tirto.id - Sikap Amerika Serikat melunak dalam menghadapi konflik Gaza. Setelah mem-veto keinginan gencatan senjata di Gaza beberapa waktu lalu, Amerika Serikat tiba-tiba menyatakan gencatan senjata akan berlangsung dalam waktu dekat.
Padahal, sejumlah negara, termasuk Indonesia sebelumnya telah mendesak agar gencatan senjata segera diberlakukan. Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, Pahala Mansury, menegaskan pemerintah terus mendorong upaya gencatan senjata dalam konflik Gaza.
“Kita juga tentunya terus mendorong bahwa ini salah satu yang memang immediate ceasefire atau adanya gencatan senjata yang ada pada saat ini untuk bisa betul-betul dilaksanakan,” kata Pahala di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (27/2/2024).
Indonesia juga berupaya membela Palestina lewat pandangan di acara International Court of Justice Den Haag, Belanda, Jumat (23/2/2024). Pahala berharap, kegiatan ICJ bisa membuat keputusan dukungan terhadap Palestina. Ia beralasan, opini yang diperoleh diharapkan akan membuat posisi Israel melanggar hukum internasional.
Dalam upaya mendorong upaya gencatan senjata, Pahala mengaku ada tantangan veto dari dunia internasional. Algeria yang juga mengajukan gencatan senjata mengalami hal serupa. Ia berharap banyak negara akan mendukung lagi di masa depan.
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, lantas melunak dengan menyatakan gencatan senjata di Gaza akan berlangsung dalam waktu dekat.
“Saya harap bisa berlangsung dalam waktu dekat (...) kita sudah dekat, tapi belum selesai,” kata Biden dikutip dari Reuters.
Sementara itu, Wapres Amerika, Kamala Harris, mendesak Israel agar memberikan bantuan lebih kepada Gaza. Kamala juga meminta Israel melakukan gencatan senjata.
Berdasarkan pernyataan seseorang di pemerintah AS, Kamala Harris mendesak Israel intuk memberikan bantuan lebih banyak kepada permukiman padat penduduk di Gaza. Sebab, ratusan ribu warga Gaza mengalami kelaparan selama serangan Israel.
“Mengingat besarnya skala penderitaan di Gaza, gencatan senjata harus segera dilakukan,” kata Harris dalam sebuah acara di Selma, Alabama, Minggu (4/3/2024) seperti dikutip Reuters.
Ia mengatakan, “Ada kesepakatan yang perlu didiskusikan dan seperti yang telah kami katakan, Hamas perlu menyetujui kesepakatan itu. Mari kita lakukan gencatan senjata.”
“Rakyat di Gaza kelaparan. Kondisinya tidak manusiawi dan rasa kemanusiaan kita memaksa kita untuk bertindak. Pemerintah Israel harus berbuat lebih banyak untuk meningkatkan aliran bantuan secara signifikan. Tidak ada alasan,” lanjut Harris.
Mengapa Tiba-Tiba AS Berubah Sikap?
Analis pertahanan dan keamanan, Beni Sukadis, menilai aksi melunak AS tidak lepas dari tekanan dunia internasional yang semakin kuat. Hal ini tidak lepas dari citra AS yang semakin tergerus akibat agresi Israel yang menewaskan 20 ribu lebih warga Palestina.
“Pemerintah AS dalam tekanan baik dari dalam negeri dan luar negeri. Sikap AS yang mendukung kebijakan Israel jelas merugikan AS dalam konteks penghormatan HAM dan meruntuhkan imej AS sebagai kampiun demokrasi,” kata Beni kepada reporter Tirto, Selasa (5/3/2024).
Hal ini, kata Beni, menunjukkan ada standar ganda yang dilakukan AS dalam menyikapi penderitaan rakyat Gaza dibandingkan isu lainnya, seperti Ukraina. Ia melihat, tekanan yang luar biasa tersebut membuat AS sadar bahwa membela Israel yang jelas melakukan genosida di Palestina sudah seharusnya dihentikan.
“Kebijakan AS dalam dukungan senjata militer pada tentara Israel maupun kebijakan yang bersifat diskriminatif pada rakyat Palestina sangat kontraproduktif pada naratif bahwa AS menghormati HAM,” kata Beni.
