tirto.id - Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, merespons kritikan terhadap penulisan ulang sejarah Indonesia dalam 10 jilid yang digarap oleh kementeriannya. Dia mengatakan bahwa sejarah harus ditulis oleh sejarawan akademisi, tidak boleh ditulis oleh aktivis, politisi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
“Jadi yang menulis sejarah ini kan sejarawan ya, sekali lagi bukan aktivis, bukan politisi, bukan LSM,” ujar Fadli Zon setelah memberikan arahan dalam acara retret gelombang kedua pejabat daerah di IPDN Jatinangor, Kabupaten Sumedang, pada Selasa (24/6/2025).
Fadli Zon juga bilang, proyek penulisan sejarah ulang bukan untuk menulis tentang sejarah hak asasi manusia, akan tetapi sejarah Indonesia.
“Nah yang menulis ini adalah para sejarawan yang profesional yang memang dia belajar sejarah ada metodologi, ada historiografinya, dan bagaimana mereka menganalisis gitu kalau sejarah itu ditulis oleh aktivis, oleh politisi ya pasti sesuai dengan kepentingannya dong,” katanya.
Menurutnya penulisan ulang sejarah dibutuhkan, karena yang sudah ada, belum memuat tentang perjalanan bangsa.
Fadli menerangkan, penulisan sejarah ini mengambil bahan dari buku-buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI) sebelumnya. Seperti buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI) yang ditulis oleh Nugroho Notosusanto dan Sartono Kartodirjo yang mulai terbit tahun 1974 dan terakhir terbit tahun 1984.
Buku tersebut terakhir dimuktahirkan datanya hingga tahun 2008. Fadli menjelaskan, selama 26 tahun Indonesia tidak pernah menulis sejarah tenang perjalanan bangsa. Proyek penulisan sejarah 10 jilid ini dimulai dari prasejarah hingga awal pelantikan Presiden Prabowo Subianto.
“Kami tidak menulis sejarah dari nol. Kami melanjutkan apa yang tidak ditulis. Jadi menurut saya dengan keahlian itu sudah cukup waktu, jadi jangan alas an yang aneh-aneh,” ujar Fadli Zon.
Fadli Zon turut menjelaskan alasan pemilihan kata ‘terminologi awal mula sejarah’ untuk menggantikan kata prasejarah. Menurutnya, prasejarah dianggap sebagai terminologi lama bahwa sejarah hanya ada saat abad keempat.
“Para penulis kita [peneliti sejarah ulang] menganggap kita dari jaman 1,8 juta tahun yang lalu sudah ada sejarah,” kata dia.
Fadli Zon menyebutkan, pada periode tersebut manusia telah meninggalkan jejak peradaban. Misalnya saja, membuat kapak batu, membuat bola-bola batu, membuat busur, dan lain-lain.
“Membuat segala macam, jadi sudah ada budaya, sudah ada sejarah jadi itu perbedaannya,” jelas Fadli Zon.
Dia kemudian membeberkan tim penyusun yang terlibat adalah sebanyak 113 sejarawan. Tim tersebut berasal dari 43 perguruan di seluruh Indonesia yang terdiri dari doktor, professor, dan guru besar.
Menteri Fadli Zon menyebut, proses penulisan sejarah ulang ini telah memasuki 70 persen. Dia menegaskan, penulisan sejarah ini tidak spesifik membicarakan periode-periode tertentu namun membahas secara keseluruhan.
Setelah selesai buku 10 jilid sejarah ulang ini, Kementerian Kebudayaan akan menyelenggarakan diskusi publik secara terbuka.
Penulis: Akmal Firmansyah
Editor: Siti Fatimah
Masuk tirto.id


































