Menuju konten utama

Creative Cash Club: Diajeng & KB Bank Kupas Literasi Finansial

Tirto dan Diajeng, didukung oleh KB Bank, mengadakan talkshow literasi keuangan bagi pelaku usaha kreatif di Kemang pada Rabu, 24 September 2025.

Creative Cash Club: Diajeng & KB Bank Kupas Literasi Finansial
Tirto dan Diajeng, didukung oleh KB Bank, menyelenggarakan talkshow literasi keuangan bagi pelaku usaha kreatif bertajuk "Creative Cash Club: Financial Literacy Talks for Artsy Souls". Acara berlangsung di Kemang pada Rabu, 24 September 2025 dengan menghadirkan tiga tokoh pembicara, terdiri atas pendiri bisnis tas kreatif Tasha Liawati, penasihat keuangan Kayleen M., dan Hutama Trinanda dari KB Bank. tirto.id/Eggi

tirto.id - Tidak sedikit pelaku usaha di bidang kreatif yang memiliki ide-ide besar, tetapi perwujudannya berisiko tersendat karena mereka belum cukup perbekalan seputar tata kelola keuangan.

Atas dasar inilah Tirto dan Diajeng, didukung oleh KB Bank, menyelenggarakan Creative Cash Club: Financial Literacy Talks for Artsy Souls di Dia.lo.gue, Kemang, Jakarta Selatan pada Rabu, 24 September 2025.

Melalui pengalaman Tasha Liawati, pandangan financial advisor Kayleen M., hingga insight perbankan Digital Business Manager KB Bank Hutama Trinanda, forum ini menegaskan satu hal, bahwa kreativitas mustahil berdiri sendiri tanpa pengelolaan keuangan yang sehat.

Kisah Tasha jadi salah satu contohnya.

Founder brand tas gemas ITISYOURSS ini bercerita, dulu dirinya adalah atlet basket.

Namun, sedari SMA, ia mulai tergerak untuk berjualan. Ia mencoba berbagai jenis usaha, termasuk bisnis jasa titip (jastip), yang sayangnya merugi hingga ratusan juta akibat barang tertahan di bagian imigrasi.

Dari pengalaman jatuh-bangun itu, lahirlah ITISYOURSS.

Tasha awalnya memproduksi tas transparan berbahan Polyvinyl Chloride (PVC). Produk ini jadi cikal bakal ITISYOURSS yang kini dikenal sebagai produsen tas fungsional bergaya Korea.

Tasha mengaku modal awalnya hanya Rp5 juta. Modal itu cukup untuk membuat sampel pertama.

Jumlah yang kecil itu bukan tanpa alasan. Tabungan yang ia kumpulkan sebelumnya habis karena kerugian dari bisnis jastip.

“Karena nggak ada dana buat stok, aku buka sistem pre-order,” jelasnya.

Perjalanan awal ITISYOURSS tidak selalu mulus.

Tahun pertama dan kedua, usaha masih dijalankan dari rumah orang tuanya di Jakarta Utara, sampai Tasha akhirnya memutuskan membuka offline store di kawasan Gading Serpong.

“Jujur, itu cuma karena pengen kelihatan keren aja, padahal secara finansial kurang wise,” kata Tasha tentang keputusannya membuka toko fisik.

Ia bahkan sempat ditipu oleh kontraktor sesuai rekomendasi temannya. Kontraktor itu yang mengurusi desain interior ruko.

Tidak mau terulang tertipu kembali, Tasha memutuskan berbelanja kebutuhan renovasi ruku secara mandiri.

Dalam perjalanannya, ITISYOURSS sempat mengalami masa tanpa pemasukan bahkan merugi. Menurut Tasha, itu terjadi sebelum rebranding, saat produknya masih sangat segmented.

Ia menjual berbagai barang lucu berbasis ilustrasi karakter ciptaannya, Sally, mulai dari power bank, botol tumblr, hingga sweater.

“Aku tuh dulu terlalu cinta banget sama si Sally, sampai akhirnya benar-benar nggak memedulikan finansialnya.”

Rebranding akhirnya menjadi titik balik. Dengan pertimbangan tanggung jawab terhadap karyawan dan visi yang lebih besar, Tasha memutuskan mengubah strategi.

“Kalau misalnya aku masih kerjain sendiri, mungkin masih possible, untuk aku tetap ngejalanin di dunia yang seperti itu. Bukannya aku dalam ‘dunia jelek’, tapi mungkin karena aku punya vision untuk lebih besar ke depannya,” ujarnya.

Diajeng Creative Cash Club

Sesi talkshow Creative Cash Club diisi oleh pendiri bisnis tas kreatif Tasha Liawati, penasihat keuangan Kayleen M., dan Hutama Trinanda dari KB Bank. tirto.id/Eggi

Kayleen M., CFP, seorang penasihat finansial yang juga hadir sebagai pembicara, menekankan pentingnya mengelola cash flow sejak awal merintis usaha.

Menurutnya, banyak bisnis kreatif gagal di dua tahun pertama karena masalah arus kas.

Rule of thumb, tapi memang pastinya tidak one fits all. Jadi, let's say kita bisa-bagi, mungkin 50 persen itu untuk produksi dan operasional, 30 persen disisihkan—waktu awal-awal ya—itu untuk dana cadangan. Contohnya dana darurat. Dua puluh persen itu baru untuk pengembangan,” jelas Kayleen.

Ia juga mengingatkan bahwa dalam bisnis, angka tidak bisa diabaikan. Dua komponen dasar yang harus dihitung adalah ROI (return on investment) dan BEP (break-even point).

ROI menunjukkan berapa keuntungan dari modal yang dikeluarkan, sementara BEP mengukur berapa lama bisnis bisa mencapai titik impas.

Kayleen menambahkan, BEP idealnya tidak lebih dari tiga tahun.

“Misalnya 5 tahun ya, itu dianggap lebih berisiko. Lima tahun itu sangat volatile ya. [Dalam bisnis] apa pun bisa terjadi.”

Masalah lain yang sering dihadapi pelaku UMKM, menurutnya, adalah pencampuran keuangan pribadi dan bisnis.

Maka dari itu, menurut Kayleen, disiplin memisahkan rekening menjadi langkah awal yang krusial.

Kayleen juga menyoroti pentingnya memahami biaya tetap dan biaya variabel.

Biaya tetap adalah pengeluaran bulanan yang pasti harus dibayar, seperti produksi inti. Sementara biaya variabel bisa disesuaikan saat kondisi ekonomi sulit.

Konsep dana darurat, lanjutnya, adalah menyiapkan cadangan setara 3-6 kali pengeluaran tetap bulanan.

“Kalau bisa enam kali lebih aman, jadi kalau ada apa-apa kita masih bisa bertahan sampai enam bulan,” ungkapnya.

Hutama Trinanda, Digital Business Manager KB Bank, membuka sesi dengan menyoroti perubahan perilaku keuangan dalam sepuluh tahun terakhir.

Jika dulu masyarakat sangat bergantung pada ATM untuk tarik tunai dan pembayaran, kini hampir semua transaksi bisa dilakukan lewat aplikasi di ponsel.

Perubahan besar itu terlihat dari pertumbuhan pesat transaksi digital.

Hutama memaparkan data dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“QRIS tumbuh 600 persen di awal 2025, sementara transaksi e-commerce naik Rp44,4 triliun per Juli 2025. Pengguna pay later Indonesia tumbuh 17,4 dalam 5 tahun terakhir. Ini juga menunjukkan orang yang pay later-nya disetujui pasti punya track record yang cukup baik. Ini artinya perputaran ekonomi kita masih positif.”

Meski begitu, ia mengingatkan bahwa kemudahan digital membawa tantangan baru, mulai dari belanja impulsif hanya dengan sekali klik.

Tantangan lainnya adalah maraknya pinjaman daring dan paylater yang rawan gagal bayar.

“Jadi sekarang itu orang-orang jenuh konsumsi. Frictional spending. Impulsive spending. Shopping is one click away. Flash sale. Dan saldo e-wallet itu terasa kayak bukan uang. Jadi orang tidak sadar berapa banyak yang sudah dikeluarkan,” jelasnya.

Hutama juga menyoroti ancaman keamanan data dan penipuan digital, bahkan sampai orang menjual rekening digital tanpa sadar risikonya.

Ia menekankan bahwa literasi digital harus diimbangi literasi finansial. Masyarakat perlu memahami cara menghasilkan, membelanjakan, menabung, berhutang, berinvestasi, hingga melindungi aset.

“Proteksi sering dilupakan, padahal sama pentingnya dengan investasi,” katanya.

Di akhir sesi, Hutama memperkenalkan produk digital KB Bank bernama KBstar.

Produk yang dirancang untuk mempermudah nasabah bertransaksi tanpa perlu lagi repot datang ke bank.

Hutama menilai, aplikasi ini bisa menjadi solusi praktis bagi pelaku usaha kreatif yang ingin menjaga keberlangsungan bisnis sekaligus mengelola keuangan dengan lebih sehat.

Semua proses, mulai dari buka rekening hingga deposito, bisa dilakukan langsung lewat ponsel.

Nasabah tak perlu mengisi formulir fisik, menyetor dana awal, atau membayar biaya bulanan.

Bahkan, papar Hutama, bunga tabungan yang ditawarkan mencapai 5 persen per tahun, sementara deposito online bisa memberikan bunga hingga 5,75 persen.

Tak hanya itu, KBstar juga memberi keleluasaan dalam bertransaksi. Limit transfer bisa mencapai Rp1 miliar dengan berbagai metode, mulai dari BI Fast, RTOL, SKN, hingga RTGS.

Pengguna juga mendapat fasilitas bebas biaya transaksi melalui skema customer benefit, hingga debit card yang bisa digunakan di merchant maupun ATM.

Baca juga artikel terkait SUPPLEMENT CONTENT atau tulisan lainnya dari Ahmad Haetami

tirto.id - Binar
Penulis: Ahmad Haetami
Editor: Sekar Kinasih