tirto.id - Meski dibilang boros dan sulit menabung, generasi muda ternyata suka berinvestasi di bursa saham yang high risk high return. Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada Juli 2023 sebanyak 80,44% investor di pasar modal atau sekitar 9 juta didominasi oleh Generasi Milenial dan Gen Z, dilansir dari siaran pers OJK (14/8/2023)
Mudahnya generasi muda untuk mengakses investasi secara online berperan besar dalam meningkatkan pertumbuhan investor di pasar modal. Terbukti, saat pandemi di mana mayoritas orang beraktivitas di rumah, jumlah investor ritel di pasar modal justru melesat.
Data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menyebutkan, jumlah investor ritel naik 56,2% dari 2.464.354 di tahun 2019 menjadi 3.880.753 di tahun 2020. Angkanya terus meningkat, sehingga pada Juli 2023 sudah tembus 11,42 juta investor.
Tingginya investor milenial dan Gen Z berinvestasi di bursa membuktikan bahwa mereka tergolong investor agresif yang berani memilih instrumen investasi yang risikonya tinggi. Sepadan dengan risikonya, potensi keuntungannya juga besar, sehingga disebut high risk high return.
Produk di pasar modal memiliki tujuan investasi jangka panjang (lebih dari satu tahun), seperti saham, obligasi, waran, reksa dana, Exchange Trade Fund (ETF) ,dan derivatif. Selain di bursa, generasi muda juga banyak tertarik berinvestasi di mata uang digital, seperti bitcoin, dan kripto.
Co-Founder Pluang (perusahaan platform investasi online) Claudia Kolonas yang dikutip dari laman resmi UGM mengungkapkan, mayoritas investor ritel di pasar modal itu berusia 18-35 tahun, yang artinya rata-rata masih pelajar, dan mahasiswa.
Fenomena ini menarik, sebab jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, anak muda sekarang lebih sadar investasi. Dahulu, orang mulai memikirkan investasi ketika usia 40 tahun, 50 tahun, atau usia menjelang pensiun.
Meningkatnya kesadaran berinvestasi itu sebagai dampak dari keberadaan internet yang memudahkan orang belajar investasi, baik secara online maupun melalui media sosial.
Generasi Milenial dan Gen Z yang kerap dijuluki payah dalam mengelola keuangan dan tidak bisa menabung, ternyata mereka getol berinvestasi. Saking semangat berinvestasi dengan iming-iming keuntungan tinggi dan cepat menjadi kaya, banyak yang akhirnya tertipu oleh investasi bodong.
OJK mengungkapkan, kerugian akibat investasi bodong dari tahun 2017-2022 mencapai Rp 139,03 triliun.
Kerugian dari investasi bodong tersebut sangat besar. Hal itu bisa dicegah jika generasi muda melek keuangan. Tanpa literasi keuangan yang baik, Generasi Milenial dan Gen Z rawan menjadi korban dari penipuan berkedok investasi.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, banyak anak muda ikut-ikutan investasi yang dipromosikan artis, seperti robot trading dengan iming-iming keuntungan besar, tapi ujungnya merugi.
Dalam berinvestasi, dia berpesan generasi muda jangan FOMO (Fear of Missing Out) atau untung-untungan, tetapi harus belajar memahami produk dan risiko-risikonya sebelum memutuskan berinvestasi.
“Selebriti yang suka gitu yang untung-untungan. Nanti Anda FOMO ikut, akhirnya ketipu pada produk macam-macam seperti robot trading, dan lain-lain. Nanti Anda yang rugi. Salahnya di investor utamanya, karena tidak ngerti,” kata dia dalam Siaran Pers Like It (Literasi Keuangan Indonesia Terdepan), Rabu (14/8/2023).
Hingga tahun 2022. Indeks Literasi Keuangan (ILK) atau pengetahuan dan ketrampilan mengelola keuangan masyarakat sudah mencapai 49,68 persen, sedangkan Indeks Inklusi Keuangan (IIK) atau akses pada lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan mencapai 85,10 persen. Tahun 2023, ILK ditargetkan meningkat menjadi 53%, sedangkan IIK sebesar 88 persen.
