Menuju konten utama

BRIN: Mikroplastik di Air Hujan dari Pakaian Sintetis & Plastik

Pakaian sintetis dengan material seperti polyester hingga polimer, menjadi salah satu penyebab beredarnya partikel mikroplastik, terutama saat dicuci.

BRIN: Mikroplastik di Air Hujan dari Pakaian Sintetis & Plastik
Konferensi pers "Media Briefing Isu Mikroplastik dalam Air Hujan dan Fenomena Panas Ekstrem" yang digelar di Balai Kota Jakarta, Jumat (24/10/2025). tirto.id/Naufal Majid

tirto.id - Profesor Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova, menjelaskan penyebab ditemukannya kandungan mikroplastik pada air hujan di Jakarta. Menurutnya, kontaminasi mikroplastik itu berasal dari pakaian sintetis hingga plastik sekali pakai.

Pakaian sintetis dengan material seperti polyester hingga polimer, disebut Reza, menjadi salah satu penyebab beredarnya partikel mikroplastik, terutama saat pakaian tersebut dicuci atau digunakan.

“Dari mana asal mikroplastik tersebut? Sumber utamanya antara lain pakaian sintetis, seperti polyester, nylon, dan polimer buatan lainnya yang mudah melepaskan serat mikro saat dicuci atau digunakan,” kata Reza kepada para wartawan di Balai Kota Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Selain itu, Reza menerangkan, partikel mikroplastik juga bisa dihasilkan dari penggunaan plastik sekali pakai. Penggunaan plastik sekali pakai masih banyak ditemukan di masyarakat.

“Ketika kita diberi kue atau makanan ringan, masih sering dibungkus lapisan plastik. Padahal, kebiasaan sederhana itu berkontribusi besar pada jumlah limbah plastik yang berpotensi menjadi mikroplastik,” jelasnya.

Reza menyebut pengelolaan sampah di Jakarta sebenarnya sudah berjalan dengan cukup baik, sebab 95 persen sampah di Jakarta sudah dikumpulkan dan diangkut di tempat yang semestinya.

Meski begitu, ia mengakui pengelolaan sampah di wilayah sekitar Jakarta seperti Bogor, Depok, Bekasi, hingga Banten masih belum maksimal. Oleh karenanya, partikel mikroplastik yang tersebar di wilayah itu bisa menguap ke udara dan ditemukan pada air hujan yang jatuh di Jakarta.

“Banyak masyarakat yang masih membakar sampah secara terbuka, dan praktik ini membuat mikroplastik serta zat berbahaya seperti dioksin terlepas ke udara,” ucapnya.

Hal itulah yang membuat BRIN menemukan kandungan mikroplastik sebanyak 3 hingga 40 partikel per meter persegi per hari di air hujan Jakarta.

Sementara itu, Fungsional Madya Pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG, Dwi Atmoko, menjelaskan, partikel mikroplastik yang beredar di udara dikategorikan sebagai aerosol, atau partikel padat maupun cair yang tersuspensi di udara.

Menurut Dwi, partikel aerosol termasuk mikroplastik dapat bergerak di udara mengikuti arah dan pola angin. Selain itu, perpindahan mikroplastik juga berpindah melalui deposisi kering seperti jatuh ke permukaan bumi karena pengaruh gravitasi.

“Partikel jatuh ke permukaan bumi karena pengaruh gravitasi, terutama saat angin lemah atau udara tenang. Partikel-partikel ini akan menempel di permukaan daun, bangunan, air, atau tanah,” terang Dwi.

Mikroplastik juga berpindah melalui deposisi basah, seperti kondensasi pembentukan awan, lalu ikut turun ke permukaan melalui air hujan.

“Partikel di atmosfer menjadi inti kondensasi pembentukan awan, lalu ikut turun ke bumi melalui air hujan. Dengan demikian, air hujan dapat membawa partikel aerosol, termasuk mikroplastik, turun ke permukaan,” sebutnya.

Sebelumnya diberitakan, Peneliti BRIN, Muhammad Reza Cordova, mengungkap temuan mengenai kandungan mikroplastik dalam air hujan yang turun di Jakarta. Reza menjelaskan bahwa penelitian mengenai kandungan air hujan tersebut telah dilakukan sejak 2018.

Setelah keluar hasil temuan, BRIN langsung berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta untuk mencari solusi masalah lingkungan tersebut. Temuan tersebut menunjukkan bahwa polusi mikroplastik kini telah menjangkau atmosfer.

Reza menegaskan bahwa perlu ada langkah penanganan yang ilmiah, terukur, dan kolaboratif. “Sejak awal kami sudah berkoordinasi dengan DLH DKI Jakarta, yang merespons cepat dan mendorong penelitian lanjutan, baik di perairan Jakarta maupun di air hujan,” kata Reza dalam keterangan pers, Sabtu (18/10/2025).

Meski demikian, hingga saat ini belum ada regulasi nasional mengenai batas aman mikroplastik di udara dan air hujan, sehingga kolaborasi ini diharapkan menjadi pijakan awal menuju kebijakan nasional berbasis bukti ilmiah.

Baca juga artikel terkait MIKROPLASTIK atau tulisan lainnya dari Naufal Majid

tirto.id - Flash News
Reporter: Naufal Majid
Penulis: Naufal Majid
Editor: Bayu Septianto