Menuju konten utama

Fenomena Busa Hitam Subang: Antara Awan, Limbah, dan Bahaya

Fenomena busa hitam yang melayang di langit Subang bukan awan alami, melainkan limbah industri yang terbawa angin dan berpotensi membahayakan warga.

Fenomena Busa Hitam Subang: Antara Awan, Limbah, dan Bahaya
Gumpalan diduga limbah hitam yang jatuh di Subang dan sempat dikira sebagai awan hitam. Dok: Subang Info.

tirto.id - Warga Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, dibuat geger oleh kemunculan fenomena aneh berupa gumpalan busa berwarna hitam yang melayang di langit. Gumpalan tersebut perlahan turun dan menutupi area persawahan serta sebagian permukiman warga pada Selasa (28/10/2025).

Pada awalnya, warga mengira benda itu merupakan awan gelap. Namun, setelah didekati, mereka mencium bau menyengat yang menyerupai limbah industri. Sejumlah warga menduga busa hitam tersebut berasal dari aktivitas industri di sekitar wilayah Subang yang terbawa angin.

“Tampak seperti awan gelap, tapi setelah dilihat dari dekat ternyata busa yang baunya mirip kotoran atau limbah,” ungkap salah seorang warga di media sosial, dikutip dari unggahan akun subang.info, salah satu akun jaringan kolaborasi Tirto.id, pada Rabu (29/10/2025).

Apa penjelasan ilmiah soal fenomena ini?

Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dr. Ardhasena Sopaheluwaka, menjelaskan fenomena gumpalan hitam tersebut tak seperti benda yang secara alami berada di atmosfer.

“Sepertinya bukan hidrometeor atau obyek alami di atmosfer. Lebih merupakan polutan yang tersuspensi ke atas,” ujarnya kepada Tirto, Jumat (31/10/2025).

Sementara itu Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung, Teguh Rahayu, juga sependapat. Dia mengatakan, hasil kajian awal dari aspek meteorologi (data), fenomena tersebut tidak termasuk dalam kejadian alam yang disebabkan oleh proses cuaca, awan, maupun aktivitas atmosfer lainnya.

Teguh menyebut fenomena yang tampak berupa gumpalan hitam tersebut lebih mungkin berasal dari aktivitas di permukaan bumi. Kepada kumparan, dia mengatakan, contohnya dari proses industri, reaksi kimia limbah, atau aktivitas manusia lainnya, yang menyebabkan terbentuknya busa atau material ringan yang kemudian terangkat oleh angin.

Analisis serupa juga disebut oleh Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena.

Busa putih menyelimuti sungai di Surabaya

Foto udara gumpalan busa putih mengapung di permukaan sungai di Kalisari Damen, Surabaya, Jawa Timur, Senin (20/10/2025). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/YU

Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Ardhi Adhary Arbain, sependapat dengan penjelasan BMKG. Dia mengatakan gumpalan hitam yang muncul di langit Subang kemungkinan besar berasal dari limbah industri di permukaan air yang terbawa angin.

Kepada Tirto, Ia menjelaskan bahwa fenomena tersebut dikenal dengan istilah foam clouds atau awan busa. Hal ini umumnya terjadi akibat tingginya konsentrasi surfaktan, yaitu zat yang menurunkan tegangan permukaan air sehingga memicu terbentuknya busa dalam jumlah besar.

“Sumbernya bisa dari deterjen, material organik atau limbah lainnya. Bila angin cukup kuat (misal di atas 5 m/s), busa ini bisa terangkat ke udara hingga puluhan atau ratusan meter jauhnya,” saat Tirto hubungi, Jumat (31/10/2025).

Ardhi menambahkan bahwa fenomena serupa juga pernah terjadi di beberapa negara, seperti di Sungai Yamuna, India, dan Bogotá, Kolombia. Kejadian busa limbah industri terangkat ke udara dan menimbulkan pemandangan menyerupai awan juga terjadi di sana.

