tirto.id - Badan Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan anjuran untuk hidup sehat di antaranya dengan olahraga. Orang dewasa dikatakan perlu berolahraga secara rutin, terukur, dan terprogram setidaknya total selama 150 menit dalam seminggu, dengan frekuensi 3-5 kali.
Namun, olahraga saja tidak cukup. Kita dianjurkan juga untuk melakukan aktivitas fisik dalam keseharian kita.
Di antara pilihan olahraga dan aktivitas fisik itu adalah jalan kaki.
Banyak literatur dan penelitian mengungkap jalan kaki antara lain dapat meningkatkan kebugaran, membakar kalori, mencegah obesitas, menjadi benteng munculnya depresi dan demensia, hingga baik bagi kesehatan jantung. Walaupun demikian, ada syarat yang perlu dipenuhi untuk mendapatkan manfaat jalan kaki itu.
Berapa Langkah Perhari?
Menurut dr. Michael Triangto, Sp.KO, spesialis kedokteran olahraga, pada hakikatnya, orang yang sehat mampu memobilisasi tubuhnya dari satu lokasi ke tempat lain dengan berjalan. Jalan kaki juga tidak memerlukan "modal" atau properti khusus, bahkan dengan nyeker atau tanpa alas kaki pun bisa dilakukan.
Untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan kesehatan, beberapa pakar mengatakan orang dewasa perlu jalan kaki sebanyak 10 ribu langkah perhari.
Jumlah itu bisa kita dapatkan dengan berjalan kaki dalam melakukan aktivitas sehari-hari (dari rumah ke halte bus, jalan ke minimarket, bergerak dari satu ruangan ke ruangan lain dan naik turun tangga di kantor), hingga secara khusus jalan cepat di pagi hari atau sore hari sebagai olahraga rutin.
Sebuah studi yang dilansir JAMA Neurology dan kutip oleh webmd.com mengungkap bahwa 10 ribu langkah (setara dengan berjalan sejauh 6-8 kilometer) perhari berkaitan dengan berkurangnya risiko penyakit kardiovaskular (penyakit jantung, stroke, dan gagal jantung), 13 tipe kanker, dan demensia.
Namun, penelitian termutakhir yang juga diungkap JAMA pada Maret 2023 lalu, alih-alih jalan 10 ribu langkah per hari untuk mendapatkan manfaatnya, 8.000 langkah satu atau dua kali seminggu saja sudah bisa menurunkan risiko kematian. Bahkan, manfaat yang sama bisa didapatkan dengan berjalan sebanyak 6.000 langkah saja.
Apakah ini berarti kita tidak perlu lagi memenuhi anjuran WHO untuk aktif bergerak tiap hari dan melupakan target olahraga 150 menit per minggu?
“Tunggu dulu, kita perlu berhati-hati dan cermat dalam membaca suatu riset,” kata dr. Michael, mengingatkan. Artinya, kita tidak boleh sepotong-sepotong dalam memahami suatu riset agar tidak salah langkah.
“Memang disebutkan jalan kaki 8.000 langkah only once or twice a weekis more than enough. Penelitian itu dilakukan pada orang yang tidak pernah olahraga, orang yang olahraga 1-2 kali seminggu, dan 3 kali atau lebih dalam seminggu. Tapi jika kita lihat (dari riset itu), semakin banyak waktu disediakan untuk berjalan, datanya semakin baik, mortality rate-nya semakin turun,” jelas dr. Michael.
Lebih jauh, dr. Michael mengungkap bahwa penting untuk memahami kondisi fisik kita, sehingga ini yang menentukan berapa ribu langkah yang kita perlukan.
Jalan kaki 8.000 langkah satu kali seminggu merupakan titik awal bagi orang-orang dengan kondisi tertentu, seperti yang baru sembuh dari sakit, baru mulai aktivitas fisiknya lagi, atau didiagnosis penyakit yang kemudian dianjurkan berolahraga.
Sehingga, jika dibandingkan dengan tidak bergerak sama sekali, berjalan 8.000 langkah 1-2 kali seminggu bagi orang-orang tersebut jauh lebih menyehatkan dan dapat menurunkan mortality rate.
“Bagi orang yang tidak pernah olahraga sama sekali, ketika dia mulai bergerak untuk melakukan aktivitas fisik saja sudah cukup. Begitu pula dengan orang yang sebelumnya sakit, lalu sekarang dia mulai bisa jalan kaki di sekitar rumah saja di pagi hari, itu sudah menunjukkan suatu kemajuan yang baik,” kata dr. Michael.
Namun, bilamana kondisi sudah sehat dan mampu berolahraga, maka perlu ada peningkatan. Dengan demikian, anjuran berolahraga 3 kali atau lebih dalam seminggu pun dapat terpenuhi.
Sebaliknya, jika sebelumnya kondisi seseorang sehat dan sudah biasa jalan pagi, misalnya, mungkin saja dia perlu jalan cepat setidaknya 10.000 langkah perhari. Ia tidak dianjurkan untuk mengurangi porsi jalan kakinya, apalagi jika selama ini hal tersebut sudah memberikan manfaat maksimal.
