Menuju konten utama

Gen Z: Generasi Paling 'Berwirausaha' Demi Work Life Balance

Gen Z menginginkan lingkungan kerja yang lebih sehat dan berkontribusi bagi dunia. Oleh karena itu mayoritas memilih mengembangkan usaha sendiri.

Gen Z: Generasi Paling 'Berwirausaha' Demi Work Life Balance
Header INSIDER si Paling Wirausaha. tirto.id/Fuad

tirto.id - Berbagai survei mengungkapkan, Gen Z sangat berminat menjadi pengusaha daripada jadi pekerja atau karyawan. Salah satu alasannya adalah cita-cita memiliki keseimbangan antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan (work life balance) akan lebih mudah tercapai bila melalui jalur wirausaha.

Sebagai generasi yang tumbuh di era teknologi internet dan media sosial, Gen Z yang lahir tahun 1997-2012 sangat terobsesi memiliki kehidupan yang nyaman dan sukses sebagaimana para pesohor yang dilihatnya di Youtube atau Instagram. Menjadi pengusaha terlihat menyenangkan, karena mereka memiliki kebebasan waktu dan punya peluang penghasilan lebih besar.

Penelitian terbaru dari ZenBusiness, sebuah platform pelatihan bisnis di Austin, Texas, Amerika Serikat itu mengungkapkan, sebanyak 93% Gen Z telah mengambil langkah untuk menuju eksplorasi kepemilikan bisnis.

Mayoritas (80%) Gen Z percaya mereka memiliki keterampilan yang lebih baik dalam berwirausaha dibandingkan generasi orang tuanya, dan menyakini generasi mereka disiapkan menjadi generasi paling berwirausaha dalam sejarah.

Survei yang dilakukan terhadap 1.000 Gen Z berusia 18-25 tahun itu menemukan, sebanyak 84% dari mereka memilih jalur kewirausahaan sebagai jalur karir yang menarik daripada 12 pilihan karir lainnya, dan 75% dari responden pada akhirnya ingin menjadi wirausaha.

Dari studi itu juga terungkap bahwa mereka tidak puas dengan pekerjaan tradisional yang dalam pandangan Gen Z dan milenial mungkin ‘membosankan’ dan sulit untuk mencapai kehidupan yang diinginkannya.

Sebanyak 86% mengatakan, tidak bisa lagi mengandalkan strategi lama untuk maju dan 90% mengatakan, mereka ingin menciptakan sesuatu yang baru dan lebih baik lagi bagi dunia.

Mereka mungkin berkata,”Saya menginginkan lingkungan kerja lebih sehat, sejahtera atau fleksibel. Dan karena Anda para lansia tidak akan menciptakan lingkungan kerja tersebut untuk saya (Gen Z), saya akan menciptakannya untuk diri saya sendiri,” kata Dr. Corey Seemiller, penulis beberapa buku tentang Gen Z, dikutip dari Yahoo Finance.

Senada dengan Zenbusiness, survei yang dilakukan oleh perusahaan nutrisi global Herbalife Nutrition juga menemukan fakta bahwa 72% Gen Z dan milenial di Asia Pasifik bercita-cita menjadi pengusaha atau memiliki bisnis sendiri.

Survei untuk mengetahui tren kewirausahaan ini melibatkan 4.093 orang kelompok Gen Z dan milenial berusia 18-40 tahun di delapan negara, yaitu Indonesia, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura, Vietnam, Taiwan, dan Korea Selatan.

Di Indonesia, 66% responden ingin berwirausaha agar karirnya lebih maju dan 30% lainnya percaya dengan berwirausaha akan membuka peluang lebih besar untuk meraih kesuksesan. Namun, mereka menyakini seseorang harus memiliki pengalaman kerja sedikitnya lima tahun sebelum memulai bisnis sendiri.

“Banyak calon wirausaha didorong oleh prospek untuk mengikuti hasrat mereka dan keinginan untuk menjadi bos bagi diri mereka sendiri. Mereka melihat generasi muda sebagai kekuatan, terutama dalam hal melek teknologi dan ide-ide segar,” kata Senior Vice President and Managing Director Herbalife Asia Pasifik, Stephen Conchie dalam rilisnya.

