tirto.id - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin, mempertanyakan komitmen Calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam menjaga muruah lembaga tersebut ke depan. Hal ini tidak lepas kondisi BPK yang sempat ramai disorot publik setelah adanya dugaan permintaan uang dari auditor BPK, kepada pejabat Kementerian Pertanian sebagai syarat pemberian opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) atas laporan keuangan lembaga itu.
Dalam proses fit and proper test yang digelar di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (2/9/2024), Didi menyinggung opini WTP saat ini sudah tidak mempunyai nilai yang sakral. Padahal, opini WTP yang diterima suatu kementerian atau lembaga menandakan tidak ada masalah di kementerian atau lembaga.
Akan tetapi, publik justru melihat kasus korupsi berkaitan dengan jual-beli WTP. Sementara itu, BPK kerap berkelit bahwa penerimaan opini WTP atas dasar penilaian ke unsur akuntansinya. Bagi Didi, predikat WTP seharusnya diperoleh suatu lembaga atas penilaian yang komprehensif.
"Saya ingin pandangan saudara soal ini, bagaimana ke depan mengembalikan muruah BPK, penilaian ini menjadi penilaian yang mulia, yang meyakinkan masyarakat tu lembaga itu bahwa memang sudah melakukan pekerjaan secara amanah," tanya Didi kepada salah satu calon Anggota BPK, Marwan Idris, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (2/9/2024).
Marwan Idris pun mengakui apa yang disampaikan Didi bahwa pemberian predikat opini WTP menjadi keluhan masyarakat saat ini. Menurut Marwan, predikat opini WTP yang didapat suatu lembaga sudah tak berguna karena disorot publik.
"Jadi, apa gunanya WTP?," kata Marwan.
Marwan pun mendorong BPK di masa depan perlu melakukan pemeriksaan mendalam sebelum memberikan predikat opini WTP kepada lembaga/kementerian. Akan tetapi, Marwan melihat, BPK belum benar-benar melakukan hal tersebut dengan sungguh-sungguh.
"Jadi, kalau WTP itu kita berikan benar-benar dari segi pengelolaan, pelaksanaan maupun dari segi pertanggungjawaban, maka itu kehadiran BPK itu tidak hanya memeriksa, tetapi lakukan pendampingan kepada kementerian/ lembaga ini," tutur Marwan.
Didi juga mengajukan pertanyaan dengan substansi serupa kepada Calon Anggota BPK lain, Chandra Wijaya. Didi menyinggung kredibilitas BPK saat ini yang disebut dipertanyakan karena terseret kasus hukum.
"Apa yang salah, kenapa? Kalau kita bicara hal teknis, tentu sudah banyak yang ahli di sana, apakah SDM yang salah. Bagaimana perbaikan depan, karena tidak mudah, ini salah satu institusi andalan, institusi andalan bagaimana keuangan negara dikelola," tutur Didi.
Menurut Didi, predikat opini WTP bukan hal yang membanggakan lagi. "Bagaimana publik bisa percaya, walaupun institusinya bisa bangga benar kalau terima WTP. Saya minta pandangan profesor?" jelas Didi.
Chandra mulanya menjawab banyak teman-temannya yang meminta dirinya tidak mencalonkan diri sebagai Anggota BPK karena lembaga ini memiliki segudang persoalan. Namun, Chandra tetap kukuh untuk mencalonkan diri.
"Justru karena banyak masalah saya terpanggil ke sana, untuk membantu membresin ini. Apa yang salah, tentu yang salah tentu oknumnya. Kalau bicara SDM BPK saya yakin bagus-bagus semua," kata Chandra.
Menurut Chandra, BPK hanya butuh pemimpin yang memiliki integritas, independensi, dan profesional. Ia mengatakan tiga nilai itu wajib dimiliki seorang pemimpin di BPK.
"Sebagai pemimpin dia harus bisa menyuarakan ke bawahannya, jadi kita kenal yang namanya ton of the top, bagaimana kita memimpin berdasarkan contoh yang baik. Kedua, bagaimana kita juga bisa menerapkan integrated audit, hal-hal yang misalnya curang yang dilakukan oleh pemeriksa bisa dihindari," tutur Chandra.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Andrian Pratama Taher