tirto.id - Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menegaskan bahwa rencana Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung di Danau Singkarak, Sumatera Barat, mengalami penundaan.
Proyek yang disebut akan menjadi PLTS Terapung terbesar di Sumatera itu dinilai masyarakat akan memperburuk kondisi danau, termasuk habitat ikan bilih.
"Ini yang Singkarak rada delay, karena ada tentangan dari masyarakat di sekitar. Singkara itu di Danau Singkara di Sumatera Barat ya, nah ini saya sudah membahas terus bagaimana cara solusinya, karena ternyata PLTS Apung itu sedikit mengganggu," kata Eniya saat sambutan di acara Indonesia Solar Summit 2025, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (11/9/2025).
Meski demikian, Eniya meyakinkan bahwa proyek tersebut tidak akan merusak ekosistem air danau. Terlebih, PLTS tersebut merupakan satu-satunya PLTS di Sumatera yang paling dinantikan.
"(Pembangunan PLTS) tidak mengganggu ekosistem di perairan. Singkara satu-satunya (PLTS) yang kita tunggu karena pertama di Sumatera. Jadi serempak kita untuk menyuarakan bahwa PLTS itu tidak mengganggu lingkungan, pada saat di atas permukaan air juga malah mendukung keramba, jadi ikan-ikan itu juga lebih senang di situ," ujarnya.
Dari segi teknologi, Eniya menilai pembangunan PLTS tersebut bisa mendapatkan intensitas cahaya yang besar, dan permukaan air relatif lebih dingin sehingga perbedaan temperatur mendukung efisiensi energi yang lebih tinggi di permukaan solar cell itu sendiri.
"Intinya menguntungkan kalau kita letakkan di atas permukaan air. Nah potensi Indonesia sangat besar sekali, di sini paling besar itu Sumatera, potensinya 1,2 gigawatt," paparnya.
Adapun PLTS Terapung Singkarak direncanakan akan berdiri di atas 0,33 persen total luas danau tersebut, serta menggunakan 1,69 persen total luas permukaan waduk.
Saat beroperasi, listrik plts tersebut akan disalurkan melalui interkoneksi 150 kV ke GI Padang Panjang 150 kV. Sementara itu, PLTS Terapung Saguling berada di Kabupaten Bandung Barat. Adapun energi listrik yang dihasilkan akan dialirkan melalui interkoneksi 150 kV ke GI Rajamandala.
PLTS telah masuk dalam berbagai perencanaan energi nasional, baik dalam peta jalan NZE 2060 maupun dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang disusun oleh PLN. Namun, realisasi dan implementasinya belum sejalan dengan ambisi yang tertulis.
Target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 pun tampaknya sulit tercapai tanpa lompatan signifikan dalam adopsi PLTS di berbagai lini, mulai dari rumah tangga, kawasan industri, hingga pembangkit skala besar.
Pemerintah akhirnya menyiapkan strategi untuk mempercepat pemanfaatan energi surya sebagai sumber energi bersih di Indonesia, yakni melalui PLTS Atap dan PLTS Terapung. Hingga Juni 2025, kapasitas terpasang PLTS Atap tercatat sekitar 495 MW dari 10.700 pelanggan PLN.
Penulis: Natania Longdong
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id







































