tirto.id - Pemerintah tengah merampungkan sejumlah aturan soal pemblokiran gawai ilegal yang beredar di pasar gelap dalam negeri. Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemenkominfo Ismail mengatakan, ada tiga kementerian yang bakal merilis aturan terkait ini.
“Selain Kominfo, Kementerian Perdagangan akan mengeluarkan aturan dari sisi pengawasan di pasar, dan Kementerian Perindustrian akan mengeluarkan aturan juga terkait produknya terutama tingkat komponen dalam negeri,” kata dia saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (12/7/2019).
Regulasi yang akan dikeluarkan Kemenkominfo, kata Ismail, mencakup soal International Mobile Equipment Identity (IMEI) atau nomor identitas khusus yang dikeluarkan oleh Global System Mobile Association (GSMA) untuk tiap slot kartu "subscriber identity module" (SIM).
Nantinya, kata dia, Kemenkominfo bakal meminta para operator seluler melakukan pengawasan terhadap IMEI serta melakukan pemblokiran terhadap IMEI yang tidak terdaftar oleh Kementerian Perindustrian.
Namun, kata Ismail, kebijakan tersebut nantinya hanya akan menyasar pada gawai yang masih beredar di pasar dan bukan yang sudah digunakan oleh masyarakat. Artinya, kebijakan pemblokiran itu hanya akan menyasar para importir "nakal" yang dibawa ke Indonesia tanpa menyetorkan bea masuk atau diselundupkan.
“Intinya kami akan mengakomodasi seluruh ponsel yang sudah beredar sekarang. Yang ada sekarang masyarakat sudah gunakan dan ada tidak akan terdampak,” kata Ismail.
Wacana pembatasan gawai ilegal ini sebenarnya telah dibahas Kemenkominfo sejak Januari 2019. Salah satunya, melalui draf Peraturan Menteri Kominfo tentang Identifikasi, Registrasi, dan Pemblokiran Perangkat Bergerak yang Tersambung ke Jaringan Telekomunikasi Seluler.
Dalam rancangan beleid tersebut, gawai yang bisa tersambung dengan jaringan seluler harus memenuhi lima syarat. Beberapa di antaranya adalah kesesuaian IMEI yang ditetapkan oleh GSMA, punya IMEI unik dan tidak ada duplikatnya, serta tidak berada dalam daftar hilang.
Di samping itu, gawai tersebut juga harus dilengkapi dengan sertifikat dari Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika serta terdaftar dalam tanda pendaftaran produk (TPP) produksi atau TPP impor.
Rencana ini kembali bergulir setelah Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian Janu Suryanto mengatakan regulasi yang mengatur keberadaan ponsel dengan IMEI ilegal akan keluar pada Agustus 2019.
Hal itu lantaran mesin device identification, registration, and blocking system (DIRBS) yang berfungsi untuk mendeteksi IMEI telah tiba di Indonesia dan tinggal menunggu payung hukum rampung dibahas.
Hal itu dikonfirmasi Menteri Kominfo Rudiantara. Ia menuturkan, kebijakan untuk memblokir handphone ilegal itu sebenarnya sudah lama ingin diterapkan. Namun, demi mempercepat pertumbuhan industri seluler, pengkajian serta pemberlakuan aturannya ditunda dan berlarut-larut sampai sekarang.
“Nah kalau di negara lain sedari awal sudah dipasangkan. Karena diatribusinya di kontrol. Artinya jualan tata niaga dari ponsel itu sendiri. Sekarang sudah saatnya. Kenapa? Karena ini untuk kepentingan masyarakat," ucap dia saat ditemui di Kemenko Kemaritiman, Selasa (2/7/2019).
Kebijakan yang akan diterapkan secara bertahap itu nantinya akan berdampak pula pada penjualan produk gawai yang ada di dalam negeri. Sebab, kartu SIM tidak akan bisa digunakan jika konsumen membeli smartphone dari luar negeri dan memakainya di Indonesia.
"Nantinya kita tidak bisa membawa, beli ponsel di luar negeri kemudian suka-suka diaktifkan menggunakan simcard operator manapun di Indonesia. Tentu pengecualian-pengecualian masih ada,” kata Rudiantara.
Barang BM Rugikan Negara
Kepala Sub Direktortat Komunikasi dan Publikasi Bea dan Cukai, Deni Surjantoro, mengatakan peredaran gawai ilegal memang perlu ditindak serius oleh pemerintah. Alasannya, kata dia, barang-barang dari black market (BM) itu diseludupkan dan merugikan negara karena tak membayar bea masuk.
"Jadi kami sudah melakukan penindakan khususnya telepon genggam ilegal yang masuk ke Indonesia. Dan Bea Cukai siap menjalankan dan mendukung ketentuan IMEI yang nantinya dibuat dari sisi penindakan barang ilegal,” kata Deni saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (2/7/2019).
Sekretaris Jenderal Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Marwan O. Baasir menyampaikan pemerintah perlu memberikan kepastian kepada operator seluler terkait nilai investasi untuk mendukung kebijakan ini.
Sebab untuk mengawasi IMEI, kata Marwan, operator harus memiliki alat autentikasi perangkat atau equipment identity register (EIR). Perangkat itu digunakan untuk memasangkan (pairing) nomor pelanggan atau international mobile subscribtion identity (IMSI) yang tertanam di kartu SIM dan IMEI yang tertanam pada perangkat.
“Siapa yang seharusnya membiayai? Ada regulasi baru, kan, tetapi harus keluar biaya? Nah ini yang sedang kami assest?” kata pria yang juga menjabat sebagai VP Regulatory and Government Relations XL Axiata tersebut.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz