Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Di Balik Manuver Anies, Ganjar & Ridwan Kamil Jelang Pemilu 2024

Anies, Ganjar dan Ridwan Kamil mulai mencari cara mengubah citra mereka dari kepala daerah menjadi politikus jelang Pilpres 2024.

Di Balik Manuver Anies, Ganjar & Ridwan Kamil Jelang Pemilu 2024
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) bersama Gubernur Banten Wahidin Halim (kiri) dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (kanan) mengikuti rapat pencegahan dan penanganan dampak banjir yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (8/1/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.

tirto.id - Manuver politik jelang pemilihan umum serentak 2024 mulai masif. Upaya mendongkrak popularitas hingga elektabilitas semakin nyata seperti memasang poster dan baliho, safari politik hingga membuat kegiatan yang bisa membuat mereka dikenal publik, termasuk aktif di media sosial.

Dari tokoh parpol misalnya, Airlangga Hartarto (Ketum Partai Golkar), Puan Maharani (Ketua PDIP), Muhaimin Iskandar (Ketum PKB) hingga Agus Harimurti Yudhoyono ataua AHY (Ketum Demokrat) memasang baliho di sejumlah titik. Mereka juga kerap melakukan safari politik ke daerah.

Hal yang sama juga dilakukan oleh para kepala daerah yang namanya potensial dalam Pilpres 2024 dan selalu masuk dalam radar lembaga survei. Mereka antara lain: Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan maupun Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Ketiganya bahkan sudah dideklarasikan sebagai kandidat pada 2024.

Ganjar yang di survei kerap kali di peringkat pertama mulai intens ke luar Jawa Tengah. Lewat akun instagramnya @ganjar_pranowo, Ganjar terlihat sempat mampir di beberapa lokasi di daerah Sumatera Selatan maupun endorse soal Lampung. Ia pun menunjukkan konsistensi kinerja pemerintahan dengan sidak ke SMA Tawangmanggu sambil berkunjung ke klenteng.

Di sisi lain, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mulai mengunggah konten-konten kinerja pembangunan Jawa Barat seperti pembangunan alun-alun Kuningan atau konten-konten ringan maupun guyon. Bahkan pria yang karib disapa Kang Emil ini juga mulai 'terbuka' untuk bergabung ke partai politik demi maju 2024.

Langkah hampir mirip dilakukan Anies Baswedan. Pria masih menjabat Gubernur DKI Jakarta ini mulai aktif dalam kegiatan-kegiatan internasional seperti Ridwan Kamil. Anies juga mulai mengajak bicara kelompok-kelompok relawan. Terbaru, Anies melakukan silaturahmi dengan partai politik di daerah seperti ke Nasdem (Makassar), PPP (Yogyakarta) dan PAN (Jakarta).

Jadwal Pemilu Sudah Ditentukan, Manuver Kian Masif

Dosen Politik Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah menilai perubahan langkah para tokoh potensial capres-cawapres 2024 terjadi karena sudah ada kepastian tanggal pelaksanaan pemilu. Sebagai catatan, Pemilu 2024 untuk pemilihan presiden dan wakil presiden sudah disepakati pada 14 Februari 2024. Situasi itu membuat semua pihak, termasuk para kepala daerah yang namanya sering masuk dalam survei dan dianggap potensial maju pilpres mulai mengambil sikap.

“Ketika dipastikan waktunya tetap 2024, 14 Februari, maka ini menjadi semacam kepastian baru sehingga tokoh-tokoh potensial itu semakin memastikan langkah sekaligus menyusun strategi yang lebih pasti mengarah pada keterusungan,” kata Dedi kepada reporter Tirto, Senin (31/1/2022).

Ia menambahkan, "Itu (kerja politik) saya kira yang lebih mungkin, artinya upaya keterusungan itu tentu akan mempengaruhi kinerja-kinerja politik, publikasi-publikasi politik termasuk propaganda-propaganda politik.”

Para kepala daerah seperti Anies, Ganjar maupun Ridwan Kamil, kata Dedi, punya kesamaan status dalam soal keterusungan. Ketiga tokoh ini gencar safari demi mendapatkan dukungan. Hal tersebut terlihat bagaimana Anies ikut kegiatan Partai Nasdem hingga berkunjung ke PPP maupun PAN. Sementara itu, Kang Emil mulai saling berbagi sanjungan dengan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.

Khusus untuk Ganjar, Dedi menilai ada tantangan besar karena posisi Ganjar di bawah bayang-bayang Puan Maharani yang notabene ingin diusung PDIP dalam Pilpres 2024.

“Dengan konstelasi yang ada, maka para kepala daerah ini akan memulai langkah-langkah termasuk juga melakukan pengenalan-pengenalan kepada publik lebih intens,” kata Dedi.

