tirto.id - Matthew saat ini sudah berumur empat tahun, tapi ia masih sulit berkomunikasi dengan orang lain. Sang ibu sibuk mengurus anak keduanya, sehingga Matthew kerap diberi ragam gawai agar tetap anteng.
Orangtua Matthew bukan satu-satunya. Orangtua lainnya juga kerap melakukan trik serupa ibu Matthew. Padahal, kebanyakan main benda itu bisa membikin anak mengalami keterlambatan bicara.
Matthew diduga mulai terlambat bicara saat umurnya tiga bulan. Ketika itu, ibunya mengandung anak kedua. Hingga berumur satu tahun, Mathew masih berkomunikasi layaknya seorang bayi. Namun, sang ibu tak sadar karena sibuk mengurus adiknya.
Ibu Matthew terus membiarkannya menonton serial kartun Tom and Jerry secara berlebihan. Baik di televisi maupun lewat koneksi internet pada tablet. Saat listrik mati atau koneksi tiba-tiba melambat, Matthew tantrum dan baru kembali tenang saat aktivitas semula dilanjutkan. Ketika usianya menginjak 18 bulan, adiknya yang berumur 7 bulan sudah bisa berkomunikasi lebih baik darinya.
Baca juga:
Setelah berkonsultasi ke ahli pediatrik, jam bermain gawai Matthew berkurang. Setidaknya, kini Matthew sudah mampu menjawab ketika namanya dipanggil. Ia pun mulai berinteraksi dengan memanggil “mama", papa”, dan “dik” untuk adiknya. Ketika haus, ia mengekspresikan dengan mengucap “num” dan mengatakan “iya” saat setuju, serta “enggak” untuk ketidaksetujuan atau menolak sesuatu.
Pemakaian gawai atau gawai di era kiwari, selain membantu, juga membikin masalah. Termasuk saat orangtua berurusan dengan pengasuhan anak.
Guna membuat anak “tenang”, para orangtua kerap memberi tablet maupun smartphone kepada anak sebagai mainan. Sampai taraf tertentu, tindakan itu bisa dipahami. Jika anak tenang, orangtua bisa melanjutkan aktivitas lain dengan lebih leluasa. Hanya saja, banyak yang tak mengetahui bahwa bermain gawai secara berlebihan, apalagi saat usia 3–6 tahun, berisiko membuat anak mengalami keterlambatan bicara.
Bermain gawai hanya merupakan aktivitas satu arah. Anak tak dilatih untuk memberikan respons balik. Berbeda ketika ada orang yang ikut bermain bersama anak. Plus, usia 3-6 tahun merupakan periode kritis perkembangan bicara. Di usia itulah kesiapan kemampuan bicara menjadi hal penting untuk memasuki tahap perkembangan dan jenjang pendidikan berikutnya. Bermain gawai berlebihan bisa mengganggu kemampuan kognitif, konsentrasi, fisik-motorik, verbal-bahasa, dan emosi-sosial anak.
Penelitian yang baru saja dipresentasikan pada pertemuan Pediatric Academic Societies (PAS) 2017 memperkuat hal ini. Diukur dengan alat skrining keterlambatan bahasa, para peneliti menemukan korelasi antara waktu bermain gawai dengan keterlambatan berbicara. Setiap bertambah 30 menit, terjadi 49 persen peningkatan risiko keterlambatan bicara.
Baca juga:Jangan Ajarkan Calistung pada Anak TK
Penelitian ini melibatkan 894 anak-anak berusia antara 6 bulan hingga 2 tahun antara tahun 2011 hingga 2015. Pengamatan dilakukan selama 18 bulan dan hasilnya menyatakan 20 persen anak-anak menikmati gawai rata-rata 28 menit per hari.
"Perangkat genggam ada di mana-mana, penggunaan smartphone dan tablet oleh anak kecil menjadi hal biasa. Padahal, pedoman pediatrik menyarankan pembatasannya,” kata Dr. Catherine Birken, M.D., MSc., FRCPC, FAAP, peneliti utama pada studi ini.
Risiko penggunaan gawai ini hampir sama dengan risiko waktu menonton televisi. Di Korea, penelitian oleh Haewon Byeon dan Saemi Hong menemukan fakta bahwa para balita berusia 2 tahun rata-rata menonton TV hingga 1,21 jam per hari. Penelitian dilakukan di tahun 2010 pada 1.778 balita, 906 laki-laki dan 872 perempuan. Hasilnya menyatakan risiko keterlambatan bicara meningkat seiring dengan peningkatan waktu menonton TV.
Balita dengan waktu lebih dari 2 jam tapi kurang dari 3 jam menonton TV mengalami risiko keterlambatan bicara 2,7 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang menonton kurang dari 1 jam. Risiko bertambah 3 kali lebih tinggi bagi anak yang memiliki waktu nonton lebih dari 3 jam.
Penelitian selanjutnya dilakukan terhadap 56 anak dengan keterlambatan bicara dan 110 anak normal, berusia 15-48 bulan. Ditemukan fakta bahwa anak-anak dengan keterlambatan bicara mulai menonton televisi di usia yang lebih awal. Mereka yang mulai menonton televisi sebelum usianya 12 bulan dengan waktu lebih dari 2 jam/ hari memiliki risiko enam kali lebih tinggi mengalami keterlambatan bicara.
Terakhir, penelitian yang dilakukan Helena Duch, dkk. Studi ini dilakukan pada penduduk Hispanik (orang Amerika Latin) dengan sampel bayi dan balita sebanyak 119 yang memiliki rata-rata waktu menonton TV selama 3,29 jam per hari. Hasil penelitian menyatakan anak-anak yang menonton televisi lebih dari 2 jam per hari memiliki nilai komunikasi rendah.
Baca juga:Anak Batita Diajari Membaca?
Yang Perlu Dilakukan Orangtua
Karena candu gawai pada anak menimbulkan masalah memprihatinkan, American Academy of Pediatrics melarang TV dan penggunaan media bagi anak-anak berusia di bawah 2 tahun. Mereka mendorong permainan interaktif dilakukan antara orangtua dan anak. Jika usia anak sudah di atas 2 tahun, penggunaan gawai sebaiknya dibatasi tak lebih dari 2 jam per hari.
Jika anak telah menunjukkan gejala kecanduan bermain gawai dan tanda-tanda keterlambatan bicara, orangtua perlu waspada. Waktu bermain mereka perlu dibatasi. Tak cukup di situ, orangtua sendiri perlu menyingkirkan gawai saat berinteraksi dengan anak. Untuk merangsang komunikasi, orang dewasa perlu menstimulasi anak dengan pertanyaan terbuka, seperti “Apa saja yang kamu lakukan seharian ini?”
Terakhir, pilihlah alternatif bermain yang melibatkan interaksi dua arah. Misalnya bernyanyi bersama, membaca buku, bermain di luar, membuat kerajinan tangan, atau melakukan aktivitas bermain lainnya bersama-sama. Dengan begitu, selain perkembangan bahasa terlatih, ikatan emosi anak dengan orangtua juga akan lebih terbangun.
Baca juga:Dongeng Meningkatkan Kepekaan Otak Anak
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani