Menuju konten utama

DPR Sahkan RUU Kementerian Negara, RUU Wantimpres & RUU Imigrasi

Pengesahan ketiga rancangan undang-undang tersebut dihadiri oleh 48 anggota dari total 570 anggota DPR.

DPR Sahkan RUU Kementerian Negara, RUU Wantimpres & RUU Imigrasi
Suasana di ruang rapat paripurna Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (19/8/2024). (Tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama)

tirto.id - DPR RI mengesahkan tiga Rancangan Undang-Undang (RUU), yakni revisi Undang-Undang Wantimpres, revisi Undang-Undang Kementerian Negara, dan revisi Undang-Undang Keimigrasian, menjadi undang-undang (UU). Hal itu diputuskan dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (19/8/2024).

Pantauan Tirto di lokasi, banyak kursi kosong dalam pelaksanaan Rapat Paripurna DPR, Kamis (19/9/2024). Wakil Ketua DPR RI, Lodewijk F. Paulus, mengatakan, rapat paripurna hanya dihadiri 48 anggota. Sekitar 260 mengajukan izin, sedangkan lainya tak memberikan keterangan alasan ketidakhadiran.

"Menurut catatan dari Sekretariat Jenderal DPR RI daftar hadir dalam rapat paripurna hari ini telah ditandatangani oleh 48 orang dan izin 260 orang dari 570 anggota," kata Lodewijk dari kursi pimpinan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (19/9/2024).

Lodewijk pun mengatakan, rapat paripurna tetap dijalankan karena telah memenuhi kuorum.

"Dengan demikian kuorum telah tercapai," ucap politikus Partai Golkar itu.

Dalam rapat tersebut, seluruh anggota DPR yang hadir dari kesembilan Fraksi DPR RI sepakat menyetujui 3 rancangan undang-undang tersebut.

"Setuju [3 RUU disahkan]," kata sejumlah peserta rapat menjawab pimpinan Lodewijk selaku pemimpinan rapat.

Alasan dan Isi Substansial Revisi UU Wantimpres

Ketua Baleg DPR RI, Wihadi Wiyanto, mengeklaim, Baleg DPR RI bersama pemerintah telah melaksanakan rapat-rapat pembahasan RUU Wantimpres secara intensif, detail, dan cermat, dengan tetap mengedepankan prinsip musyawarah dan mufakat. Menurut politikus Partai Gerindra itu, perubahan beleid di Undang-Undang Wantimpres bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hukum dan mengoptimalkan Wantimpres.

"Terkait hasil pembahasan RUU Wantimpres yang telah disepakati terdiri dari 8 angka perubahan secara garis besar," kata Wihadi dalam laporannya di ruang rapat paripurna.

Perubahan pertama dalam beleid itu adalah perubahan nama lembaga dari Dewan Pertimbangan Presiden menjadi Dewan Pertimbangan Presiden RI. Kedua, perubahan pasal 2 terkait dengan tanggung jawab Dewan Pertimbangan Presiden RI kepada presiden.

Ketiga, perubahan Pasal 7 Ayat 1 terkait komposisi Dewan Pertimbangan Presiden RI yang terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, dan beberapa anggota yang jumlahnya ditetapkan sesuai kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

"Empat, syarat untuk menjadi calon anggota dewan pertimbangan presiden RI ditambahkan huruf g terkait tidak pernah dijatuhi hukuman pidana karena melakukan pidana yang diancam penjara lima tahun atau lebih," ucap Wihadi.

Poin kelima adalah penambahan ketentuan pada Pasal 9 Ayat 4 bahwa Anggota Wantimpres RI merupakan pejabat negara. Keenam, penyesuaian rumusan Pasal 12 Huruf b dan penjelasannya tentang pejabat manajerial dan non-manajerial yang disesuaikan dengan UU yang mengatur tentang ASN.

Perubahan terakhir adalah penambahan rumusan lembaran negara dan tambahan lembaran negara pada Pasal 2 angka 2 dan 8 tentang ketentuan mengenai tugas dan peninjauan terhadap pelaksanaan UU.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) RI, Abdullah Azwar Anas, mengatakan, proses pembahasan RUU ini penuh semangat dan kolaborasi antara DPR dan pemerintah. Hal ini, kata Azwar, mencerminkan komitmen bersama demi menata kembali kelembagaan dewan pertimbangan presiden.

Pada prinsipnya, pemerintah dapat memahami dan mendukung sepenuhnya penyusunan RUU Wantimpres. Azwar beralasan, penyusunan RUU tersebut bertujuan untuk memperkuat fungsi peran strategis Wantimpres sebagai lembaga yang memberikan masukan kepada presiden.

"Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan yang dinamis dan kompleks peran Wantimpres menjadi krusial sebagai sumber pandangan saran dan independen yang strategis," kata Azwar.

Azwar mengatakan berharap perubahan dapat memperkuat kedudukan Wantimpres. Ia menyebut presiden butuh dukungan dalam bekerja sehingga Wantimpres diharapkan sebagai mitra yang memberikan nasihat konstruktif dan relevan, baik politik, ekonomi, sosial dan keamanan.

Di sisi lain, Azwar berkata perubahan ini diharapkan meningkatkan kapabilitas Wantimpres dalam mendukung kebijakan strategis pemerintah. Lalu, Wantimpres diharapakan tidak hanya menjadi lembaga yang memberikan masukan, tetapi juga mampu memberikan rekomendasi yang implementasi melalui kebijakan konkrit.

"Dengan dukungan yang lebih kuat dari kelembagaan, Wantimpres dapat lebih aktif dalam melakukan kajian mendalam serta menyediakan analisis yang berkualitas sebagai landasan bagi presiden dalam mengambil keputusan strategis," tutur Azwar.

Sementara itu, Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi, menambahkan, upaya merevisi UU Kementerian Negara adalah upaya memudahkan presiden dalam menyusun kementerian negara dalam mewujudkan pemerintahan tata kelola yang baik, demokratis, dan efektif.

"Adapun terkait hasil pembahasan Kementerian Negara yang telah disepakati terdiri dari enam angka perubahan," kata Awiek.

Ia menjelaskan perubahan dalam beleid itu, yakni adanya penyisipan Pasal 6a terkait pembentukan kementerian yang didasarkan pada sub urusan pemerintahan sepanjang memiliki keterkaitan ruang lingkup urusan pemerintahan. Kemudian, penyisipan pasal 9A terkait penulisan pencantuman dan atau pengaturan unsur organisasi dapat dilakukan perubahan oleh presiden sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan.

"Ketiga, penghapusan penjelasan pasal 10 sebagai akibat putusan Mahkamah Konstitusi," tutur dia.

Politikus PPP itu juga menyebut adanya perubahan Pasal 15 dan penjelasannya terkait dengan jumlah kementerian yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden. Kelima, perubahan judul BAB 6 menjadi hubungan fungsional kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian, lembaga nonstruktural, dan lembaga pemerintah lainnya. Perubahan ini, kata dia, sebagai konsekuensi atas penghasilan terminologi lembaga nonstruktural.

"Enam, penambahan ketentuan mengenai tugas pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang di Pasal II," tutur Awiek.

Baca juga artikel terkait RAPAT PARIPURNA DPR RI atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Andrian Pratama Taher