Akan tetapi, Beni menilai perubahan sikap AS tidak serta-merta mengubah situasi kedua negara. Sebab, kata dia, perlu komitmen AS jika ingin ada penyelesaian secara dua negara (two state resolution).
“Kalau tidak ada komitmen itu, artinya sama saja atau status quo,” kata Beni.
Sementara itu, ahli hubungan internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwono, memandang setidaknya ada dua faktor dari perubahan sikap AS yang sebelumnya kontra terhadap gencatan senjata menjadi pro. Pertama, AS mendapat tekanan semakin kuat dari negara di dunia. Mereka mulai melihat aksi Israel sebagai aksi agresi dan AS tidak mampu berkelit dari sikap Israel.
“Nah, jadi Amerika Serikat yang selama ini dianggap sebagai kampiun hak asasi manusia, mereka merasa terdesak. Kalau dia tetap mendukung apa yang dilakukan Israel, bahkan serangan pada Ramadan terus kemudian ke Arafah, itu akan menciderai image Amerika Serikat sebagai kampiun dari hak asasi manusia,” kata Hikmahanto, Senin (4/3/2024).
Kedua, kata Hikmahanto, Amerika tidak mampu menghentikan Israel karena Israel adalah negara berdaulat. Di sisi lain, AS sulit menghentikan Israel karena 70 persen ekonomi negara Paman Sam dipegang Yahudi, yang notabene berafiliasi dengan Israel.
Di tengah tekanan dunia, AS mengambil langkah aman dengan mendorong gencatan senjata dan pengiriman bahan bantuan. Aksi tersebut, dalam kacamata Hikmahanto yang juga rektor Universitas Jenderal Achmad Yani ini, akan membuat Amerika bisa menghentikan agresi Israel sementara waktu.
Selain itu, kata dia, aksi Amerika juga akan menghentikan strategi Israel yang ingin membuat warga Palestina mati kelaparan. Bantuan akan langsung masuk dari berbagai negara.
“Jadi Amerika Serikat, dia masuknya ini tanpa mendikte Israel, tanpa menyalahkan Israel, tapi pada saat yang bersamaan dia, tekanan-tekanan dari negera-negara, dia secara tidak langsung, ya dia terima gitu, kan, sehingga dia melakukan tindakan yang sifatnya ya sudah saya terima, tapi enggak mau bilang bahwa nih saya bersalah. Enggak dengan memberi bantuan itu,” kata Hikmahanto.
Hikmahanto menambahkan, “Ini juga aman untuk pemerintah Amerika Serikat terhadap lobi-lobi Yahudi yang minta selalu agar Amerika Serikat harus mendukung apa yang dilakukan oleh Israel.”
Hikmahanto juga menekankan bahwa pemilu AS juga mempengaruhi sikap Presiden AS, Joe Biden, untuk melunak. Di tengah tekanan dunia internasional, termasuk gerakan ICJ di mana Menlu Retno Marsudi mengecam aksi genosida Palestina oleh Israel, Biden juga perlu berpikir kepentingan maju untuk periode kedua.
Sebagai catatan, AS diperkirakan akan melakukan pemilu pada November 2024 dan Joe Biden dikabarkan akan maju kembali. Aksi Biden akan menjaga hubungan internasional dan hubungan dengan kelompok Yahudi yang memegang mayoritas uang.
Hikmahanto juga memprediksi, aksi AS mungkin efektif untuk menghentikan niatan agresi Israel sementara waktu. Hal ini tidak lepas dengan kebijakan Israel yang ingin menghapus anasir Hamas dan kelompok perlawanan Palestina demi menjaga keamanan Israel di bawah kepemimpinan Netahanyu.
Akan tetapi, Hikmahanto melihat potensi perdamaian hanya akan berujung hingga Ramadan. Hikmahanto juga memperkirakan bahwa negara-negara internasional tidak akan berani bertindak lebih keras seperti terlibat dalam perang Israel dan Palestina. Ia beralasan, semua negara enggan memicu perang dunia ketiga dengan mengintervensi Israel.
Di sisi lain, internal negara AS maupun Israel sudah mulai muncul gerakan penolakan agresi, bahkan warga Israel mulai menuntut pergantian kepemimpinan. Hal itu membuka peluang bagi Israel menghentikan serangan ke Gaza.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz