Menuju konten utama

Ganjil Genap DKI saat PSBB Dinilai Berpotensi Picu Klaster Baru

Kebijakan Dishub DKI yang memberlakukan ganjil genap mulai Senin (3/8) berpotensi picu munculnya klaster transmisi Corona di transportasi publik.

Ganjil Genap DKI saat PSBB Dinilai Berpotensi Picu Klaster Baru
Sejumlah anggota Kepolisian membentangkan spanduk sosialisasi pemberlakuan kembali ganjil genap di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (2/8/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/pras.

tirto.id - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jakarta Raya mengkritik kebijakan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI yang kembali memberlakukan ganjil genap pada tanggal 3 Agustus 2020 saat pandemi COVID-19.

"Pemberlakuan ganjil genap di tengah kenaikan angka COVID-19 yang terus naik di Jakarta merupakan keputusan yang tergesa-gesa dan tidak memiliki perspektif yang utuh tentang kebencanaan,” kata Kepala Ombudsman Jakarta Raya, Teguh Nugroho melalui keterangan tertulisnya, Senin (3/8/2020).

Ombudsman menengarai tingginya angka pelaju dari wilayah penyangga Jakarta yang menyebabkan kemacetan di jam-jam sibuk. Lalu penumpukan penumpang di transportasi publik karena disebabkan oleh ketidakpatuhan instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD juga perusahaan swasta dalam membatasi jumlah pegawainya yang harus masuk bekerja.

Berdasarkan data Pemprov DKI dan Polda Metro Jaya, angka kepadatan lalu lintas pada jam sibuk di ruas tol Jakarta dan jalan dalam kota mencapai 96 persen dari sebelum pandemi.

Sementara PT KCI juga mencatatkan pertumbuhan penumpang Commuter Line mencapai angka 47 persen per minggunya. Pada bulan Juli 2020, tercatat angka tertinggi mencapai 420.000 penumpang/hari atau mendekati 50 persen dari total penumpang harian sebelum pandemi berlangsung.

Angka ini pun belum mencakup para pelaju yang mempergunakan kendaraan roda dua sebagai alat transportasi harian mereka ke tempat kerja.

Menurut Ombudsman, masalah utama dalam kepadatan lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya adalah tingginya jumlah pelaju yang berangkat dan pulang dari tempat kerja.

“Kami memperkirakan dengan total penggabungan angka pelaju pengguna Commuter Line, kendaraan pribadi roda empat dan roda dua. Jumlah warga yang berangkat dan pulang dari tempat kerjanya di atas angka 75 persen," terangnya.

Maka dari itu, dia meminta agar Pemprov DKI membatasi jumlah pelaju yang berangkat dan pulang kerja ke Jakarta. Itu hanya mungkin dilakukan jika pemprov secara tegas membatasi jumlah pegawai dari instansi pemerintah, BUMN, BUMD dan swasta yang bekerja di Jakarta.

Memberlakukan ganjil genap tanpa didahului melakukan pengawasan dan penindakan terhadap instansi hanya akan mengalihkan para pelaju dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi publik.

"Kebijakan Dishub DKI yang memberlakukan ganjil genap pada hari Senin, 3 Agustus 2020 jelas mendorong munculnya klaster transmisi Corona ke transportasi publik," jelas dia.

Dishub juga tidak tanggung-tanggung mewacanakan pemberlakukan ganjil genap tersebut, mungkin saja diberlakukan 24 jam dan melibatkan pengguna kendaraan roda dua.

Teguh memandang, apabila kebijakan ganjil genap diberlakukan sementara pengawasan dan penegakan aturan pembatasan kerja karyawan belum menunjukan hasil yang memadai, maka yang akan terjadi adalah penumpukan penumpang yang mengular di stasiun-stasiun Commuter Line.

"Kebijakan tersebut berpotensi penyebaran COVID-19 di Commuter Line," tuturnya.

Baca juga artikel terkait GANJIL GENAP atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali