tirto.id - Setiap generasi punya gaya wisata yang berbeda. Jika generasi sebelumnya mengutamakan perjalanan yang nyaman, Generasi Milenial dan Gen Z lebih memilih pengalaman unik atau petualangan sebagai hal paling berharga di saat berlibur. Menemukan dan memahami perilaku mereka menjadi kunci keberhasilan dari pemasaran bisnis wisata.
Agensi travel online asal Singapura, Klook, mencoba mempelajari lebih lanjut terkait perilaku wisatawan Milenial dan Gen Z. Survei dilakukan pada 2.400 responden yang berasal dari 12 negara di Asia Pasifik, yaitu Hong Kong, Taiwan, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Korea Selatan, Jepang, Australia, Tiongkok, dan India.
Klook menemukan pengalaman menjadi mata uang baru atau sesuatu yang berharga bagi wisatawan Milenial dan Gen Z. Hampir separuh dari mereka siap menghabiskan dua kali lipat pendapatan bulanannya demi mendapatkan pengalaman.
Bagi wisatawan Gen Z, pilihannya adalah pergi besar atau pulang (Go Big or Go Home). Sederhananya, mereka ingin mendapatkan pengalaman unik, menarik, dan mengesankan dari perjalanan wisatanya.
Generasi ini memprioritaskan pengalaman mendalam sebagai faktor utama ketika merencanakan liburan, melebihi pertimbangan pilihan akomodasi dan penerbangan (transportasi). Demi pengalaman, mereka bersedia mengalokasikan anggaran fantastis.
Satu dari tiga wisatawan Milenial dan Gen Z yang disurvei Klook bersedia mengeluarkan sekitar USD2.000, setara Rp30,8 juta atau lebih (kurs Rp 15.40/USD) untuk liburan mereka berikutnya.
Lalu, bagaimana cara mereka menemukan destinasi wisata?
Lebih dari separuhnya memilih menggunakan platform online dan media sosial untuk menemukan destinasi dan pengalaman baru, dibandingkan mesin pencari dan panduan perjalanan. Meskipun Generasi Milenial masih lebih suka menggunakan mesin pencari (59%), media sosial berada di urutan kedua (55%) untuk mencari informasi.
Sembilan dari 10 Milenial dan Gen Z memeriksa ulasan online sebelum melakukan pemesanan, dan mengandalkan rekomendasi konten perjalanan di media sosial saat merencanakan liburan.
Temuan ini menunjukkan bahwa membuat konten yang layak untuk media sosial adalah hal yang paling penting bagi sebagian besar wisatawan (87%), terutama bagi wisatawan dari India, Filipina, dan China. Konten menjadi salah satu alasan utama mereka berwisata.
Mayoritas Generasi Milenial dan Gen Z di Asia Pasifik juga merencanakan liburannya. Sebanyak 65% dari mereka merencanakan liburan setidaknya dua hingga enam bulan lebih awal.
Wisatawan dengan peringkat tertinggi dalam merencanakan liburan adalah Singapura (74%) dan Australia (57%). Sementara hampir separuh wisatawan dari Tiongkok, Vietnam, dan Thailand lebih memilih merencanakan liburan dalam waktu kurang dari dua bulan.
Dari Survei Klook juga terungkap bahwa mereka cenderung memilih berwisata yang dekat rumah, yaitu 27% di dalam negeri dan 52% ke Asia Pasifik. Tiga destinasi favorit dalam daftar perjalanan mereka adalah Jepang (41%), Malaysia (33%) dan Korea Selatan (25%).
Temuan-temuan tersebut menunjukkan, meningkatnya tren penjelajah muda yang lebih fokus pada keinginan untuk mengeksplorasi dan mencari pengalaman baru dibandingkan destinasi itu sendiri. Ekspektasi wisata dari Milenial dan Gen Z ini memunculkan perubahan tren pariwisata di sepanjang tahun 2023.
Megatren Pariwisata 2023
Lalu bagaimana dengan perilaku wisatawan Indonesia?
Belum lama ini, Presiden Direktur Traveloka, Caesar Indra, dalam rilis studi terbarunya, Kamis (21/09/2023) mengidentifikasi adanya peningkatan wisatawan perempuan dan Gen Z di Indonesia. Kemudian, juga terdapat perubahan perilaku wisata, yang sebelumnya pergi dalam kelompok besar menjadi berwisata dalam kelompok yang lebih kecil (intim).
Sementara itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menemukan perubahan perilaku yang lain.
Dampak dari pandemi Covid -19 telah mengubah perilaku berwisata masyarakat. Lama tidak bisa berwisata, muncul fenomena revenge tourism atau wisata balas dendam.
Aktivitas berlibur kini menjadi prioritas penting, sehingga mereka rela untuk menaikan anggaran berliburnya. Alhasil, ini melahirkan Empat Tren Besar Pariwisata Tahun 2023.
Pertama, “End of Ambition.” Terjadi perubahan paradigma dalam bekerja. Orang tidak ingin hidupnya hanya disibukkan untuk bekerja. Mereka mengutamakan fleksibilitas dalam bekerja dan healing untuk menyegarkan badan dan pikiran. Tren ini akan mendorong popularitas wellness tourism (wisata kebugaran).
Kedua, “Embellished Escapism.” Masyarakat ingin pengalaman wisata yang berbeda dan unik. Misal, dengan mengoptimalkan destinasi sport tourism (wisata olahraga) di berbagai daerah.
Ketiga, “Always in Doubt.” Wisatawan mulai skeptis dan benar-benar melihat rating dan ulasan pada setiap destinasi wisata yang dikunjungi. Wisatawan ingin mencari informasi perjalanan yang benar-benar jelas dan terpercaya. Hal ini menuntut pelaku pariwisata untuk lebih jujur dan meningkatkan kualitas pelayanan.
Keempat, “Polycentric Lifestyle.” Wisata yang menarik adalah menonjolkan ciri khas, keunikkan, daya tarik seni, budaya, dan keindahan alam dari setiap daerah yang dikunjungi.
Kemenparekraf tahun ini menargetkan 8,5 juta wisatawan mancanegara berkunjung ke Indonesia. Di era digitalisasi, peran Agen Travel Online dalam mendatangkan wisatawan dan menggerakkan perekonomian dinilai sangat penting.
Peran Agen Travel Online dalam Ekonomi Dunia
Bagaimana platform online berkontribusi terhadap perekonomian?
Menurut WTTC (World Travel & Tourism Council) atau Asosiasi Perjalanan dan Pariwisata Dunia, yang beranggotakan lebih dari 200 pimpinan perusahaan pariwisata di dunia, industri perjalanan dan pariwisata menyumbang Pendapatan Domestik Bruto (PDB) terbesar kedua di dunia. Platform online memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi.
Penetrasi ponsel pintar yang tinggi telah mendorong pertumbuhan agen perjalanan online yang fenomenal, dimana 45 persen pemesanan perjalanan wisata dilakukan secara daring.
Data World Economic Forum (WEF) menyebut, digitalisasi di sektor penerbangan dan pariwisata antara tahun 2016-2025 diperkirakan akan menambah nilai industri sebesar USD305 miliar, setara Rp4.697 triliun. Dari jumlah tersebut sekitar 32,8% yakni sebesar USD100 miliar atau setara Rp1.540 triliun akan berasal dari platform online.
Kemudian, studi Oxford Economics tentang dampak Agen Travel Online terhadap ekonomi di Kawasan Eropa di tahun 2019-2021 menemukan bahwa platform perjalanan daring menyumbang tambahan 134 juta kamar per malam dan mendukung 566 ribu perkerjaan di tahun 2019, 238 ribu pekerjaan di tahun 2020 dan 243 ribu pekerjaan di tahun 2021.
Di Asia Pasifik, Agen Travel Online berkontribusi menumbuhkan perekonomian sebesar EUR15,5 miliar dan 975 ribu pekerjaan.
Selain itu, setelah digitalisasi, orang-orang kini mulai menjelajahi destinasi yang sebelumnya kurang dijamah. Pilihan destinasi wisata yang unik, seperti lokasi letusan gunung berapi, menginap di hotel es, dan berlayar ke Antartika dengan kapal pesiar telah mengubah imajinasi menjadi kenyataan.
Studi dari Oxford Economics juga mencatatkan temuan senada, di mana Agen Travel Online membantu pelancong menemukan destinasi wisata di kawasan pedesaan yang selama ini tidak diketahui. Tahun 2019, total penjualan melalui platform online untuk destinasi pedesaan meningkat lebih dua kali lipat menjadi 38%.
Pencarian perjalanan wisata juga bisa dilakukan sendiri. Hanya dengan sekali klik, orang dapat dengan mudah memesan tiket pesawat, hotel, tamasya, bahkan tour virtual dari objek wisata yang akan dikunjungi sebelum memutuskan untuk pergi dan tanpa dikenakan tambahan biaya.
Keberadaan Agen Travel Online, diantaranya Traveloka, tiket.com dan booking.com telah membuat bepergian menjadi begitu mudah, sehingga warga lanjut usia dan penyandang disabilitas pun tidak takut untuk menempuh jarak jauh.
Peran Traveloka di Industri Pariwisata Asia Tenggara
Studi Traveloka yang dirilis baru-baru ini mengungkapkan perusahaan memberikan kontribusi penting terhadap sosial, lingkungan, dan ekonomi di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam, yang merupakan wilayah operasi utamanya.
Sebagai platform perjalanan terkemuka di Asia Tenggara, Traveloka mendorong tumbuhnya ekonomi pariwisata dan menciptakan lapangan kerja di kawasan itu. Meskipun kontribusi ekonomi utama Traveloka berada di sektor pariwisata, kegiatannya juga meluas ke sektor-sektor ekonomi lain, seperti pertanian dan energi.
Traveloka juga berperan dalam mendorong peningkatan Gross Value Added (GVA) Indonesia dalam kurun waktu empat tahun, yang mencapai sekitar USD10 miliar dollar AS, setara Rp154 triliun di tahun 2019-2022. Dari jumlah tersebut, sektor pariwisata menyumbang lebih dari USD4,5 miliar, setara Rp69,3 triliun.
Presiden Direktur Traveloka Caesar Indra mengatakan, studi PwC Indonesia ini untuk pertama kalinya mengukur kontribusi Traveloka yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia melalui inovasi, mendorong pertumbuhan bisnis lokal, dan penciptaan lapangan kerja. Traveloka juga berkomitmen untuk mengembangkan pariwisata berkelanjutan.
Traveloka yang memperluas pangsa pasar ke beberapa negara di Asia adalah pemimpin pasar platform online dengan pangsa pasar diperkirakan lebih dari 50%.
Direktur PwC Indonesia Julian Smith menambahkan, keberadaan Traveloka juga memungkinkan para mitranya di Indonesia untuk membuka akses ke konsumen global dan berinovasi untuk mendapatkan pendapatan dari beragam sumber.
Sebanyak 86% pelaku usaha yang berpartisipasi dalam studi PwC setuju bahwa Traveloka telah membantu mempercepat pertumbuhan bisnis mereka di sektor perjalanan dan wisata, makanan dan minuman, serta gaya hidup. Para responden melaporkan rata-rata pertumbuhan penjualan sebesar 50 hingga 75% setelah bermitra dengan Traveloka.
Selain itu, 67% bisnis yang berbasis di destinasi yang belum banyak dikenal melaporkan adanya tren positif dalam hal kunjungan ke bisnis mereka setelah bermitra dengan Traveloka. Sebanyak 77 persen responden setuju bahwa Traveloka telah membantu mempromosikan pariwisata domestik dan 62 persen setuju telah membantu meningkatkan daya saing mereka.
Penulis: Suli Murwani
Editor: Dwi Ayuningtyas