Menuju konten utama

DPR Tolak Wacana Penarikan Iuran Pariwisata ke Penumpang Pesawat

Sigit sebut penarikan iuran yang akan dimasukkan dalam komponen perhitungan harga tiket pesawat berpotensi langgar UU 1/2009.

DPR Tolak Wacana Penarikan Iuran Pariwisata ke Penumpang Pesawat
Penumpang menaiki pesawat di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (16/1/2024). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wpa.

tirto.id - Anggota Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo, menyatakan, menolak rencana pemerintah untuk mengenakan iuran pariwisata kepada penumpang pesawat. Menurut Sigit, penarikan iuran yang akan dimasukkan dalam komponen perhitungan harga tiket pesawat itu berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

“Selain membebani penumpang karena otomatis akan membuat tarif makin melambung, juga berpotensi melanggar UU," kata Sigit dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/4/2024).

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan, Pasal 126 UU Penerbangan menyebut bahwa penetapan tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi dihitung berdasar komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tuslah/tambahan (surcharge).

Adapun yang dimaksud biaya tuslah/tambahan (surcharge) dalam UU ini adalah biaya yang dikenakan karena terdapat biaya-biaya tambahan yang dikeluarkan oleh perusahaan angkutan udara di luar perhitungan penetapan tarif jarak, antara lain biaya fluktuasi harga bahan bakar (fuel surcharge) dan biaya yang ditanggung oleh perusahaan angkutan udara. Sebab, pada saat berangkat atau pulang penerbangan tanpa penumpang, misalnya pada saat hari raya.

“Perlu diingat, iuran pariwisata yang akan diterapkan pemerintah itu jelas tidak termasuk pajak yang bisa dibebankan kepada penumpang dalam tarif tiketnya. Pajak dan iuran itu maknanya sudah berbeda jauh. Di dalam UU Penerbangan sendiri tidak ada terminologi iuran pariwisata. Pemerintah jangan konyol karena ini jelas berpotensi melanggar UU,” ucap Sigit.

Lebih lanjut, Sigit mengatakan penetapan tarif tiket pesawat juga harus memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat sebagaimana diatur UU Penerbangan. Sigit menyinggung data BPS perihal daya beli masyarakat yang sedang tidak baik-baik saja.

“Setiap penumpang pesawat sudah dikenakan passenger service charge (PSC) kalau dipaksa lagi mau menarik iuran pariwisata, itu sama saja penumpang dikenakan tambahan biaya double. Dan tidak semua penumpang naik pesawat untuk keperluan wisata," tutur Sigit.

Oleh karena itu, Sigit mengatakan penarikan iuran pariwisata itu tidak layak untuk diterapkan dan meminta pemerintah membatalkan rencana tersebut.

“Dengan Tarif pesawat yang sekarang saja rakyat sudah banyak yang mengeluh, apalagi nanti kalau ditambah komponen iuran pariwisata. Jadi, sekali lagi saya tegaskan menolak rencana ini. Setop membebani masyarakat,” tutup Sigit.

Diketahui, pemerintah tengah menyusun rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Dana Pariwisata Berkelanjutan atau Indonesia Tourism Fund. Menurut Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kemenko Marves, Odo RM Manuhutu, rancangan dana abadi tersebut mendorong ekosistem pariwisata yang berkualitas berlandaskan pada empat pilar yaitu daya saing infrastruktur dasar, pengelolaan pariwisata berkelanjutan, keunikan destinasi, dan layanan pariwisata bernilai tinggi.

Odo mengatakan wacana pengembangan pariwisata berkualitas melalui partisipasi aktif berbagai pihak terkait masih dalam tahap kajian awal dan diskusi yang melibatkan berbagai sektor.

Kajian tersebut mempertimbangkan berbagai faktor, seperti dampak ekonomi dan sosial. Selain itu, kajian turut mempertimbangkan upaya untuk mendukung peningkatan target pergerakan wisatawan nusantara.

“Berbagai kebijakan terkait pariwisata berkualitas bertujuan untuk memberikan manfaat signifikan yang dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat. Upaya ini sekaligus mendukung Indonesia Emas 2045,” kata Odo dalam keterangan resmi yang diterima, Selasa (23/4/2024).

Baca juga artikel terkait TIKET PESAWAT atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz