannya 2 boleh, mau kementeriannya 34 boleh Mau kementeriannya 50 juga boleh, mau 100 juga boleh kayak Kabinet Dwikora," kata Awiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Politikus PPP itu berkata, efektivitas pemerintahan itu ialah ketika melaksanakan pemerintahan harus benar-benar efektif dan tidak tumpang tindih. Ia mengatakan kementerian dengan yang lainnya tidak boleh memiliki tupoksi yang sama.
"Jadi, harus tetap berbeda gitu. Jadi, jangan khawatir nanti akan terjadi tumpang tindih karena disitulah efektivitas. Kalau ternyata tumpang tindih tentunya Ppresiden tidak akan menambah kementerian untuk nomenklatur yang sama," tukas Awiek.
Awiek mencontohkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dengan adanya kementerian tersebut, menurut Awiek, tidak mungkin akan dibuat Kementerian Pemukiman. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan kementerian PUPR kembali dipecah.
Sebagai catatan, Kementerian PUPR sebelumnya adalah dua kementerian di era Kabinet Indonesia Bersatu di bawah kepemimpinan Presiden SBY, yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Negara Perumahan Rakyat. 2 kementerian ini lantas disatukan di kepemimpinan Presiden Jokowi periode pertama lewat Kabinet Kerja hingga saat ini.
"Bisa jadi kementeriannya ada yang dipecah atau bisa ada badan ditingkatkan menjadi kementerian," ucap Awiek.
Menurut Awiek, kewenangan presiden yang diatur dalam undang-undang dan merupakan hal yang biasa. Oleh karana itu, presiden berhak memutuskan jumlah kementerian. "Sesuai dengan sistem presidensial. Kita itu semuanya tergantung dari presiden sebagai user," kata Awiek.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Andrian Pratama Taher