Menuju konten utama

Cara BPKP Hitung Kerugian Negara Rp2,3 Triliun di Proyek e-KTP

Auditor BPKP bersaksi di sidang Setya Novanto untuk menjelaskan proses penghitungan kerugian negara di proyek e-KTP.

Cara BPKP Hitung Kerugian Negara Rp2,3 Triliun di Proyek e-KTP
Terdakwa kasus korupsi pengadaan e-KTP Setya Novanto menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/3/2018). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Ahli auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Suaedi menjelaskan cara lembaganya menghitung kerugian negara di kasus korupsi e-KTP yang mencapai Rp2,3 triliun.

Suaedi memberiksan penjelasan itu saat bersaksi di sidang korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Senin (12/3/2018).

"Jadi (penghitungan kerugian) yang Rp2,3 triliun itu kami dasarkan atas dokumen data-data yang kami peroleh dari penyidik (KPK)," kata Suaedi.

Dia menambahkan, selain berdasar dokumen milik penyidik KPK, BPKP juga melakukan audit dengan melakukan pemantauan di lapangan. Tim BPKP juga melakukan klarifikasi untuk menguji sejumlah data dengan memeriksa sejumlah pihak. Misalnya, mantan pejabat Kemendagri Sugiharto, sejumlah vendor proyek e-KTP. BPKP juga meminta keterangan sejumlah ahli.

Dari proses tersebut, menurut Suaedi, BPKP menyimpulkan ada kerugian negara senilai Rp2,3 Triliun. Angka tersebut muncul setelah BPKP mengkaji pembayaran yang dilakukan konsorsium PNRI—pemenang tender proyek e-KTP— kepada vendor. BPKP membandingkan angka pembayaran dengan nilai hasil pengadaan proyek e-KTP, seperti penyediaan chip dan personalisasi, serta proses distribusi.

"Selain proses tersebut kami tidak dapat datanya," kata Suaedi.

Dia mencontohkan, di proses pengadaan AFIS, pagu anggaran dari Kemendagri kepada Konsorsium PNRI mencapai Rp1,3 triliun. Setelah dikurangi pajak, anggaran yang diterima oleh konsorsium itu sebesar Rp1,1 triliun. Akan tetapi, pihak vendor hanya menerima pembayaran dengan nilai jauh di bawah anggaran itu.

Suaedi menambahkan proses audit BPKP untuk menghitung kerugian negara di proyek e-KTP berlangsung selama 9 bulan.

Jaksa KPK di sidang itu sempat bertanya kepada Suaedi mengenai kerugian negara dalam pembayaran Kemendagri senilai Rp4,9 triliun (setelah dikurangi pajak) untuk biaya proyek e-KTP. Suaedi pun membenarkan adanya penghitungan kerugian negara hingga Rp2,3 triliun dari pembayaran itu.

Hakim Yanto, yang memimpin persidangan, itu juga sempat bertanya kepada Suaedi mengenai faktor utama pemicu kemunculan kerugian negara di proyek ini.

Menjawab pertangaan itu, Suaedi mengatakan faktor utama yang menyebabkan kerugian negara muncul di proyek e-KTP adalah harga pengadaan yang terlalu mahal.

"Yang kita perhitungkan terkait harga," kata Suaedi.

"Berarti menggelembungkan harga?" tanya Hakim Yanto.

"Betul," jawab Suaedi.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom