tirto.id - Tuntutan buruh untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 10 persen pada 2026 mendapat tanggapan dari kalangan pengusaha.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sanny Iskandar, menyatakan bahwa kondisi tiap sektor industri berbeda-beda dan banyak pengusaha yang masih berjuang untuk sekadar bertahan.
"Mungkin ada sektor industri yang memang cukup berjalan baik, ada yang boro-boro, dengan kondisi yang sekarang sudah survive aja sudah bagus, gitu loh," ujar Sanny di Kantor Apindo di Jakarta, Kamis (28/8/2025).
Menurut Sanny, mekanisme penentuan upah harus mengikuti formula yang telah dan akan ditetapkan, dengan mempertimbangkan berbagai unsur, seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Terlebih dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang mengubah beberapa ketentuan pengupahan dalam UU Cipta Kerja.
Putusan ini menghidupkan kembali Upah Minimum Sektoral (UMS) dan Dewan Pengupahan, memperluas makna penghidupan layak pekerja, serta menegaskan upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan pengusaha dan pekerja/serikat pekerja, atau kesepakatan antara pengusaha dengan serikat pekerja.
“Memang nanti kan pasti (ada mekanisme), karena kemarin dengan keputusan MK. Tapi harusnya sih dalam waktu yang nggak lama itu harusnya ada ketentuan dasar untuk penetapannya berdasarkan daripada formula yang nanti akan ditetapkan,” ujarnya.
Ia juga membedakan antara penyesuaian upah tahunan yang wajar dengan tuntutan kenaikan tambahan oleh kalangan buruh.
"Oh kalau penyesuaian sih setiap tahun kan pasti ada penyesuaian. (Tuntutan 10 persen) ini mungkin maksudnya untuk penyesuaian yang diperlakukan untuk di awal tahun depan ya, harusnya ya," tambah Sanny.
Di sisi lain, Sanny mengungkapkan bahwa kondisi industri saat ini tidak merata. Beberapa sektor seperti farmasi, makanan dan minuman, digitalisasi, serta industri berbasis keberlanjutan (sustainability) masih menunjukkan performa yang baik. Namun, sektor lain, khususnya yang bersaing dengan produk impor, sedang mengalami kesulitan.
"Yang lagi struggling yang memang kompetisi dengan luar, yang sekarang lagi berat-beratnya, terutama produk-produk TPT (Tekstil dan Produk Tekstil), sepatu. Itu yang menjadi industri andalan kita karena menyerap tenaga kerja lebih banyak," ucapnya.
Ia mencontohkan, maraknya impor ilegal produk sepatu dan tekstil semakin memberatkan kondisi industri dalam negeri. Oleh karena itu, Apindo mendorong agar penetapan upah tidak disamaratakan dan mempertimbangkan kondisi riil tiap sektor agar tidak membebani dunia usaha.
“Banyak wacana yang mengusulkan (kenaikan), karena sektor kegiatan usaha itu kan berbeda-beda. Jadi memang nggak bisa disamaratakan,” tuturnya.
Sementara itu, kelompok buruh dari berbagai organisasi melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR-MPR. Mereka mengeluarkan enam tuntutan, salah satunya terkait kenaikan UMP 2026. Tuntutan mereka sebagai berikut:
- Hapus outsourcing dan Tolak Upah Murah (HOSTUM). Naikkan Upah Minimum Tahun 2026 sebesar 8,5 persen sampai 10,5 persen.
- Setop PHK: Bentuk Satgas PHK.
- Reformasi Pajak Perburuhan: Naikkan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) menjadi Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) per bulan; hapus pajak pesangon; hapus pajak THR; hapus pajak JHT; hapus diskriminasi pajak perempuan menikah.
- Sahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan tanpa omnibus law.
- Sahkan RUU Perampasan Aset: Berantas Korupsi.
- Revisi RUU Pemilu: Redesain Sistem Pemilu 2029.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id







































