tirto.id - Pemerintah RI kecolongan dengan beredarnya ratusan ribu ponsel tanpa pemrosesan International Mobile Equipment Identity (IMEI) secara benar, akibat ulah oknum ASN di Kementerian Perindustrian dan Bea Cukai.
Sebanyak 191.995 IMEI ponsel lolos begitu saja tanpa mendapatkan persetujuan dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo).
Para pelaku memasukkan data IMEI langsung dimasukkan pada aplikasi CEIR (Centralized Equipment Identity Register) milik Kementerian Perindustrian. CEIR merupakan basis data penyimpanan IMEI ponsel yang beredar di Indonesia.
Jika ponsel tidak terdata dalam CEIR, tidak bisa dipakai mengakses jaringan telekomunikasi seluler di Indonesia dengan ditandai status "no signal".
Kerugian yang dialami negara mencapai Rp353,75 juta. Penghitungannya yaitu dengan mengalikan besaran pajak penghasilan (PPh) sebesar 11,5 persen dengan 191.995 ponsel ilegal yang beredar. Tindak pidana ini sudah dilakukan pelaku selama periode waktu 10-20 Oktober 2022.
Atas kejadian ini, pemerintah akan memblokir ponsel-ponsel yang memiliki IMEI tidak yang beredar. Ponsel tidak akan bisa mengakses sinyal provider telekomunikasi Indonesia.
Biaya Tarif Pajak Pendaftaran IMEI
Handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT) yang belum didaftarkan IMEI-nya bisa dilakukan registrasi melalui Bea Cukai. Jumlah HTK yan bisa diregistrasikan paling banyak dua unit.
Mengutip laman Bea Cukai, tidak ada pungutan biaya untuk pendaftaran IMEI ini. Pemilik HKT hanya dikenakan kewajiban kepabeanan untuk impor HKT berupa pembayaran Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor (PDRI) jika tidak mendapatkan pembebasan.
Pembebasan Bea Masuk dan PDRI diberikan pada HKT dengan harga maksimal 500 dolar AS khusus pada HKT yang dibawa langsung pengguna dari luar negeri.
Berikut daftar tarif pungutan Bea Masuk dan PDI atas pendaftaran IMEI HKT yang diimpor lewat barang bawaan penumpang:
1. Bea Masuk sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai pabean;
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11% (sebelas persen) dari nilai impor;
3. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 impor sebesar:
a. 10% (sepuluh persen) dari nilai impor, dalam hal penumpang atau awak sarana pengangkut memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); atau
b. 20% (dua puluh persen) dari nilai impor, dalam hal penumpang atau awak sarana pengangkut tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Simulasi penghitungan tarif registrasi IMEI dapat dilakukan dengan mengisi data pada Kalkulator IMEI yang disediakan Bea Cukai pada tautan ini.
Cara Mendaftarkan IMEI Ponsel yang Diblokir
Kebijakan mendaftarkan IMEI bagi vendor ponsel yang ingin mengedarkan produknya di Indonesia sudah berlangsung sejak 2020 lalu.
Setiap ponsel yang yang belum aktif dan diedarkan setelah 18 April 2020, wajib terdaftar di SIBINA (Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional) dari Kemenperin. Jika belum terdaftar, ponsel akan diblokir sinyal selulernya dan dianggap produk black market (BM).
Kebijakan ini juga berimbas pada ponsel dengan IMEI legal, tapi dibeli dari luar negeri. IMEI ponsel tersebut belum terdaftar di SIBINA sehingga tidak bisa digunakan.
Solusinya, pengguna bisa mendaftarkan IMEI-nya melalui Bea Cukai secara online dan diverifikasi ke kantor Bea Cukai setempat.
Cara mendaftarkan IMEI dari ponsel yang dibeli di luar negeri sebagai berikut:
1. Kunjungi laman Bea Cukai di www.beacukai.go.id/register-imei.html
2. Isi formulir pendaftaran IMEI ponsel
3. Lengkapi semua data dan dokumen yang diperlukan
4. Klik "Send" jika semua data telah lengkap dan sesuai
5. Pendaftar akan menerima kode QR dan nomor registrasi
6. Lanjutkan dengan mengunjungi kantor Bea Cukai setempat untuk meminta persetujuan (verifikasi)
7. Jika permohonan disetujui, pendaftar harus membayar pajak sesuai dengan undang-undang yang berlaku, dan IMEI ponsel dapat dipergunakan mengakses sinyal provider seluler di Indonesia.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Yandri Daniel Damaledo