tirto.id - Ratusan pengemudi atau driver ojek online (ojol) dari wilayah eks Karesidenan Solo mengaspal bersama sejauh 10 kilometer pada Selasa (20/5/2025). Mereka menyuarakan aspirasi menuntut adanya regulasi yang melindungi pengemudi.
Aksi diawali dengan berkumpul di kawasan Plaza Stadion Manahan sekitar pukul 09.00 WIB pagi. Rombongan kemudian bergerak menuju depan kantor DPRD Kota Surakarta yang berjarak sekitar 3,4 kilometer untuk menyuarakan aspirasi.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan ini melibatkan perwakilan dari tujuh kabupaten/kota di wilayah Solo Raya. Meskipun digelar secara masif, partisipasi dalam aksi ini bersifat sukarela.
Tak hanya unjuk rasa, bentuk protes lain yang dilakukan para driver adalah dengan off bit atau menonaktifkan aplikasi ojol selama beberapa jam sebagai simbol penghentian layanan.
Juru bicara Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Surakarta, Joko Saryanto, mengatakan, aksi ini merupakan puncak dari berbagai diskusi dan konsolidasi yang telah dilakukan sejak akhir tahun lalu.
"Selama 15 tahun ojol hadir di Indonesia, belum ada regulasi yang benar-benar melindungi kami sebagai pengemudi roda dua," sebut Joko.
Joko menilai status kemitraan yang ditetapkan oleh perusahaan aplikator cenderung merugikan pihak pengemudi, karena tidak disertai dengan perlindungan sosial dan hukum yang memadai.
"Status mitra itu bukan kami yang menentukan, tapi perusahaan aplikator. Mereka menyebut kami mitra agar tak ada kewajiban untuk memberikan hak-hak dasar seperti jaminan sosial, asuransi, atau upah minimum. Sementara kami tetap dibebani target, risiko di jalan, dan biaya operasional," jelasnya.
Joko juga mengkritik sikap lamban pemerintah dalam merespons dinamika industri transportasi online, khususnya sektor roda dua.
"Ada pembiaran dari pemerintah. Tidak ada kejelasan posisi kami dalam hukum ketenagakerjaan," lanjutnya.
Lima tuntutan utama yang disuarakan ojol dalam aksi ini mencakup penetapan regulasi resmi bagi pengemudi ojol roda dua, pengakuan terhadap hak-hak dasar pengemudi dalam hubungan kemitraan, penetapan tarif dasar yang layak dan tidak merugikan driver, pengawasan ketat terhadap kebijakan aplikator yang dianggap eksploitatif, hingga Penyediaan jaminan sosial dan perlindungan hukum bagi pengemudi.
Ketua DPRD Kota Surakarta, Budi Prasetyo, yang menerima langsung perwakilan pengemudi ojol. Dia berjanji akan menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan demonstran.
“Teman-teman ojol di Surakarta yang tergabung dalam Garda Surakarta berasal dari tujuh operator. Keluhan mereka berkaitan dengan kebijakan aplikator yang berlaku secara nasional. Ini tentu akan kami koordinasikan dengan komisi terkait,” ujar Budi.
Dia juga bilang pihaknya akan mengawal aspirasi ini hingga ke tingkat kementerian jika diperlukan. “Kami akan lihat detail tuntutan yang disampaikan, dan jika memang kebijakannya berada di kewenangan pusat, maka kami siap mengajukan surat resmi atau bahkan datang langsung,” ujarnya.
Aksi dilanjutkan dengan konvoi dilanjutkan menuju Balai Kota Solo yang berjarak sekitar 6,6 kilometer melalui jalan-jalan utama Kota Bengawan. Sesampainya di Balai Kota Solo, massa aksi diterima oleh perwakilan Pemerintah Kota (Pemkot) maupun perwakilan Balai Pengelola Sarana dan Prasarana Perhubungan Perhubungan (Bakorwil) II Provinsi Jateng.
Sekretaris Dishub Solo, Mardiono Joko, manyatakan, pihaknya menerima audiensi massa aksi tersebut sekaligus akan menyampaikan terkait sejumlah tuntutan itu kepada Kementerian Perhubungan melalui Pemerintah Provinsi Jateng.
"Kalau tuntutan sudah kami terima, cuma ini kan kewenangan pusat. Jadi kewenangan Kementerian Perhubungan. Tadi juga sudah kami jelaskan kepada teman-teman, memang kewenangan Bupati/Wali Kota dalam hal pengaturan ojek online khususnya roda dua itu tidak ada di daerah, kalau yang roda empat itu sesuai peraturan gubernur," tandasnya.
Penulis: Febri Nugroho
Editor: Siti Fatimah
Masuk tirto.id


































