tirto.id - Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Yayan Yuhanah merespons perihal Direktur Utama Sarana Jaya BUMD DKI, Yoory C. Pinontoan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pembangunan Sarana Jaya merupakan sebuah badan usaha milik daerah (BUMD) DKI Jakarta.
Dalam laporan Koran Tempo hari ini disebutkan bahwa Yoory bersama dua rekan lainnya dua direktur PT Adonara Anja Runtuwene dan Tommy Adrian diduga korupsi pembelian tanah di beberapa lokasi, untuk Program DP 0 Rupiah Pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta dan ditaksir menyebabkan kerugian sebesar Rp150 miliar.
Yayan mengaku belum mengetahui informasi perihal penetapan tersangka Yoory dan dua rekannya itu oleh lembaga antirasuah tersebut.
"Saya belum tahu pastinya ketetapannya. Itu kan tidak di biro hukum. Dia kan karena BUMD bukan kepala SKPD, jadi kalau ada itu kami tidak harus monitor dan mereka juga tidak harus melapor," kata Yayan kepada Tirto, Senin (8/3/2021).
Dirinya menyatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI tidak akan memberikan bantuan hukum kepada Yoory dan rekannya.
"Tidak bisa [beri bantuan hukum]. Biro hukum hanya perdata dan tata usaha negara [yang diberikan bantuan hukum]," ucapnya.
Kata Yayan, apabila terdapat jajaran Pemprov DKI yang terkena tindak pidana korupsi atau pidana lainnya, merupakan tanggung jawab pihak tersebut.
"Kalau Tipikor kami juga lepas, tidak bisa ngapa-ngapain. Kalau saya sih ya sudah ikuti prosedurnya saja," pungkasnya.
Sementara Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz membenarkan bahwa Direktur Utama PD Pembangunan Sarana Jaya, Yoory ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK.
"Berdasarkan info yang saya dapat dari asisten perekonomian, berita tersebut benar," kata Aziz kepada wartawan, Senin (8/3/2021).
Sebelumnya tiga tersangka sudah ditetapkan oleh KPK, mereka adalah YCP selaku Direktur Utama PSJ, AR dan TA selaku direktur PT A.
PSJ sebagai BUMD DKI Jakarta membeli lahan di Pondok Ranggon dan Munjul pada September-Oktober 2019. PSJ membuat perjanjian pengikatan jual-beli dengan PT A untuk lahan seluas 4,2 hektare.
Diduga lahan yang dibeli PSJ masih dimiliki sebuah yayasan dan berada di jalur hijau. Perkara ini ditaksir menyebabkan negara merugi Rp 150 miliar.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri