tirto.id - Korban salah tangkap berhak atas dua bentuk penyelesaian hukum, yaitu ganti rugi dan rehabilitasi. Ganti rugi diberikan sebagai kompensasi atas kerugian yang diderita akibat penahanan yang tidak sah. Mekanisme pengajuan tuntutan ganti rugi diatur dalam Pasal 95 KUHAP.
Rehabilitasi bertujuan untuk memulihkan nama baik dan harkat martabat korban. Mekanisme pengajuan rehabilitasi diatur dalam Pasal 97 KUHAP.
Pasal 1 ayat 23 KUHAP menegaskan bahwa korban yang mengalami penangkapan, penahanan, penuntutan, atau pengadilan tanpa dasar hukum berhak atas ganti rugi. Ganti rugi ini berupa imbalan sejumlah uang sebagai bentuk kompensasi atas kerugian yang dialami.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan perlindungan hukum bagi korban salah tangkap. Hal ini diatur dalam Pasal I butir 10, Bab X Bagian Kesatu Pasal 77 sampai dengan Pasal 83, dan Pasal 95 sampai dengan Pasal 100 KUHAP.
Batas waktu pengajuan tuntutan ganti rugi, dasar pertimbangan yang diberikan atau ditolaknya tuntutan ganti rugi, pihak yang bertanggung jawab membayar ganti kerugian, dan tata cara pembayarannya diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan lain:
- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana jo. PP No. 92/2015 Pasal 7 sampai Pasal 11 mengatur batas waktu, dasar pertimbangan, pihak yang bertanggung jawab, dan tata cara pengajuan tuntutan ganti rugi.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 983/KMK.01/1983 Tentang Tata Cara Pembayaran Ganti Kerugian mengatur tata cara pembayaran ganti rugi bagi korban salah tangkap.
Berapa Ganti Rugi Korban Salah Tangkap?
Korban salah tangkap pada dasarnya dapat menuntut ganti kerugian. Hal ini dapat dilihat ketentuannya dalam Pasal 95 ayat (1) KUHAP yang lengkapnya berbunyi:
“Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.”
Menurut Hukum Online, yang dimaksud dengan “kerugian karena tindakan lain” adalah kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum.
Termasuk penahanan tanpa alasan ialah penahanan yang lebih lama daripada pidana yang dijatuhkan. Tuntutan ganti kerugian diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.
Adapun besaran nominal ganti kerugian berpedoman pada Pasal 9 PP 92/2015, yang berbunyi:
- Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp500.000 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
- Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
- Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan mati, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000 (enam ratus juta rupiah).
Penulis: Ruhma Syifwatul Jinan
Editor: Dipna Videlia Putsanra