tirto.id - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyoroti kondisi lingkungan di wilayahnya yang kian memprihatinkan. Ia menyebut, pendangkalan sungai yang terjadi akibat alih fungsi kawasan hutan menjadi lahan pertanian itu dapat menjadi ancaman serius bagi pasokan air bersih di Jakarta.
Menurut Dedi, kerusakan lingkungan terjadi di berbagai kawasan pegunungan seperti Gunung Wayang, Gunung Windu, Gunung Gede, Gunung Ciremai, hingga Gunung Papandayan.
Ia menilai kekuatan kapital telah mengubah kawasan hutan menjadi lahan perkebunan sayuran untuk memenuhi pasar. Akibatnya, tutupan lahan hilang dan kualitas tanah rusak.
“Struktur tanah kemudian berubahlah area tutupan, kemudian berubah menjadi area perkebunan yang terbuka, melahirkan degradasi air dimana sungai-sungai di Jawa Barat mengalami pendangkalan termasuk Jatiluhur dan Citarum,” kata Dedi dalam acara Forum Komunikasi Daerah Mitra Praja Utama di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
“Dalam jangka panjang kalau dibiarkan, ini akan menjadi ancaman terbesar bagi DKI Jakarta,” lanjutnya.
Ia menegaskan, tiga bendungan utama yakni Jatiluhur, Saguling, dan Cirata yang menjadi penopang air bersih dan energi untuk wilayah Jabodetabek, bersumber dari pegunungan di Jawa Barat. Jika kawasan itu rusak, maka suplai air untuk Jakarta akan terancam.
“Kebutuhan air bersih seluruhnya itu bersumber dari mana? Saguling, Cirata, Jatiluhur. Jatiluhur, Saguling, Cirata bersumber di mana? Di Gunung Wayang, Gunung Windu,” jelas Dedi.
Tak hanya itu, Dedi juga mengungkapkan persoalan besar di daerah aliran sungai (DAS) yang kini telah berubah fungsi menjadi kawasan permukiman. Ia mengatakan, banyak bangunan di DAS telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan sertifikat resmi, meski seharusnya dilarang.
“Siapapun yang membangun rumah di daerah aliran sungai adalah pelanggaran berat,” ujarnya.
Ia mengaku tengah menyiapkan program relokasi warga yang tinggal di DAS ke rumah-rumah yang layak sebagai solusi jangka panjang.
Dedi juga menyinggung soal ketimpangan pembangunan antara Jakarta dan Jawa Barat. Ia mencontohkan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, kawasan penghasil material bangunan yang menyuplai kebutuhan properti di Jakarta dan Tangerang. Meski memberi efek ekonomi bagi daerah lain, masyarakat di Parung Panjang justru menderita karena infrastruktur hancur dan pencemaran udara meningkat.
“Pertumbuhan pembangunan yang terjadi di Jakarta yang melahirkan multiplier effect dan lahirnya orang-orang kaya baru di bidang properti, itu melahirkan kemiskinan dan residu pembangunan penderitaan bagi rakyat Jabar,” sebutnya.
Dedi menerangkan ancaman yang dihadapi Jakarta bukan hanya krisis air bersih, melainkan juga krisis energi. Sehingga menurutnya, pertumbuhan ekonomi juga harus selaras dengan pemulihan lingkungan.
“Ancamannya bukan hanya krisis air bersih, [tapi juga] krisis energi. Karena kebutuhan antara [Sungai] Citarum Timur, Citarum Barat akan terdegradasi, sehingga ketahanan pangan kita akan mengalami penurunan,” urainya.
Penulis: Naufal Majid
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id


































