tirto.id - Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad) bakal mengevaluasi secara menyeluruh prosedur pemeriksaan kesehatan mental dan kejiwaan seluruh prajurit matra darat. Wacana evaluasi ini merespons kasus dugaan penculikan dan pembunuhan terhadap Kepala Cabang BRI di Jakarta, Muhamad Ilham Pradipta. Dua prajurit aktif, yakni Kopda FH dan Serka N ditetapkan sebagai tersangka.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen Wahyu Yudhayana mengatakan program monitoring kesehatan mental sudah ada dan berlangsung sejak lama di masing-masing kesatuan militer. Di TNI AD terdapat badan pembinaan mental, badan pelaksana psikologi hingga badan pelaksana bidang kesehatan yang juga mengurusi isu kejiwaan.
Wahyu mengatakan pembinaan yang dilakoni selama ini sesuai prosedur, tetapi dia tidak menyangka adanya kasus hukum berat melibatkan prajurit. “Ada setiap enam bulan prajurit dicek kondisi psikologinya, ada konseling dan pemeriksaan kejiwaan prajurit. Dengan ada permasalahan ini (kasus Kopda FN dan Serka N), tentu akan jadi bahan evaluasi, (karena) ternyata masih ada kelompok kecil,” kata Wahyu saat sesi pertemuan dengan sejumlah media massa di Mabes AD, Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Motif di balik keterlibatan Kopda FH dan Serka N menurut keterangan kepolisian adalah ekonomi. Wahyu mengatakan kesejahteraan prajurit selama ini bukan menjadi isu.
“Kami TNI AD sudah terus memberikan perhatian kepada jajaran. Contoh beasiswa untuk anak-anak prajurit dan prajurit berprestasi, ada lomba-lomba internal (sampai) perbaikan rumah prajurit,” ucap Wahyu.
Menurut Wahyu, perbuatan dua prajurit aktif tersebut murni karena absennya kontrol diri. Asumsinya merujuk konstruksi perkara Kopda FH dan Serka N ikut terlibat lantaran diajak tersangka lain. “Itu menjadi evaluasi bagi TNI AD bahwa setiap prajurit harus bisa mengendalikan dirinya dari pengaruh lingkungan dan bisa memilih apakah berisiko bagi diri dan kesatuan,” kata Wahyu.
Kini dua tersangka berstatus tentara dari satuan Kopassus itu masih menjalani pemeriksaan dari internal Pomdam Jaya. Keduanya juga disebut Wahyu ditahan di Pomdam Jaya dengan level keamanan maksimal. Mereka diproses hukum merujuk UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Polda Metro Jaya mengungkap hasil penyelidikan bahwa motif penculikan dan pembunuhan tersebut berkaitan dengan upaya pengalihan dana dari rekening dormant di BRI Cabang Cempaka Putih, Jakarta.
Penculikan itu dilakukan 18 tersangka, dua di antaranya adalah anggota Kopassus TNI. Para tersangka tersebut adalah C alias K, DH, AAM, JP, E, REH, JRS, AT, EWB, MU, DSD, Kopda FH, Serka N, AW, EWH, RS, dan AS. Selain itu, ada satu buron berinisial EG yang masih dilakukan pengejaran.
Sementara itu, Komandan Pomdam Jaya Kolonel CPM Donny Agus mengatakan peranan Kopda F dalam kasus ini bertindak sebagai perantara. Dia melakoni tugas penghubung antara para aktor intelektualis dengan tim yang bertugas untuk menculik korban yaitu EW dan kawan-kawan.
Keterlibatan Kopda F tidak lepas dari peran Serka N, yang mengajak koleganya itu untuk menculik paksa korban demi imbalan uang 95 juta rupiah. Serka N juga termasuk tersangka yang dikategorikan sebagai aktor intelektualis dan ikut melakukan penganiayaan.
Melalui tangan Serka N, tubuh korban dibuang di kawasan Bekasi dalam kondisi tubuh lemas setelah dianiaya. "Setelah korban diletakkan di tempat tersebut, selanjutnya Serka N kemudian meninggalkan lokasi," pungkas Donny.
Penulis: Rohman Wibowo
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id


