Sebanyak 87% responden yang di survei Herbalife mengatakan, usia terbaik untuk memulai bisnis adalah di bawah 40 tahun dengan rata-rata usia terbaik diidentifikasi berada di usia 27 tahun.

Selain itu, mayoritas responden percaya, usia akan membantu peluang kesuksesan bisnis, karena mereka lebih baik dalam beradaptasi dengan teknologi baru (61%), lebih cenderung menerima teknologi baru (51%), dan mempunyai ide-ide segar yang belum dijelajahi (44%).

Sedangkan motivasi berwirausaha, alasan utamanya adalah mengikuti minat (40%), menjadi bos bagi diri sendiri (39%), menginginkan fleksibilitas dalam pekerjaan (37%), menghidupi keluarga (35%) dan perubahan karir (33%).

Meski bersemangat untuk membangun bisnis sendiri (wirausaha), menurut survei yang dilakukan perusahaan konsultan akuntansi global Deloitte Touche Tohmatsu (Deloitte), Gen Z dan milenial menginginkan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupannya. Mereka tidak suka hidup hanya untuk bekerja dan bekerja.

Pandemi COVID-19 telah memengaruhi pemikiran mereka tentang pekerjaan. Meskipun sebanyak 49% Gen Z dan 62% milenial mengatakan, pekerjaan adalah hal yang penting bagi indentitasnya, mereka sangat fokus pada keseimbangan kerja dan kehidupan.

Menerapkan Pola Kerja Hybrid

Untuk mencapai work life balance tersebut, mereka menginginkan fleksibilitas dalam bekerja atau bisa bekerja dimana saja dan kapan saja. Banyak dari responden yang disurvei Deloitte sudah menerapkan pola kerja hybrid atau jarak jauh.

Sebanyak 77% Gen Z dan 75% milenial yang saat ini bekerja di kantor jarak jauh akan mempertimbangkan untuk mencari pekerjaan baru, jika kantor tempatnya bekerja meminta mereka bekerja penuh waktu di kantor.

“Sangat penting untuk saya bekerja jarak jauh atau bekerja dengan jam kerja fleksibel. Ini memberi saya banyak waktu untuk mengurus kehidupan pribadi saya, kesehatan mental saya, kehidupan rumah tangga saya dengan pasangan dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Fleksibilitas sangat penting dan saya percaya ini tren tanpa imbalan. Itu saja, pengusaha harus beradaptasi,” kata perempuan milenial dari Brasil yang menjadi responden survei Deloitte.

Bisa menentukan jadwal sendiri merupakan salah satu kemewahan yang bisa dinikmati jika punya bisnis sendiri. Pengusaha juga bisa menentukan lingkungan kerja terbaik, lokasi dan waktu bekerja apakah siang atau pagi hari, di dalam ruangan atau luar ruangan, dan sebagainya.

Selain itu, menurut ZenBusiness, menjadi wirausaha membuka peluang untuk menjadi orang kaya. Mayoritas milyader top dunia adalah wirausahawan.

Bahkan, pekerjaan korporat terbaik pun memiliki batasan pada pendapatan tahunan, gaji dan bonus. Memiliki bisnis sendiri akan menghilangkan batasan penghasilan. Semakin maju bisnisnya, maka penghasilannya juga akan semakin besar.

“Meski demikian, membangun bisnis tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dalam berbagai seminar kewirausahaan, Mentor Bisnis UKM Royke Sahetappy mengatakan, kesuksesan dalam bisnis datang dari keberanian mengambil risiko dan inovasi. Seorang pebisnis harus terus berinovasi mengembangkan bisnisnya agar relevan dengan tuntutan pasar.”

Infografik INSIDER si Paling Wirausaha

Infografik INSIDER si Paling Wirausaha. tirto.id/Fuad

Perjuangan Meraih Kesuksesan

Kesuksesan dalam bisnis membutuhkan perjuangan tak kenal lelah. Banyak rintangan dan kegagalan yang bakal dialami. Selain terus berinovasi, seorang pengusaha harus mampu membangun tim yang kuat, memahami kebutuhan pasar, memiliki visi jangka panjang untuk mengembangkan bisnisnya dan berani mengambil risiko.

Artinya, jika Gen Z dan milenial ingin sukses dalam bisnis, mereka harus bersedia untuk mengorbankan waktu dan kenyamanan hidupnya terlebih dahulu. Impian meraih keseimbangan kerja dengan kehidupan pribadinya itu pada awal membangun bisnis bakal sulit terwujud. Sebab, tidak ada kesuksesan yang instan.

Bisnis yang baru dimulai pasti memerlukan pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, kesenangan, bahkan uang.

Setelah bisnis berjalan lancar, memiliki tim yang solid, dan sistem manajemen kerja yang tertata, seorang pengusaha baru bisa disebut memiliki kebebasan finansial dan kebebasan waktu. Dia tidak perlu datang atau mengecek bisnisnya tiap hari, karena ada orang-orang yang sudah dipekerjakan untuk menjadi kaki tangannya.

Jika perusahaan sudah sukses, peluang meraih work life balance akan lebih besar. Selain itu, pengusaha juga harus pintar membagi waktu agar waktunya tidak habis untuk mengurusi bisnis. Beberapa kendala ini mungkin akan dihadapi oleh Gen Z saat memulai bisnis;

Pertama, kurangnya pengalaman. Gen Z yang usianya relatif muda masih kurang pengalaman, sehingga masih sulit untuk memahami aspek-aspek bisnis, seperti manajemen keuangan, pemasaran, hingga manajemen tim.

Kedua, modal terbatas. Gen Z belum memiliki tabungan yang cukup untuk membangun bisnis. Selain itu, mereka juga punya keterbatasan untuk mengakses permodalan dari lembaga keuangan.

Ketiga, teknologi. Gen Z harus cepat beradaptasi dengan teknologi yang berubah dengan cepat. Mereka harus cepat belajar dan menyesuaikan dengan teknologi-teknologi baru yang relevan dengan bisnisnya.

Keempat, tuntutan kesimbangan hidup dan kerja. Gen Z cenderung memiliki harapan tinggi untuk hidup yang seimbang. Ini bisa menjadi kendala, karena bisnis yang baru dimulai membutuhkan usaha dan pengorbanan yang besar. Karena kesibukkannya, pemilik bisnis baru kadang-kadang tidak punya waktu untuk berlibur.

Kelima, jaringan dan koneksi (networking). Usia muda dan pergaulan yang masih terbatas membuat Gen Z belum memiliki koneksi yang luas di dunia bisnis. Sementara itu, membangun jaringan membutuhkan waktu yang relatif lama. Sebab itu, dia harus mau bekerja keras untuk menyakinkan pelanggan dan rekan bisnisnya.

Keberadaan media sosial dan kreatifitasnya dalam membuat konten akan sangat membantu Gen Z dalam menyakinkan pembeli. Calon pembeli yang tidak dikenal sekalipun bisa yakin dengan produk yang ditawarkan, jika mereka mampu membuat konten video dan gambar yang menarik.

Terkait kreatifitas, generasi muda saat ini dinilai sangat kreatif atau banyak akalnya. Menurut Psikolog lulusan Universitas Indonesia Tara de Thouars, kreatifitas Gen Z berbeda dengan generasi sebelumnya, termasuk Gen X dan Boomer yang menjadikan loyalitas dan kerja keras sebagai nilai utama. Gen Z menganggap pengalaman adalah segalanya.

“Mereka sebetulnya kreatif, inovatif dan sangat ambisius. Mereka open minded (berpikiran terbuka), dan ingin mencoba hal-hal baru yang sebetulnya tidak ada di generasi-generasi sebelumnya,” tuturnya kepada Antaranews, Sabtu (12/8/2023)

Baca juga artikel terkait INSIDER atau tulisan lainnya dari Suli Murwani

tirto.id - Bisnis
Kontributor: Suli Murwani
Penulis: Suli Murwani
Editor: Dwi Ayuningtyas