tirto.id - Belakangan ini banyak terungkap kasus korupsi program dana desa. Padahal, pemerintah menjadikan program ini sebagai solusi dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ia digunakan untuk menggenjot pembangunan infrastruktur desa sehingga tercipta lapangan kerja baru.
Tak tanggung-tanggung, pemerintah menggelontorkan dana sebesar 127,19 triliun rupiah sejak 2015 hingga 2017, dan menganggarkan 60 triliun rupiah untuk dana desa pada 2018. Realisasi dana desa pun terus meningkat sebanyak 39 triliun dari 2015 ke 2017.
Program dana desa sudah berjalan selama tiga tahun, sudah adakah dampaknya terhadap pengangguran?
Tingkat Pengangguran Terbuka Fluktuatif
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran pada Agustus 2018 tercatat sebesar 4,04 persen, sementara banyaknya pengangguran pada periode yang sama (year on year), yakni Agustus 2017, ialah sebesar 4,01 persen.
Kita juga bisa menilik Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Desa. Sejak 2015, sejak program dana desa pertama kali berjalan hingga saat ini, tren TPT fluktuatif. TPT Desa pernah mencapai posisi paling tinggi pada Agustus 2016, angkanya 4,51 persen.
Pada Februari 2017, TPT menurun dan mencapai 4,00 persen. TPT Desa berada pada posisi paling rendah pada Februari 2018, sebesar 3,72 persen. Sayangnya, tren TPT tersebut meningkat lagi pada Agustus 2018, mencapai 4,04 persen.
Tren Tingkat Pengangguran Terbuka juga diasumsikan dipengaruhi tahun ajaran institusi pendidikan. Lebih banyak pelajar/mahasiswa yang menamatkan pendidikannya di bulan Agustus dibandingkan bulan Februari. Oleh karena itu, tingkat pengangguran lebih tinggi di bulan Agustus ketimbang Februari. Asumsi ini juga berlaku pada tren TPT kota, dengan tren yang naik turun dari Februari ke Agustus dan seterusnya.
Asumsi ini boleh jadi benar. Mengingat selama 2015 hingga 2018, tren TPT selalu naik pada bulan Agustus dan akan turun kembali pada bulan Februari. Oleh karena itu, TPT Desa seharusnya bisa diproyeksikan kembali menurun pada Februari 2019.
Kemiskinan Desa
Selain tujuan bisa menurunkan pengangguran, Presiden Jokowi juga mengklaim dana desa berhasil menurunkan angka kemiskinan di desa. Untuk hal ini, presiden tak keliru.
Dari Maret 2015, saat program dana desa pertama kali digencarkan, hingga Maret 2018, jumlah penduduk miskin di desa mengalami penurunan. Penduduk miskin di desa berjumlah 15,81 juta orang pada Maret 2018, telah berkurang 2,13 juta orang sejak Maret 2015.
Namun, apakah penurunan ini semata karena bantuan dana desa? Ternyata ada program lain yang bisa jadi turut menyumbang tren penurunan tersebut. Pemerintah menunjuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) untuk membantu menangani dan berkoordinasi dalam hal-hal yang berkaitan dengan penanggulangan dan pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Salah satu program utama TNP2K ini adalah Peluncuran Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang diikuti dengan pelaksanaan program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Termasuk di dalamnya pemberian raskin setiap bulan bagi warga miskin dan pemberian uang bulanan bagi pelajar kurang mampu.
Program lain yang juga membantu pengentasan kemiskinan adalah Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan pangan non-tunai, Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Hal ini disampaikan oleh Kepala Bappenas.
Dana Desa Rentan Dikorupsi
Sejak 2015 hingga 2016, dana desa masih berkutat pada masalah administrasi pencairan dan pelaporan. Selain itu, masalah transparansi dan komunikasi anggaran dana desa juga masih menjadi sorotan. Perlu ada edukasi terhadap masyarakat agar memahami apa yang telah dilakukan aparat desa dalam penggunaan anggaran desa.
Kurangnya transparansi terhadap penggunaan dana desa menjadikannya sebagai objek korupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW, PDF) telah melakukan pemantauan atas korupsi di desa. Dari pemantauan ICW, korupsi di desa dari 2015 hingga 2017 mengalami peningkatan.
Ada total 154 kasus korupsi pada sektor desa yang terjadi antara 2015 dan 2017 dengan rincian 17 kasus pada 2015, 41 kasus pada 2016, dan 96 kasus pada 2017. Dari 154 kasus tersebut, terdapat 127 kasus yang berkaitan dengan anggaran desa.
Menurut laporan ICW tersebut, kepala desa merupakan aktor yang dominan terjerat kasus. Jumlah kepala desa yang terjerat sebanyak 112 orang. Angka tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun, dengan 15 kepala desa pada 2015, 32 kepala desa pada 2016, dan 65 kepala desa pada 2017.
Dari data-data dan paparan di atas, klaim ihwal dana desa yang disebut menurunkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Desa dan jumlah penduduk miskin, perlu dicermati lagi. Kedua hal tersebut ternyata dipengaruhi banyak faktor.
BPS melansir jumlah pengangguran di desa meningkat lebih dipengaruhi pada jumlah pekerja di sektor pertanian yang menyusut. Para pekerja pertanian banyak yang berhenti. Di antara mereka, ada yang pergi ke kota, ada pula yang tetap berada di desa dan belum mendapat pekerjaan baru. Merekalah yang berkontribusi terhadap peningkatan persentase angka pengangguran di pedesaan.
Sementara itu, penurunan jumlah penduduk miskin di desa tidak semata-mata disebabkan oleh kucuran dana desa. Ada program lain dari pemerintah yang turut andil membantu perkembangan desa.
Tantangan yang kini harus dihadapi justru adalah transparansi penggunaan dana desa oleh aparat daerah. Jangan sampai kue dana desa berupa lapangan kerja dan kemakmuran itu tidak sampai ke warga desa karena dikorupsi dan tak menjadi program yang optimal.
Editor: Maulida Sri Handayani