tirto.id - Seratusan mahasiswa dan pemuda Islam kepanasan di dalam aula Bung Karno, Universitas Bung Karno (UBK), di Jalan Kimia, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (30/11/2016). AC yang mati dan cuaca siang yang terik menjadi penyebab. Sebagian mahasiswa mengipasi muka masing-masing dengan tutup nasi kotak yang sudah habis dilahap.
Para mahasiswa UBK itu sudah berada di dalam aula sejak pukul 12.00 WIB. Mereka datang karena ingin mendengarkan pidato Rachmawati Soekarnoputri, putri dari Presiden pertama Indonesia, Sukarno. Rachma dijadwalkan akan menjadi keynote speaker dalam acara “Konsolidasi Nasional Mahasiswa dan Pemuda Islam I”.
Acara sedianya dimulai pukul 13.00 WIB. Namun, karena molor, panitia mencantumkan dalam undangan pukul 12.00 WIB dengan harapan peserta bisa datang tepat waktu. Tapi apa daya, peserta datang tepat waktu, Rachma sebagai keynote speaker justru terlambat. Sampai pukul 14.00 WIB, pendiri Partai Pelopor itu belum juga datang.
“Mohon maaf, karena bunda Rachmawati masih dalam perjalanan, jadi kita tunggu dulu beberapa menit sebelum acara dimulai,” kata seorang mahasiswi yang bertugas sebagai pembawa acara.
Selang beberapa menit, Ratna Sarumpaet yang juga menjadi salah satu pembicara tiba. Memasuki aula, Ratna langsung disambut oleh para mahasiswa. Mereka berebut salaman laiknya pembagian sembako.
“Selamat datang Bunda Ratna. Karena beberapa pembicara sudah hadir, ada Bunda Ratna, kita mulai dulu saja acaranya. Pertama kita dengarkan dulu pembacaan kalam Allah oleh mahasiswa. Kepada yang bertugas kami persilakan,” ujar mahasiswi pembawa acara.
Seharusnya memang ada tujuh pembicara yang hadir, yakni KH Muhammad Al Khaththath (Sekjen Forum Umat Islam), Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zein, Ratna Sarumpaet (aktifis HAM), Ridwan Saidi (budayawan), Beni Pramula (Presiden Pemuda Asia-Afrika/Mantan Ketum DPP IMM), Zainuddin Arsyad (Presiden ASEAN Muslim Students Association/BEM Se Tanah Air) dan Ali Alatas (Ketua Front Mahasiswa FPI). Namun Kivlan, Ridwan dan Beni tidak bisa hadir dalam acara itu.
Di belakang tempat duduk para pembicara, dipajang lukisan Sukarno. Lukisan itu dipajang seolah hendak memberikan kesan bahwa acara tersebut terinspirasi dari Sang Proklamator.
Zainuddin Arsyad yang mendapatkan kesempatan pertama untuk bicara. Zainuddin yang juga salah satu penggagas acara itu, berorasi dengan berapi-api. Dia memulai orasi dengan menceritakan kisah Sukarno, sosok Islamis yang jauh dari ideologi komunis.
“Siapa bilang Sukarno itu komunis? Itu salah besar. Sukarno adalah sosok yang islami. Beliau melandasi semua ilmu yang dipelajarinya dengan agama Islam,” teriak Zainuddin yang diakhiri dengan pekik takbir.
Teriakan takbir Zainuddin itu terus berlanjut ketika Rachma dan rombongan terlihat memasuki aula. Rachma duduk di kursi roda, didorong oleh ajudannya. Bersamaan dengan Rachma tampak hadir artis Ahmad Dhani, Firza Husain dan Sri Bintang Pamungkas.
Seratusan mahasiswa di aula berdiri lalu meneriakan takbir lebih kencang. “Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
Tidak ada pekik "merdeka" yang lazim ada dalam pertemuan-pertemuan di Universitas Bung Karno, juga dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Sukarno semasa hidup. Lukisan besar Sukarno yang menjadi latar terasa memutih. Rona merah memiuh perlahan.
Suara Rachma bergetar saat memberikan salam dan langsung menyita perhatian. Pekik takbir langsung surut. Para mahasiswa duduk menanti kata-kata Rachma selanjutnya. Setelah suasana hening, Rachma kembali berkata-kata.
“Resolusi jihad mahasiwa dan pemuda Islam se-tanah air untuk menyelamatkan bangsa Indonesia, saya kira judul ini sangat baik sekali. Memang kalau kita ketahui, kalau kita amati dinamika yang terjadi pada sekarang ini, kondisi kebangsaan kita itu sudah dalam kondisi titik nadir,” tutur Rachma.
Pada pidato selama lima belas menit itu, Rachma membeberkan rencana menduduki MPR pada Aksi Bela Islam III pada Jumat, 2 Desember 2016. Dia akan meminta MPR untuk mengembalikan UUD 45 ke versi asli sebelum diamandemen.
“Setelah selesai acara itu (Aksi 212 di Monas), kami akan kumpul ke MPR. Saya bersama-sama ke MPR untuk meminta, menuntut kembalinya UUD 45. Saya juga meminta kepada para habib mengikuti serta ke MPR,” kata Rachma diselingi isak tangis.
Ratna yang duduk di sebelah Rachma, berkali-kali mencoba menenangkan dengan mengelus punggung Rachma. Namun sia-sia. Baru sepatah kata melanjutkan perkataannya, Rachma kembali menangis. Riuh takbir dari para mahasiswa tiba-tiba hilang.
Dia menyempatkan diri membalas tudingan makar yang pernah dilontarkan pemerintah terhadap Aksi Bela Islam II, pada 4 November 2016. Rachma membuat puisi singkat membalas tudingan pemerintah kepada aktivis pembela agama.
“Yang melakukan makar adalah mereka yang menjual dan membiarkan kekayaan bangsa ini dikelola asing dan Aseng,” ucap Rachma.
Usai membacakan puisi, Rachma meninggalkan aula, disusul Ahmad Dhani, Firza Husain, Sri Bintang Pamungkas dan lima lainnya yang tidak diketahui namanya. Rachma dan rombongan pindah ke ruangan kecil di seberang aula. Jaraknya tak lebih dari 10 langkah dari pintu samping utara aula. Sedangkan Ratna menyusul setelah menyampaikan orasi.
Muhammad Al Khathath, Sekjen FUI yang menjadi pembicara dalam acara itu datang terlambat. Sekitar pukul 16.30 WIB, Al Khathath baru tiba dan langsung mendapat giliran untuk berorasi. Usai orasi, dia pun langsung menyusul Rachma ke ruang sebelah.
Pertemuan orang-orang tersebut berlangsung tertutup. Dari jendela terlihat, Rachma menjadi pusat perhatian. Saat Rachma bicara, orang-orang yang ada di dalam ruangan diam menyimak. Saat tirto.id hendak mencuri dengar pembicaraan di dalam ruangan, seorang pengawal Rachma menghampiri dan meminta menjauh dari ruangan.
“Besok saja, akan ada konferensi pers di Sari Pan Pasific,” kata pengawal tersebut.
Lima Ditangkap
Begitulah, beberapa jam sebelum Aksi 212 dilaksanakan, mereka yang terlibat dalam pertemuan di UBK dicokok polisi. Mereka yang ditangkap adalah Rachma, Ratna, Ahmad Dhani, Sri Bintang dan Firza Husain. Mereka dituding merencanakan makar dengan menunggangi Aksi Belas Islam III atau Aksi 212 di Monas. Jika Kivlan hadir, maka hampir semua para tersangka makar berarti datanng pada sore yang terik di UBK itu.
Al Khathath yang terlibat dalam pertemuan di UBK tidak turut ditangkap. Dia kaget ketika mendengar kabar penangkapan orang-orang yang terlibat dalam pertemuan di UBK tersebut.
“Pas selesai acara, saya ketemu teman-teman ngobrol biasa saja. Saya kebetulan baru kenal sama Mbak Rachma. Saya kira belum ada pembicaraan serius. Pas maghrib saya ke musholla terus pulang,” kata Al Khathath via pesan singkat kepada Tirto, Sabtu (3/12/2016).
Sanggahan terkait rapat merencanakan makar juga dilontarkan oleh Zainuddin Arsyad yang mengonsep acara itu bersama Ali Alatas Ketua Front Mahasiswa FPI. Pertemuan di ruang kecil seberang aula, usai “Konsolidasi Nasional Mahasiswa dan Pemuda Islam I” bukanlah rapat merencanakan makar.
“Mereka itu bertemu karena menjadi pembicara di sini. Kami tidak ada bicara soal makar, kami hanya minta agar pemerintah mau mengembalikan UUD 45 ke versi asli yang dijiwai Piagam Jakarta,” kata Zainuddin saat dihubungi Tirto, Sabtu (3/12/2016).
Meski demikian, Zainuddin membenarkan adanya rencana aksi pendudukan Gedung MPR/DPR usai Aksi 212 di Monas. Rencananya, menurut Zainuddin, seusai aksi memang akan bergerak ke MPR bersama massa lainnya. Namun rencana itu kandas setelah Rachma dan kawan-kawan ditahan polisi.
“Kenapa tidak jadi? Karena senior-senior itu sudah ditangkap. Ini penggembosan, seperti rezim otoriter, subuh ditangkapi,” beber Zainuddin.
Upaya penggembosan aksi menduduki MPR bukan pertama kali terjadi. Zainuddin menceritakan, semula “Konsolidasi Nasional Mahasiswa dan Pemuda Islam” itu dilaksanakan di Gedung Cawang Kencana, Jakarta Timur. Namun sehari sebelum pelaksanaan, pihak pengelola gedung membatalkan sepihak tanpa penjelasan.
Zainuddin pun kemudian berkomunikasi dengan Rachma dan meminjam tempat di Kampus UBK sebagai tempat pengganti. Gayung pun bersambut. Rachma langsung menyetujui dan tempat acara pun dipindah.
Sebagai tuan rumah, Rachma pun menyediakan ruang transit yang kemudian digunakan sebagai tempat bercengkrama bersama sejumlah tokoh yang akhirnya ditangkap polisi. Mereka dituding melakukan pemufakatan jahat untuk menggulingkan penguasa, merencanakan makar.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Zen RS