Mengapa? Karena penurunan porsi dan frekuensi, misalnya dari 3-5 kali seminggu lalu dikurangi menjadi 1 kali saja, kemungkinan dapat menyebabkan risiko penurunan tingkat kebugaran dan kesehatannya, juga cedera.
Sebagai Terapi Saat Sakit
Apa saja yang terstimulasi ketika kita jalan kaki? Dijelaskan oleh dr. Michael, jalan kaki yang efektif itu terjadi ketika bagian tumit membentur landasan, lalu tubuh berdiri tegak, selanjutnya jempol kaki menolak landasan, untuk kemudian bisa diayunkan ke fase berikutnya.
“Ini baru kaki, betis, dan paha, koordinasinya sudah sedemikian rumit. Belum lagi badan harus tegak, tangan harus mengayun. Tungkai dan lengan itu koordinasi, begitu pula dengan mata yang melihat,” kata dr. Michael.
Saat berjalan, semua otot bekerja. “Tidak hanya otot kaki, tapi juga tungkai bawah, pinggang, punggung, leher, lengan. Selain itu, sendi, ligamen, persarafan ikut bekerja. Ada koordinasi dan kelenturan dalam gerak,” kata dr. Michael.
Oleh karena itu, jalan kaki menjadi salah satu olahraga yang kerap dianjurkan bagi orang-orang yang sedang sakit tertentu, misalnya penderita hipertensi.
Dokter Michael mencontohkan kebutuhan olahraga seorang pasien hipertensi. Ketika tidak minum obat, tensinya mencapai 160/100. Begitu minum obat, tensinya turun menjadi 150/90. Berarti, obat bermanfaat untuk menurunkan tensinya, namun ini tidak cukup memenuhi kriteria yang diminta oleh dokter, yakni di bawah 140, yang merupakan borderline (hipertensi ringan).
Untuk itu, dokter menyarankan pasien tersebut untuk berolahraga, yakni jalan kaki 3 kali seminggu, masing-masing selama 50 menit.
“Ternyata, dengan minum obat plus jalan cepat, tensinya bisa turun menjadi 130/80. Relatively normal. Jadi, jelas jalan yang dilakukannya itu dapat meningkatkan efektivitas dari kerja obatnya untuk membuat tekanan darahnya tetap normal. Kalau jalan kaki membuat kondisinya menjadi lebih baik dan tidak perlu menambah obat, kenapa tidak,” papar dr. Michael.
Lalu, jalan kaki seperti apa yang dianjurkan agar kita mendapatkan manfaatnya? Idealnya adalah jalan cepat, seperti sedang terburu-buru ingin ke toilet karena kebelet buang air. Namun, lagi-lagi, tidak semua orang mampu melakukan hal tersebut, tergantung kondisi fisiknya.
Contohnya, orang dengan obesitas atau penderita osteoarthritis (OA), yakni radang pada persendiannya, seperti lutut. Bagi penderita obesitas, jalan kaki bisa terasa berat, dan akan terasa menyakitkan bagi penyandang OA.
“Karena itu, penderita obesitas tidak bisa diminta jalan cepat, namun jalan biasa saja. Dibandingkan dengan dia hanya duduk, jalan biasa saja sudah jauh lebih baik dan cukup. Dengan jalan kaki, kalori terbakar lebih banyak, dia bisa lebih sehat, berat badannya turun, dan badannya lebih ringan, sehingga kemudian dia bisa jalan lebih cepat. Karena itu, latihannya harus progresif,” jelas dr. Michael.
Bahkan, jalan kaki juga bisa dilakukan di kolam renang. Biasanya, ini dianjurkan bagi penderita obesitas sekaligus OA.
“Pada saat berjalan dia mendapat bantuan air untuk mengangkat tubuhnya. Daya apung mengurangi benturan,” saran dr. Michael.
Walaupun besar manfaatnya dan relatif mudah dilakukan, kita tetap perlu memahami porsi tepat jalan kaki. Sama halnya dengan olahraga pada umumnya, jika porsinya kurang tidak baik bagi pemeliharaan kesehatan, maka berlebihan pun bisa menurunkan manfaatnya, bahkan memunculkan risiko, seperti kemungkinan cedera makin besar, kadar gula dan tensi naik, atau sel kankernya tidak terkontrol lagi.
“Betul bahwa olahraga membuat kita lebih sehat. Namun olahraga terlalu berat tidak berarti lebih menyehatkan. Sampai batas tertentu, (benefitnya) akan (mulai) plateau (mendatar),” kata dr. Michael.
Ketika kita sudah menyadari batas ini, maka sebaiknya tidak memaksakan diri dulu untuk menambah porsi olahraga.
Sehingga, baik jalan 8.000 langkah sekali seminggu atau tetap 10.000 langkah tiap hari, hanya Anda yang tahu, olahraga ideal seperti apa yang cocok dengan kondisi tubuh Anda sendiri.
Penulis: Gracia Danarti
Editor: Lilin Rosa Santi