Menuju konten utama
Kasus Polisi Tembak Polisi

Bharada E Dijerat Pasal 338 KUHP, Bukti Adanya Aktor Intelektual?

Erasmus sebut Pasal 55 & Pasal 56 KUHP hanya dimungkinkan terjadi atau di-juncto-kan dengan tindak pidana yang dilakukan lebih dari satu orang.

Bharada E Dijerat Pasal 338 KUHP, Bukti Adanya Aktor Intelektual?
Ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E (kiri) berjalan memasuki ruangan saat tiba di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (26/7/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nym.

tirto.id - 27 hari setelah insiden duel polisi di rumah dinas jenderal bintang dua, Tim Khusus Polri menetapkan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai tersangka penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

“Malam ini penyidik telah melakukan gelar perkara dan pemeriksaan saksi kami anggap cukup untuk menetapkan Bharada E sebagai tersangka,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi, di Mabes Polri, Rabu malam, 3 Agustus 2022.

Eliezer yang kini berada di Bareskrim Polri untuk diperiksa sebagai tersangka dan ditahan, dikenakan pasal berlapis. “Dengan sangkaan Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Penyidikan tidak berhenti sampai di sini, ini tetap berkembang, masih ada beberapa saksi yang akan kami periksa beberapa hari ke depan,” sambung Andi. Setidaknya sudah ada 42 saksi dan ahli yang dimintai keterangan dalam perkara ini.

Tindak pidana pembunuhan memiliki beberapa bentuk atau kualifikasi (penamaan), di antaranya adalah tindak pidana pembunuhan dan tindak pidana pembunuhan berencana. Dikaitkan dengan penersangkaan Bharada Eliezer, tindak pidana pembunuhan diatur dalam Pasal 338 KUHP.

Pasal tersebut berbunyi “Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” Pasal ini sesuai dengan pasal yang diajukan oleh kuasa hukum keluarga almarhum yang mengadukan soal dugaan pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP) dan dugaan pembunuhan (Pasal 338 KUHP).

“Yang saya sampaikan ini terkait dengan laporan polisi yang disampaikan (diajukan) pihak keluarga Brigadir Yosua,” ucap Andi.

Peristiwa penembakan ini melibatkan dua polisi aktif yakni Brigadir Yosua dan Bharada E, pada Jumat, 8 Juli, sekira pukul 17.00. Yosua diduga memasuki kamar pribadi Sambo, yang di dalamnya terdapat Putri Candrawathi, istri Sambo, sedang rehat usai perjalanan dari Magelang.

Yosua diduga melecehkan istri jenderal bintang dua itu, serta sempat menodongkan pistol ke kepala Putri. Putri berteriak, dan teriakan itu didengar oleh Bharada E yang berada di lantai dua. Akibatnya Yosua panik dan angkat kaki. Lantas Yosua menembak E. Dua polisi itu saling muntahkan pelor, dan imbasnya lima peluru berhasil mengenai Yosua hingga menewaskannya.

Penerapan Pasal ‘Turut’ & ‘Bantu’

Selain Pasal 338 tentang pembunuhan, Eliezer dijerat Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP. Berikut isi pasal:

Pasal 55

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

  1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
  2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Pasal 56

Dipidana sebagai pembantu kejahatan: 1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; 2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Artinya, jika ‘turut serta’ melakukan tindak pidana (Pasal 55 KUHP) maka harus terbukti bahwa orang tersebut turut melakukan perbuatan pelaksanaan tindak pidana –dalam hal ini penembakan—; sedangkan bila orang tersebut dituduh membantu melakukan tindak pidana (Pasal 56 KUHP), maka harus dibuktikan ada unsur ‘sengaja’ pada tindakannya untuk membantu melakukan tindak pidana.

Penyertaan pasal ini menarik, artinya Eliezer diduga tak sendiri ketika menghabisi nyawa Brigadir Yosua. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi berujar polisi secara tidak langsung telah menemukan ada lebih dari satu orang terduga pelaku dalam perkara ini.

“Namun kenapa hanya Pasal 338 KUHP dan tidak diambil kemungkinan Pasal 340 KUHP?” kata dia kepada reporter Tirto, Kamis, 4 Agustus 2022.

Memang publik belum mengetahui fakta sejujur-jujurnya ihwal kematian Yosua. Tapi penerapan pasal berlapis ini menunjukkan ada kemungkinan Eliezer tidak sendirian main pistol. “Dia (Eliezer) bisa jadi pelaku pembantu, membantu melakukan, atau menyuruh melakukan,” tutur Fachrizal.

Kemungkinannya, merujuk kepada pasal, Eliezer turut membantu tindak pidana; atau memberikan orang lain kesempatan/bantuan kepada pelaku utama untuk menghabisi Yosua; atau Eliezer memberikan kesempatan menembak, tapi yang menembak bukan dia.

Fachrizal menegaskan bila penyidik menyematkan Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP, maka “harus ada orang lain, tidak boleh tidak ada.”

Begitu juga dengan Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, yang menyoroti penggunaan dua pasal terakhir terhadap Eliezer. Sari dari Pasal 55 KUHP ialah penyertaan untuk orang yang turut serta atau menyuruh melakukan, sementara Pasal 56 menekankan kepada perbantuan, bisa ketika sebelum, saat, atau sesudah tindak pidana dilakukan.

“Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP ini hanya dimungkinkan terjadi atau di-juncto-kan dengan tindak pidana yang dilakukan lebih dari satu orang. Artinya akan ada lebih dari satu orang yang bakal dijadikan tersangka,” terang Erasmus kepada reporter Tirto, Kamis (4/8/2022).

Pada kasus ini, tanpa publik mengetahui semua berkas penyelidikan dan penyidikan, maka kepolisian harus menjelaskan apa kapasitas Eliezer dalam insiden ini sehingga ia disangkakan dengan Pasal 338 KUHP? Serta dalam kondisi apa dia dijerat Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP?

“Berarti ada pelaku lain atau pihak lain yang belum diperiksa,” imbuh Erasmus.

Problem ‘unik’ lainnya yang muncul ialah jika Eliezer sudah jadi tersangka dan di-juncto-kan pasal turut serta, tapi tidak ada pelaku lain yang belum dan/atau tidak diperiksa maka proses penyidikan dipertanyakan cum aneh. Mengapa? Karena pasal pembunuhan disematkan, artinya ada konstruksi pembunuhan via tembak-menembak.

Kecuali terduga pelaku merupakan buronan yang melakukan kejahatan teroganisasi seperti narkotika atau korupsi, maka proses penetapan sesorang jadi tersangka boleh ditetapkan dahulu sebagai tersangka –karena tak mungkin membongkar jaringan secara bersamaan—, yang lain bisa diperiksa kemudian.

Erasmus menegaskan Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP tidak bisa dikenakan kepada satu orang. “Karena turut serta dan perbantuan itu jauh berbeda. Pasal 56, misalnya, dia tidak perlu tahu seluruh rangkaian kejadian. Sedangkan Pasal 55, dia mengerti perbuatan tindak pidana. Sangat tidak lazim kedua pasal ini disangkakan kepada satu orang.”

Beda Fakta Penyidikan

Fachrizal menyatakan sebuah perencanaan tidak membutuhkan waktu jauh-jauh hari. Dalam kasus ini, insiden terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah dinas Ferdy Sambo, sekira pukul 17 WIB. Ia mencontohkan, bila saat itu Eliezer melihat pistol tergeletak di atas meja kemudian ia ambil, lantas menembak Yosua, maka upayanya, disebut terencana.

“Ada ‘waktu tenang’, ada jeda, untuk memutuskan ‘saya akan membunuh kamu’. Itu terencana. Kalau pembunuhan biasa, itu tidak ada ‘waktu tenang’,” jelas Fachrizal.

Awal kasus ini menguak kepada publik yakni tiga hari usai Yosua meregang nyawa. Polisi saat itu mengatakan yang dilakukan Eliezer adalah membela diri dan membela Putri karena Yosua lebih dahulu membedilnya. Tapi penyidikan berkata lain: Eliezer tidak membela diri. Hal itu diperkuat dengan penerapan Pasal 338 KUHP.

Kasus ini bisa saja berhenti bila penyidik me-juncto-kan Pasal 48 KUHP terhadap Eliezer. Pasal itu berbunyi “Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.” Hal ini otomatis terbantahkan sendirinya oleh polisi yang menyematkan pasal pembunuhan. Pun bila konsep overmacht (daya paksa) ini dilakukan, maka sejak awal penyidik turut memasukkan pasal 48 KUHP tersebut.

“Penentuan overmacht atau tidak, itu di persidangan. Kalau polisi meyakini ada overmacht, harus dicantumkan,” kata Fachrizal. “Kalau pembelaan diri, itu spontan, tidak bisa (memasukkan) Pasal 55 dan Pasal 56.”

Cari Aktor Intelektual

Juru Bicara Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti berkata, penyidik menersangkakan Eliezer dengan pasal-pasal sesuai dengan dugaan perannya berdasarkan persesuaian keterangan saksi dan bukti.

“Dimungkinkan jika ada saksi-saksi baru dan bukti-bukti baru dapat mengubah konstruksi dugaan peran Bharada E, sehingga yang bersangkutan dimungkinkan untuk bisa dikenakan pasal lain,” ucap dia ketika dihubungi reporter Tirto.

Selain itu, dengan adanya Pasal 55 KUHP dimungkinkan akan ada tersangka lain. “Ini semua masih berproses, tunggu saja proses penyidikan selesai hingga P-21 dan dilimpahkan ke pengadilan,” imbuh dia.

Kompolnas sebagai pengawas eksternal mengklaim akan mengawal proses penyidikan untuk memastikan penyidikan dilakukan secara profesional dan mandiri dengan dukungan investigasi berbasis ilmiah, kata Poengky.

Sementara itu, pengamat kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto berpendapat “bukan sekadar siapa aktor yang ditersangkakan saja, tapi perihal siapa pelaku pembunuhan maupun dalang pembunuhan, kalau itu ada, memang harus terus diproses pidanakan.”

Tak kalah penting adalah bagaimana Polri melakukan pembenahan di internal. Narasi-narasi janggal di awal yang disampaikan Kapolres Metro Jakarta Selatan, Karopenmas Divisi Humas Polri, Kompolnas dan lainnya, ternyata gugur dengan penetapan tersangka melalui Pasal 336 juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP.

“Siapa yang harus bertanggung jawab atas informasi yang dirasakan sebagai kejanggalan oleh masyarakat itu?” kata Bambang.

Merujuk kepada penetapan tersangka ini jelas bahwa ada iktikad buruk sejak awal untuk menutupi atau mengaburkan kematian Yosua. “Mengapa itu dilakukan? Siapa yang mencoba menutupi? Keterangan prematur itu harus dipertanggungjawabkan juga. Tidak bisa dibiarkan saja karena termasuk obstruction of justice,” kata Bambang.

Baca juga artikel terkait KASUS BRIGADIR J atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz