tirto.id - Ismail Marzuki adalah salah satu komponis besar di Indonesia sekaligus pencipta karya-karya klasik yang luar biasa. Karyanya yang paling tenar ialah lagu "Halo-Halo Bandung", "Rayuan Pulau Kelapa" dan "Gugur Bunga".
Ismail Marzuki lahir dari keluarga sederhana. Ia besar dalam asuhan ayahnya, Marzuki, yang bekerja sebagai wirasawasta di Kwitang, Senen, Jakarta Pusat. Sementara ibunya telah wafat kala Ismail berusia 3 bulan.
Sejak kecil, Maing, sapaan akrab Ismail Marzuki, sudah akrab dengan dunia musik. Ayahnya kerap mengisi acara-acara hajatan dengan seni berdendang, kolaborasi antara alat musik rebana dengan lantunan zikir. Dari situ, Ismail mewarisi darah musik dari ayahnya.
Akan tetapi, nama besar Ismail Marzuki dan kemampuan bermusiknya tidak serta merta datang begitu saja, melainkan dilatih secara terus menerus.
Kiprah dan Karier Musik Ismail Marzuki
Saat remaja, Ismail Marzuki dan kawan-kawannya bergabung dengan perkumpulan musik Lief Java. Dari sana, kemampuannya sebagai intrumentalis, penyanyi, dan penyair lagu semakin terasah. Ismail Marzuki pula yang pertama kali memperkenalkan instrumen akordeon ke dalam langgam Melayu sebagai pengganti harmonium pompa.
Berbagai macam lagu, mulai dari daerah hingga ciptaan komponis agung Eropa pun sudah jadi makanan sehari-hari. Lagu-lagu inilah yang kelak jadi sumber inspirasi bagi Ismail Marzuki dalam bermusik.
Saat aktif di Lief Java, Ismail Marzuki turut berkegiatan di Nederlands Indische Omroap Maatschapij, maskapai siaran radio Hindia Belanda. Maestro kelahiran Betawi, 11 Mei 1914 itu juga membentuk band Sweet Java Islander dengan genre hawaian, bersama kawan-kawannya.
Menurut buku Seni Budaya terbitan Kemdikbud, karya-karya Ismail Marzuki mulai direkam ke piringan hitam pertama kali pada 1937. Lagu yang direkam antara lain "O Sarinah", "Ali Baba Rumba", dan "Olhe Lheu Dari Kotaradja".
Setahun kemudian Ismail Marzuki mendapat kesempatan mengisi suara dalam film Terang Bulan yang diperankan oleh Rd. Muchtar dalam lagu "Duduk Termenung". Kesuksesannya ini berlanjut ke proyek lainnya.
Jika banyak masyarakat melakukan perlawanan dengan angkat senjata pada masa penjajahan Jepang, Ismail Marzuki melakukannya dengan cara yang berbeda. Ia melawan lewat lagu, dan menggunakan lagu sebagai senjata.
Ismail Marzuki menggubah lagu "Bisikan Tanah Air" serta lagu "Indonesia Pusaka" yang membuatnya dipanggil oleh Kempeitai, polisi militer Jepang, untuk dimintai penjelasan saat lagu itu disiarkan secara luas lewat radio.
Ismail Marzuki juga membuat lagu perjuangan untuk Peta (Pembela Tanah Air), yaitu mars "Gagah Perwira". Ia tidak sendiri, karena komposer lain seperti Cornel Simandjuntak dan Kusbini pun turut melakukan hal yang sama.
Tahun 1950-an menjadi tahun-tahun terberat bagi Ismail Marzuki. Beberapa pihak berusaha mengganggu usahanya dalam mengembangkan kesenian daerah. Beruntung, ada sang istri dan anak yang selalu mendukungnya.
Masih di seputaran tahun yang sama, Ismail Marzuki jatuh sakit. Lagu terakhir yang ia ciptakan ketika sakit berjudul "Inikah Bahagia" pada 25 Mei 1958.
Ismail Marzuki meninggal dunia di usia 44 tahun saat berbaring di pangkuan sang istri sebagaimana kebiasaannya dahulu. Saat ini, Ismail Marzuki dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta dan pada batu nisannya dipahatkan lagu "Rayuan Pulau Kelapa".
10 Lagu Ciptaan Ismail Marzuki yang Masih Dikenang Hingga Kini
Semasa hidupnya, Ismail Marzuki telah menghasilkan hingga 250 lagu. Adapun laman resmi Pemerintah Jakarta mencatat 10 lagu Ismail Marzuki yang masih dikenang hingga saat ini yaitu sebagi berikut.
1. Gugur Bunga (1945)
2. Rayuan Pulau Kelapa (1944)
3. Juwita Malam (1950)
4. Indonesia Pusaka (1949)
5. Wanita (1948)
6. Sabda Alam (1950)
7. Rindu Lukisan (1950)
8. Halo-Halo Bandung (1946)
9. O Sarinah (1931)
10. Sepasang Mata Bola (1946)
Atas dedikasi, perjuangan, dan rasa cinta Tanah Air-nya yang begitu tinggi, Ismail Marzuki mendapat banyak penghargaan seni. Salah satu yang terbesar ialah Piagam Wijayakusuma yang diberikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1961.
Selain itu, saat peringatan 100 tahun kelahiran Ismail Marzuki pada Agustus 2015, Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia (MPI) merilis album kompilasi charityTribute to Ismail Marzuki. Beberapa persen dari hasil penjualan album disumbangkan untuk kegiatan sosial dan keluarganya.
Nama Ismail Marzuki juga diabadikan sebagai nama pusat kesenian di Jakarta, yaitu Taman Ismail Marzuki (TIM). Pada 2004, pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepadanya.
Penulis: Dwi Nursanti
Editor: Alexander Haryanto