tirto.id - Investasi kripto mulai digemari masyarakat sejak muncul pada 2020. Keuntungan yang berlipat ganda menjadi daya tarik para investor.
Walaupun memberikan keuntungan, investasi kripto seperti pedang bermata dua. Investasi ini bisa memberikan keuntungan tinggi tetapi dalam sekejap juga membuat buntung.
Seperti mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Altafasalya Ardnika Basya alias AAB (23) yang merugi karena investasi kripto mencapai Rp80 juta. Akibat kerugian itu, dia mencari cara untuk menutupi dengan meminjam uang kepada teman, hingga pinjaman online (pinjol). Totalnya mencapai Rp15 juta.
Tidak cukup sampai di situ, Altafasalya juga memutar otak dan mencari jalan pintas untuk membunuh juniornya Muhammad Naufal Zidan (19) di kamar indekos, Depok, Jawa Barat, Jumat (5/8/2023). Bukan menutupi utang dan untung berinvestasi, Altafasalya justru ditangkap polisi dan dibui.
Lantas bagaimana mahasiswa bisa berinvestasi tanpa merugi dan terlilit pinjaman online?
Ekonom & Financial Market Specialist Lucky Bayu Purnomo menuturkan, sebelum berinvestasi perlu mencermati terlebih dahulu risiko yang didapatkan ketika melakukan investasi, khususnya kripto. Para mahasiswa perlu menentukan sumber dana untuk berinvestasi.
Dia menjelaskan menggunakan pinjol untuk berinvestasi tidak disarankan. Sebab, hal ini akan menimbulkan perilaku 'gali lubang tutup lubang' yang dapat memberatkan keuangan.
"Kripto itu dengan risiko yang ada dalam instrumen itu seharusnya kripto itu merupakan instrumen yang tidak bisa menggunakan pinjol," bebernya.
Lucky menyarankan, sumber dana yang akan dialokasikan ke investasi benar-benar diperuntukkan untuk berinvestasi, seperti dana pribadi. Jika tidak memiliki tabungan, gunakan uang yang ada.
"Yang memang dialokasikan untuk dana darurat, artinya dana yang memang dialokasikan untuk berinvestasi seperti dana pribadi. Kalau tidak punya tabungan ya pakai duit yang ada, dan duit itu jangan duit yang buat sekolah, duit bayar kuliah, duit bayar sakit atau duit yang benar-benar dipersiapkan untuk transaksi," ungkapnya.
Lucky menjelaskan, ada beberapa instrumen yang baik untuk digunakan investasi seperti reksadana, saham, forex, komoditi, option, dan kripto. Pengurutan tersebut sudah berdasarkan resiko dari yang terendah hingga tertinggi.
"Dan masyarakat khususnya mahasiswa perlu sadar akan risiko investasi ini apalagi kripto yang mempunyai risiko lebih tinggi dibanding lainnya," bebernya.
Pemerintah Lakukan Bulan Literasi Kripto
Sementara itu, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi, Tirta Karma Senjaya mengakui, saat ini masih banyak masyarakat yang minim literasi tentang keuangan, khususnya pada investasi kripto. Sebab itu, pihaknya mengklaim selalu mengadakan bulan literasi kripto pada Februari.
"Bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat dalam berinvestasi yg sehat namun aman," ucap Tirta.
Bulan literasi kripto ini, menurut Tirta, akan terus dilaksanakan sepanjang tahun 2023. Pelaksanaan bulan literasi kripto ini nantinya akan terus disosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat baik secara luring, daring seperti di kampus, instansi, podcast, talkshow, hingga siaran radio.
Sementara itu, Tirta menilai berinvestasi yang aman harus dengan memastikan produk dan mekanisme perdagangannya. Selain itu, perlu dipastikan bahwa perusahaan telah legal.
"Dana yang digunakan adalah dana lebih yang dihasilkan secara legal dan bukan dana sehari-hari (apalagi hasil pinjol)," tambahnya.
Selanjutnya, dana yang akan diinvestasikan merupakan jenis produk yang sudah ditetapkan oleh Bappebti atau pemerintah. Kemudian, para pelaku investasi juga perlu mencermati dokumen perjanjian sebelum melakukan transaksi.
"Pelajari resiko yang mungkin timbul, karena harga yang fluktuatif dan berisiko. Dan pantang percaya janji-janji keuntungan tinggi atau tetap/fix income logis," bebernya.
Senada dengan Tirta, Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko berharap kepada masyarakat agar selalu memperhatikan legal dan logis. Legalitas perlu untuk memastikan investasi yang dilakukan aman dan tidak bodong.
Kemudian, logis yaitu calon investor harus mengedepankan rasionalitas dalam memahami perusahaan investasi. Investasi dikatakan tidak logis jika menawarkan return cepat dan keuntungan yang besar dan dengan risiko kecil.
"Itu yang sudah Bappebti coba gaungkan sejak awal tahun ini ke berbagai pihak, termasuk mahasiswa, dalam upaya sosialisasi dan literasi kripto," ungkapnya.
Dikutip dari laman Bank Indonesia, berdasarkan cointelegraph.com, ada beberapa dampak kejiwaan yang muncul dari investasi kripto. Kecanduan hingga fear of missing out (FOMO).
Berbagai media di seluruh dunia telah melaporkan beragam permasalahan mental yang terjadi kepada investor muda kripto, mulai dari depresi hingga keinginan untuk bunuh diri.
Dalam laporan Todayonline.com melaporkan, seorang investor kehilangan 40.000 dolar AS atau sekitar 90 persen dari total investasi dan sepertiga tabungan pribadinya akibat harga stablecoins Luna yang anjlok.
Ada juga investor yang kehilangan aset kripto hingga senilai Rp4,3 triliun yang menyebabkan sang investor depresi berat hingga merasa gila.
Dari beberapa kasus, para ahli kejiwaan angkat suara. Salah satu tim terapis dari New York yang menangani kecanduan kripto pada kliennya, Sternlicht dan Lin mengatakan terjadi peningkatan permintaan jasa terapi sebesar 40 persen dari klien mereka di seluruh dunia.
Investasi kripto membutuhkan kehati-hatian, mental yang kuat, memahami jenis investasi dan risikonya. Jangan lupa, jika memang memutuskan investasi di aset kripto, lakukan transaksi pada aplikasi penyedia layanan investasi kripto yang terdaftar di badan resmi.
Penulis: Intan Umbari Prihatin & Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Intan Umbari Prihatin