Para kepala daerah ini juga mulai mencari cara mengubah citra mereka dari sebagai kepala daerah menjadi politikus. Mereka juga mulai mengkonsolidasikan diri dengan kelompok politik, kelompok ekonomi dan pihak lain berkaitan dengan 2024. Ia yakin aksi safari politik akan terus berlangsung hingga 2024 oleh kandidat ini.

“Ke depan kita akan sering menjumpai kepala daerah yang sering melakukan silaturahmi-silaturahmi ke partai politik, ya contohnya adalah Anies mulai mendekat ke Nasdem, ke Demokrat, PPP, PAN. Ridwan Kamil juga mulai memuji-muji PPP (dan) PAN termasuk juga melakukan komunikasi yang intens. Saya kira ini sesuatu yang murni terjadi dan sebagai bagian persiapan kontestasi 2024," kata Dedi.

Hal senada diungkapkan peneliti politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati. Ia memandang perubahan manuver politik para tokoh-tokoh potensial capres-cawapres 2024, termasuk ketiga kepala daerah ini wajar terjadi. Hal itu berlangsung sebagai upaya mereka untuk meraih simpati publik dan partai.

“Tujuan untuk memoles citra diri tersebut sangat terkait dengan pula dengan persoalan dilema kandidasi di mana muncul kekhawatiran internal dari masing-masing calon untuk saling berlomba memoles citra di mana jika tidak bersiap secara dini, maka akan ketinggalan gerbong," kata Wasisto kepada Tirto, Senin (31/1/2022).

Wasisto memandang, Anies, Ganjar maupun Kang Emil melakukan hal yang sama. Mereka intens mempublikasikan kegiatan dan berinteraksi ke publik untuk menarget dan menggiring opini preferensi pemilih.

“Apa yang dilakukan khususnya oleh RK dan GP adalah intensif dalam meraih citra positif pemilih di mana dengan semakin intens mereka bermanuver, maka semakin terpusat pula perhatian publik dan media kepada mereka," kata Wasisto.

Wasisto memandang upaya membangun citra positif yang dilakukan Anies, Ganjar maupun Ridwan Kamil bisa berbuah positif bila dilakukan secara konsisten. Sebab, Wasisto melihat ketiga kepala daerah ini memiliki segmentasi pemilih masing-masing. Sebagai contoh, Ridwan Kamil dan Anies lebih segmentasi pemilih agamis terdidik. Sementara Ganjar lebih basis pemilih menengah/bawah dengan basis daerah non-agamis.

“Jika mampu menjaga dan meningkatkan ritme seperti ini, tinggal menunggu saja pinangan koalisi parpol karena partai juga butuh massa pemilih dari bakal capres," kata Wasisto.

Tantangan Berat

Meskipun ada potensi terpilih sebagai kandidat capres-cawapres 2024, Wasisto mengakui ada tantangan besar. Ia beralasan, partai politik saat ini masih berpegangan pada jagoan masing-masing. Konsistensi pun tidak menjamin mereka bisa lolos karena slot untuk ikut bursa capres-cawapres hanya 3.

“Bisa jadi satu/dua saja dari 3 itu. Peta pilpres dengan syarat PT yang kompetitif hanya menyisakan 2 atau 3 paslon saja nantinya," kata Wasisto.

Pendapat Wasisto bukan tanpa alasan. Ia mengaku, klaster parpol akan mengambil 'tiket' tersebut. Ia beralasan ada nama Puan, Airlangga, hingga Prabowo yang diduga kuat akan mengambil satu tiket tersebut.

Hal serupa dikatakan Dedi. Ia memandang, safari politik para kepala daerah ini tidak serta-merta membuat mereka aman dalam Pilpres 2024. Ia juga menduga paling banyak ada dua dari tiga nama tersebut yang bisa maju.

“Kalau dilihat dari peluang, saya kira hanya sedikitlah, hanya mungkin 1 barangkali atau 2 maksimum, mungkin hanya 2 tokoh kepala daerah yang punya peluang besar mengikuti konstelasi pilpres," kata Dedi.

Dedi mengacu pada perhitungan infrastruktur, yakni infrastruktur politik, seperti dukungan parpol, dukungan ekonomi serta elektabilitas individu. Ia mencontohkan Prabowo Subianto yang kerap kali berada di tempat teratas karena faktor popularitas yang tinggi meski dekat dengan lawan politik lain.

Di sisi lain, Dedi memandang para kepala daerah ini perlu dipasangkan dengan tokoh luar Jawa. Ia beralasan, pemilih luar Jawa cukup loyal pada isu kepemimpinan. Ia mencontohkan bagaimana SBY dan Jokowi periode pertama berhasil menang karena faktor kolaborasi Jawa-non Jawa. Ia pun tidak memungkiri para kepala daerah ini bukan menjadi capres, melainkan cawapres di masa depan akibat ada tokoh luar Jawa yang lebih kompeten.

“Meskipun saat ini, memang masih didominasi tokoh Jawa. Tetapi, bukan tidak mungkin dalam tahun mendatang, tokoh di luar Jawa mulai muncul," kata Dedi.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz