tirto.id - Secara demografi, para pemilih muda dari generasi milenial dan Gen Z kini muncul sebagai kekuatan berpengaruh dalam politik Amerika. Para analis mengatakan orang-orang muda ini bisa menentukan hasil pemilihan presiden, bukan karena usia mereka, namun karena siapa mereka.
Tahun ini, sekitar 8 juta orang muda akan berusia 18 tahun dan berhak memilih. Secara keseluruhan, diperkirakan 41 juta anggota generasi Z – yaitu mereka yang berusia di bawah 27 tahun – akan dapat memberikan suara pada pemilihan presiden 2024. Bersama generasi milenial, mereka memiliki peran krusial dalam menentukan siapa pemenang pemilihan presiden tahun ini.
William Frey, pakar demografi dari organisasi pemikir Brookings Institution, mengatakan, “Populasi generasi muda ini memiliki ras yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan populasi generasi baby boomer, generasi yang lebih tua.”
Menurut pakar komunikasi dari Tufts University, Alberto Medina, latar belakang mereka juga sangat beragam.
“Jadi, hampir setengah dari generasi muda Gen Z adalah generasi muda kulit berwarna — sekitar seperlima dari mereka mengidentifikasi diri sebagai LGBTQ. Jadi, tahukah Anda, kita berbicara tentang generasi yang sangat beragam, tidak hanya dalam hal identitas mereka, tetapi juga dalam hal latar belakang, pengalaman, dan pandangan mereka,” jelas Medina sebagaimana dikutip VOA Indonesia.
Secara historis, jumlah pemilih muda selalu lebih rendah dibandingkan dengan jumlah pemilih yang berusia tua. Namun, Gen Z menunjukkan dirinya lebih aktif secara politik daripada generasi lain pada usia ini.
Medina mengatakan, “Jadi, salah satu berita besar dalam siklus-siklus pemilu baru-baru ini sebenarnya adalah peningkatan besar dalam jumlah pemilih muda. Kami memperkirakan 39 persen dari mereka memberikan suara pada 2016 dan 50 persen pada 2020.”
Terkait dengan pemilu paruh waktu generasi muda saat ini juga lebih aktif dibandingkan generasi-generasi sebelumnya. Pemilu paruh waktu adalah pemilihan anggota Kongres dan dilakukan pada pertengahan masa jabatan empat tahun presiden. Statistik menunjukkan, 28,4 persen Gen Z memberikan suara mereka dalam pemilu paruh waktu pertama pada tahun 2022 -- lebih tinggi tiga persen daripada generasi milenial pada tahun 2006 dan generasi X pada tahun 1990.
Medina mengatakan pemilih muda termotivasi oleh isu-isu yang menyentuh mereka secara langsung, seperti penembakan di sekolah dan perekonomian.
“Kita sebenarnya berbicara tentang generasi muda yang telah menyadari, Anda tahu, kekuatan mereka, keinginan mereka untuk melakukan perubahan dan telah mewujudkan hal tersebut baik di tempat pemungutan suara maupun di luar itu,” jelasnya.
Pada pemilu paruh waktu tahun 2022, kaum muda secara keseluruhan lebih sering memilih kandidat dari Partai Demokrat ketimbang kandidat dari Partai Republik. Dan jumlah perempuan muda yang memilih Partai Demokrat tercatat lebih tinggi daripada laki-laki muda.
Frey dari Brookings mengatakan, “Dan jika Kamala Harris bisa mengajak mereka untuk memilih, mereka mungkin akan memberikan suara yang lebih kuat untuknya dibandingkan, Anda tahu, yang mungkin terjadi pada Joe Biden.”
Para analis mengatakan bahwa tanpa suara generasi muda, Partai Republik mungkin bisa memenangkan semua kontes pada pemilu paruh waktu 2022. Menjelang pemilihan presiden AS pada 2024, jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan Wakil Presiden Kamala Harris mengungguli mantan presiden Donald Trump di antara para pemilih termuda, dengan rasio 3 banding 2.
Sumber: VOA Indonesia
#voaindonesia