Purboyo menjelaskan, literasi dan inklusi keuangan perlu diseimbangkan agar mendukung pemulihan ekonomi dan menciptakan stabilitas pada sistem keuangan.
Penting Tabungan atau Investasi
Dalam perencanaan keuangan personal atau keluarga, tabungan dan investasi punya fungsi yang sama pentingnya. Yang membedakannya, menurut Bank OCBC dalam laman resminya adalah tujuan keuangannya, tingkat risiko, potensi profit atau keuntungan, tingkat likuiditas, dan proteksi dari inflasi.
Tujuan keuangan. Orang menyimpan tabungan di perbankan sebagai dana cadangan atau dana darurat yang bisa dipergunakan sewaktu-waktu, misal ada keluarga sakit, perbaikan kendaraan, dan lainnya. Tabungan punya tujuan keuangan jangka pendek.
Sementara itu, investasi adalah kegiatan mengembangkan uang untuk mencapai tujuan finansial dalam jangka panjang, seperti untuk membeli rumah, biaya pendidikan, hingga dana pensiun.
Tingkat risiko. Tabungan yang disimpan di bank yang dijamin pemerintah hampir tidak punya risiko rugi, bahkan jika banknya bangkrut sekalipun. Jika bank kolaps, maka LPS akan mengganti uang tabungan Anda hingga nilai Rp 2 miliar.
Sebaliknya di investasi, risikonya relatif tinggi tergantung instrumen investasinya. Jika gagal berinvestasi, maka uangnya bisa hilang. Makin tinggi risikonya, maka peluang untuk mendapatkan keuntungan investasi juga semakin tinggi (high risk high return).
Potensi profit/keuntungan. Tabungan di perbankan hanya memberikan bunga atau imbal hasil yang kecil, biasanya kisaran satu persen per tahun. Bahkan, biaya administrasi tabungan kadang-kadang lebih besar dari bunga tabungan yang diterima nasabah.
Jika berinvestasi, potensi tingkat pengembalian investasi (Return on Investment/ROI) jauh lebih besar dari tabungan, tergantung produknya. Keuntungan investasi dinilai bagus jika hasilnya lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dan melampaui angka inflasi.
Tingkat likuiditas. Tabungan adalah produk perbankan yang memiliki likuiditas tinggi. Nasabah bisa mengambil uang setiap saat. Sedangkan di investasi tidak bisa mencairkan uang setiap saat. Ada tahapan-tahapan khusus untuk bisa mencairkan dana yang diinvestasikan.
Proteksi dari inflasi. Uang tabungan akan tergerus inflasi, karena suku bunga atau imbal hasil yang diterima lebih kecil dari tingkat inflasi. Uang sebesar Rp 10 juta yang disimpan di tabungan, maka satu atau dua tahun ke depan dipastikan nilainya turun.
Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa yang berlangsung terus menerus. Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang.
Sedangkan investasi diyakini aman dari inflasi, karena keuntungan yang diterima melampaui inflasi. Investasi juga bisa memberikan keuntungan yang jauh lebih besar dari bunga tabungan. Keuntungannya bervariasi bisa lebih dari 10% per tahun, tergantung instrumen investasi yang dipilih, apakah saham, obligasi, properti atau kripto.
Meski tabungan di perbankan tidak memberi keuntungan besar bagi penabungnya, Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Dzulfian Syafrian mengatakan, tabungan selain bermanfaat untuk diri sendiri juga bermanfaat untuk perekonomian secara keseluruhan.
“Bagi ekonomi, tabungan tinggi menjadi sumber pendanaan yang murah. Suku bunga bisa ditekan, kredit bisa menjadi lebih murah dan investasi naik. Perekonomian bisa melesat karena ada tambahan darah dari tabungan,” tutur dia dilansir dari Antara.
Selain menabung, dia menambahkan, belanja juga merupakan hal yang baik bagi perekonomian. Jika orang-orang hanya fokus menabung dan tidak berbelanja, maka perekonomian akan mandek. Belanja yang tidak boleh itu adalah belanja yang melebihi batas kemampuan dan tanpa perencanaan matang.