Kejadian di India terjadi pada 18 Oktober 2024. Sebuah lapisan busa putih terlihat mengapung di permukaan Sungai Yamuna di Kalindi Kunj, Delhi. Busa tersebut terbentuk akibat tingginya kandungan fosfat di Sungai Yamuna, yang dapat menimbulkan masalah pada kulit dan saluran pernapasan.

Fenomena serupa juga terjadi di Kolombia, pada tahun 2022, ketika gumpalan besar busa beterbangan di wilayah Mosquera, pinggiran ibu kota Bogotá. Busa ini meninggalkan bau menyengat dan menimbulkan masalah kesehatan bagi penduduk setempat.

Bagaimana Dampak bagi Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan?

Terkait dampak fenomena tersebut, Ardhi menjelaskan jika benar sumber busa berasal dari limbah pabrik, akan jadi bahaya bagi masyarakat sekitar. Sebab kangandungan racun dan zat berbahaya lainnya dapat terpapar ke warga. Selain itu, jika busa mengenai tanaman, misalnya di kebun atau sawah, tanaman tersebut bisa rusak atau bahkan mati.

Per Kamis (30/10/2025), seturut pemberitaan Kompas.com, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat mengungkapkan bahwa busa limbah yang sempat bertebaran hingga ke permukiman warga di Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, diketahui berasal dari pabrik PT Dame Alam Sejahtera yang berlokasi di Kabupaten Karawang.

Kepala DLH Jawa Barat, Ai Saadiyah Dwidaningsih, menjelaskan bahwa perusahaan tersebut bergerak di bidang pengangkutan, pengumpulan, serta pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3).

"Berdasarkan hasil penelusuran, busa tersebut berasal dari limbah perusahaan pengangkut, pengumpul, dan pengemanfaat LB3 berskala nasional," ujar Ai, Kamis (30/10/2025).

Air KBT tercampur limbah busa

Warga menjala ikan di Pintu Air 3 Kanal Banjir Timur (KBT) yang tercampur limbah busa di Marunda, Jakarta Utara, Kamis (19/6/2025). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah

Dia menambahkan, dugaan sementara, busa tersebut merupakan bagian dari kejadian kebakaran yang terbawa angin ke arah wilayah Subang. Ia menjelaskan kondisi cuaca turut memperparah penyebaran busa tersebut. Dalam beberapa hari terakhir, wilayah sekitar pabrik tidak mengalami hujan, sehingga busa kemungkinan besar terbawa angin hingga mencapai area permukiman warga.

Meski demikian, hasil pemeriksaan petugas di lapangan menunjukkan bahwa busa tersebut tidak menimbulkan bau menyengat.

"Busa tidak berbau, sudah disiram dengan air, karakteristiknya ada bagian seperti minyak. Kemudian gelembung tidak mudah pecah. Pada saat dilakukan verifikasi lapangan, busa tersebut sudah tidak ada," tutur Ai.

Bahaya kandungan surfaktan

Pakar Global Health Security dari Griffith University, dr. Dicky Budiman, menilai penting untuk memastikan sumber dari busa tersebut, apakah benar berasal dari limbah industri yang terbawa udara lalu mengendap di permukaan tanah? Jika benar demikian, menurutnya, fenomena ini merupakan bentuk pencemaran lingkungan lanjutan.

“Kalau BRIN mengatakan fenomena ini sebagai form cloud akibat tingginya konsentrasi surfaktan. Surfaktan ini zat aktif permukaan dalam permukaan air yang terbawa angin atau surfaktan ini zat yang menurunkan tegangan permukaan air sehingga busa mudah terbentuk," ujar Dicky memberi penjelasan ke Tirto, Jumat (31/10/2025).

"Dan umumnya konsentrasinya tinggi di air limbah industri. Surfaktan ini bisa menghasilkan busa yang sangat banyak dan stabil,” tambah dia.

Lebih lanjut, Dicky menjelaskan bahwa surfaktan memiliki produk degradasi yang dapat mengganggu ekosistem dan fungsi organisme hidup. Berdasarkan berbagai literatur, paparan surfaktan bisa terjadi melalui udara atau kontak langsung, dan berpotensi menimbulkan risiko kesehatan bagi manusia.

