tirto.id - Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengingatkan bahwa Indonesia masih belum memiliki UU yang mengatur perlindungan data pribadi.
Menurut Rudiantara, Indonesia seharusnya segera memiliki UU itu untuk mengantisipasi adanya tren bahwa data di kemudian hari akan mudah mengalir dan bergerak cepat atau disebut data free flow.
Rudiantara pun menyinggung, keadaan ini jauh berbeda dengan negara maju seperti di Eropa.
Pasalnya, kata dia, mereka menyadari risiko bila suatu negara tidak memiliki payung hukum perlindungan data pribadi.
Sampai-sampai pemerintah Uni Eropa, ujar dia, membatasi perdagangan digital ke negara-negara yang belum memiliki beleid ini.
"Kita ini negara terlambat menyiapkan UU perlindungan data pribadi. Kenapa Uni Eropa tidak membolehkan e-commerece player melakukan transaksi lintas wilayah dengan negara yang tidak ada UU perlindungan data pribadi," ucap Rudiantara dalam sambutannya di Ulang Tahun YLKI ke-46 di Hotel Lumire, Selasa (18/6/2019).
Senada dengan Rudiantara, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Ardiansyah Parman pun menegaskan kekhawatiran itu.
Ia mendapati data saat ini sangat bernilai bahkan menjadi kekayaan bagi perusahaan digital kendati mereka tidak memiliki aset fisik.
Kekhawatiran Ardiansyah mengarah pada kemungkinan data menjadi alat pihak tertentu untuk mengendalikan konsumen dan produsen. Bahkan di sisi lain tidak menutup kemungkinan bila data itu dapat disalahgunakan.
"Kalau dibebaskan gitu saja nanti gimana semua dikendalikan, sehingga konsumen terbaca seperti yang disampaikan Rudiantara. Lalu distributor dan pengecer jadi bisa dikendalikan. Ini concern BPKN masalah data jadi penting karena sangat berharga," ucap Ardiansyah.
Saat ini telah ada RUU Perlindungan Data Pribadi. Pembahasannya masih ada di Komisi I DPR RI, sehingga belum dapat disahkan sebagai undang-undang.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali