Menuju konten utama

Setya Novanto Bantah Kerugian Negara Korupsi E-KTP Versi Jaksa KPK

Selain membantah jumlah kerugian negara, Setya Novanto hendak melihat perkembangan dalam penanganan kasus dugaan korupsi e-KTP.

Setya Novanto Bantah Kerugian Negara Korupsi E-KTP Versi Jaksa KPK
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto memasuki ruangan untuk menjalani sidang dengan agenda tanggapan jaksa terhadap eksepsi di Pengadilan Tipikor, Kamis (28/12/2017). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean.

tirto.id -

Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP Setya Novanto (Setnov) membantah perhitungan kerugian negara yang diungkapkan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).

Bantahan disampaikan setelah Setnov menjalani sidang lanjutan perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (28/12). Selain membantah jumlah kerugian negara, ia juga berkata hendak melihat perkembangan dalam penanganan kasus dugaan korupsi e-KTP.

"Ga bener itu. (Mengenai hilangnya nama politisi di dakwaan) nanti kita lihat perkembangan berikutnya," tutur Setnov.

Setnov memiliki peran penting dalam kasus korupsi e-KTP karena ia bisa memastikan usulan anggaran proyek sebesar Rp5,9 triliun akan disetujui DPR RI. Ia disebut meminta agar para pengusaha memberi fee sebesar 5 persen untuk anggota DPR RI di Komisi II kala itu.

Peran penting itu dibayar dengan uang senilai 7,3 juta dolar AS dan jam tangan mewah merek Richard Mille seri RM 011 seharga 135 ribu Dolar AS. Uang untuknya diberikan dari bagian pembayaran PT Quadra Solution kepada Johannes Marliem melalui perusahaan Biomorf Mauritius dan PT Biomorf Lone Indonesia. Uang itu diberikan oleh seseorang bernama Made Oka Masagung.

Setnov didakwa terlibat dalam perkara e-KTP yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Nilai total proyek itu ditaksir mencapai Rp5,9 triliun.

Akibat perbuatan bersama Andi Agustinus, dua pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto dan pihak lain, Novanto didakwa melanggar pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1. Setnov pun terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda sekitar Rp100 miliar atas perbuatannya.

Di akhir sidang hari ini, jaksa menyampaikan permohonan agar Majelis Hakim menolak nota pembelaan Setnov. Menurut jaksa, isi surat dakwaan untuk Setnov telah sesuai dengan aturan di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Kami berpendapat bahwa surat dakwaan yang telah kami bacakan pada sidang 13 Desember telah memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat 2 KUHAP, oleh karena itu keberatan penasihat hukum terdakwa yang disampaikan 22 Desember 2017 harus dinyatakan ditolak," tutur JPU KPK, Ahmad Burhanudin di ruang sidang.

Sidang perkara dugaan korupsi e-KTP yang melibatkan Setnov akan dilanjutkan pada Kamis (4/1/2017) mendatang. Agenda sidang berikutnya adalah pembacaan putusan sela oleh hakim.

Tanggapan Setnov Soal Golkar

Selain menanggapi hitungan kerugian negara dari KPK, Setnov juga berkomentar sedikit perihal penarikan dukungan dari Golkar kepada Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, dan diusungnya Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi sebagai bakal calon gubernur di Pilkada Jawa Barat.

"Kita percayakan kepada Pak Airlangga yang memimpin Partai Golkar," katanya.

Golkar bersama Partai Demokrat telah resmi berkoalisi dalam Pilkada 2018 Jawa Barat. Dua parpol itu akan mengusung pasangan Deddy Mizwar (Demiz) dan Dedi Mulyadi (Demul).

Koalisi tersebut belum menentukan posisi cagub dan cawagub di antara kedua partai. Namun, Golkar berharap Demul dapat menjadi cagub alih-alih Demiz.

"Kami berharap Dedi Mulyadi tetap sebagai Cagub. Karena jumlah kursi kami lebih banyak," kata politisi Golkar Sarmuji.

Golkar memiliki 17 kursi dan Demokrat memiliki 12 kursi di DPRD Jawa Barat. Dengan koalisi ini, keduanya memiliki 29 kursi dan sudah lebih dari cukup untuk mengusung pasangan cagub-cawagub.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Maya Saputri