“Kalau busa itu mengandung bahan kimia yang mudah terbawa ke udara misalnya aerosol, partikel kecil dari permukaan air yang berbusa ya maka penduduk sekitar bisa menghirup partikel atau uap itu. Dan surfaktan tinggi dalam air itu dapat menyebabkan iritasi kulit mata saluran nafas. Baik itu melalui kontak langsung atau inhalasi atau terhirup di inhalasi itu,” ujarnya.

Sungai berselimut busa putih di Surabaya

Gumpalan busa putih menyelimuti sungai di Kalisari Damen, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (24/7/2024)ANTARA FOTO/Didik Suhartono/aww.

Selain itu, Dicky menambahkan bahwa busa yang mencemari saluran air atau tanah berpotensi menimbulkan kontaminasi pada tanaman, sayuran, dan sumber air minum lokal, yang masuk ke rantai pangan masyarakat. Hal ini meningkatkan risiko paparan jangka panjang terhadap bahan kimia berbahaya.

“Kemudian literatur juga membuktikan surfaktan di air itu bisa mengganggu mikroorganisme air karena menurunkan oksigen terlarut dan ini yang berdampak pada kualitas air,” ujarnya.

Ia memperingatkan bahwa paparan surfaktan dalam konsentrasi tinggi dan jangka panjang dapat berisiko mengganggu organ penting seperti hati dan ginjal. Karena itu, fenomena ini harus dipandang sebagai isu kesehatan lingkungan dan keamanan kesehatan global.

“Meskipun belum banyak data spesifik mengenai fenomena foam cloud ini, prinsipnya bahan kimia industri yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan. Inilah sebabnya fenomena ini menjadi isu kesehatan lingkungan sekaligus keamanan kesehatan global,” ujarnya.

Dicky menambahkan, penampakan busa akibat surfaktan industri menunjukkan adanya kegagalan sistem pengelolaan limbah cair industri, yang dampaknya bisa bersifat lintas wilayah karena terbawa air, angin, atau sedimentasi.

“Ini bagian dari aspek ketahanan kesehatan karena polusi industri itu bisa memicu wabah penyakit lingkungan, menurunkan produktivitas masyarakat, berpotensi menyumbang beban penyakit yang tidak terduga. Ini kalau dibiarkan kejadian semacam ini) dapat menjadi preseden untuk kejadian yang lebih besar. Misalnya kebocoran bahan kimia industri yang skala besar. Nah ini yang bisa menjadi satu situasi darurat,” ujarnya.

Rekomendasi Pengendalian

Sebagai langkah cepat, Dicky merekomendasikan agar dilakukan pengambilan sampel busa, air permukaan, air irigasi, tanah, serta udara di area terdampak untuk mengetahui kandungan kimia spesifiknya, seperti jenis surfaktan, logam berat, atau senyawa organik volatil. Selain itu, pemantauan kesehatan warga, terutama kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, petani, dan ibu hamil, perlu segera dilakukan.

“Pemerintah daerah dengan instansi kesehatan ini harus memberikan literasi segera pada publik. Misalnya, hindari menyentuh busa, jika terkena busa, segera bilas dengan air bersih,” ujarnya.

Ia juga menegaskan pentingnya menghentikan sementara sumber pencemaran, jika terbukti berasal dari limbah industri, serta memastikan penanganan limbah dilakukan dengan benar agar tidak membahayakan lingkungan lebih lanjut.

“Fenomena busa hitam di langit dan persawahan Subang bukan sekadar pemandangan aneh, tetapi bisa menjadi tanda bahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan," tutur Dicky.

"Jika terbukti berasal dari limbah industri dengan kandungan surfaktan dan bahan kimia tinggi, maka potensi risiko kesehatan mulai dari iritasi kulit dan pernapasan hingga gangguan jangka panjang sangat mungkin terjadi,” tambahnya.

Baca juga artikel terkait LIMBAH B3 atau tulisan lainnya dari Alfitra Akbar

tirto.id - News Plus
Reporter: Alfitra Akbar
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Alfons Yoshio Hartanto