Cara Kaya Ala Kyosaki
Keberadaan media sosial yang kontennya banyak memamerkan kekayaan influencer atau selebriti memengaruhi pola pikir generasi muda. Banyak anak muda yang ingin kaya dengan cepat, namun ujungnya justru tragis, yaitu tertipu, depresi, bahkan terjerat kasus hukum.
Robert T Kyosaki, seorang perencana keuangan, investor, pengusaha, dan penulis buku populer “Rich Dad, Poor Dad” mengajarkan cara orang bisa menjadi kaya. Hal pertama, dimulai dari pola pikir (mindset) yang benar tentang keuangan.
Dalam buku tersebut, dia menjelaskan perbedaan pandangan antara orang miskin dan orang kaya dalam masalah keuangan yang disimbolkan dengan Poor Dad dan Rich Dad.
Ayah miskin (poor dad) mengajarkan cara menjadi kaya adalah dengan belajar rajin, berprestasi, dan mendapatkan pekerjaan yang memberikan penghasilan tetap. Sedangkan ayah kaya (rich dad) mengajarkan cara menjadi kaya harus bisa menggunakan uangnya agar bisa menghasilkan keuntungan yang lebih besar lagi atau investasi.
Kyosaki sependapat bahwa literasi keuangan dan cerdas mengelola keuangan adalah penting. Berikut beberapa poin dasar terkait literasi keuangan.
Pertama, mengubah pola pikir. Pada umumnya, manusia bekerja karena ingin punya uang. Setelah punya uang, dia akan menghabiskannya untuk belanja. Orang yang punya pola pikir demikian pasti punya ketakutan saat pensiun. Karena, sumber penghasilannya tidak ada setelah bekerja. Pola pikir ini harus diubah.
Pola pikir yang ditekankan oleh Kyosaki adalah bekerja untuk belajar dan berinvestasi untuk dirinya sendiri agar terbebas dari ketakutan tidak punya uang saat tidak bekerja lagi.
Kedua, belajar literasi keuangan itu wajib. Banyak orang pintar dan berpenghasilan besar mengalami masalah finansial, karena tidak pandai mengelola keuangan. Kyosaki menjelaskan, orang kaya bisa membedakan antara aset dan beban.
Orang kaya membeli sesuatu yang berguna, sementara orang miskin banyak menghabiskan uang untuk membeli barang yang akan menjadi beban atau menimbulkan biaya di kemudian hari. Sebagai contoh, ada orang yang gemar membeli properti, namun propertinya tidak memberi penghasilan, justru memberi tambahan biaya perawatan.
Ketiga, mempelajari pajak. Belajar untuk memahami aturan perpajakan. Dengan memahami aturan pajak, seseorang bisa menginvestasikan uangnya ke instrumen-instrumen investasi yang aman dan pajaknya ringan.
Keempat, fokus pada target finansial pribadi. Kyosaki menyarankan seseorang fokus pada target kemandirian keuangan pribadi, dan tak perlu menghiraukan target orang lain. Makanya, disarankan untuk punya pengetahuan manajerial agar mampu mengelola arus kas pribadi dengan baik.
Kelima, berbisnis di luar profesi. Kyosaki menyarankan seseorang untuk merintis bisnis diluar profesi atau pekerjaan utamanya agar mendapat tambahan penghasilan. Pendapatan ekstra ini bisa dimanfaatkan untuk menambah aset yang memberinya keuntungan.
Keenam, investasi. Kyosaki menekankan pentingnya berinvestasi. Sebab, investasi akan membuat uang bekerja untuk Anda. Bukan sebaliknya, orang bekerja untuk mendapatkan uang. Investasi yang dimaksud Kyosaki bukan sekedar menempatkan uang di instrumen-instrumen investasi, tetapi juga bergaul dengan orang-orang tepat yang memberikan ilmu bermanfaat.
Menjadi kaya memang Impian banyak orang di dunia ini. Selain pola pikir kaya, orang kaya juga punya ciri-ciri mental kaya, seperti lebih suka berinvestasi daripada menabung, suka belajar atau mengembangkan diri, optimis, tidak takut bermimpi, tidak boros, berpikiran terbuka dan suka memberi atau bersedekah. Nah, apakah ciri-ciri tersebut ada di kamu?
Penulis: Suli Murwani
Editor: Dwi Ayuningtyas